"Kak El!" Teriak Taris tak bisa menahan amarahnya lagi.
Teriakan Taris terdengar nyaring di seluruh parking area bawah tanah mall. El dan Arsy menoleh secara bersamaan, Tasya, Ido dan Odi menelan ludah kesusahan karena ketegangan yang dirasakan.
Taris mendekati keduanya, melerai tangan Arsy yang masih merangkul lengan El.
"Taris gak suka kak Arsy ganjen ke pacar Taris." Ucap Taris menatap kesal Arsy.
El hendak tertawa, namun ia menahannya, ia ingin melihat aksi Taris kali ini.
"Kak El juga! Ngapain diem aja di rangkul gitu?" Tanya Taris tanpa memberi kesempatan untuk Arsy bersuara.
"Yaudah ini rangkul." Balas El menyerahkan lengannya pada Taris. Bukannya amarah Taris mereda, hal itu malah membuat Taris semakin marah.
"Lagian juga rangkulan, emang kenapa gaboleh sih dek? Antar teman udah biasa kok. Lo jangan lebay deh dek."
"Lebay? Kak Arsy kenapa malah rangkul kak El? Kak El kan pacar Taris. Kalo kak Arsy mau rangkul kenapa bukan kak Odi atau kak Ido? Kan mereka belum punya pacar." Oceh Taris membuat Arsy terdiam beberapa detik. Karena kesal akhirnya ia mendekati Odi, merangkul tangan Odi seperti apa yang dilakukannya kepada El tadi. Disisi lain, Ido dan Odi masih menetralkan detak jantungnya yang terasa nyeri setelah di katai jomblo.
"Nih puas? Lagian juga rangkulan. Sensitif banget. Lagi dapet lo ya?" Tanya Arsy.
"Ini apaan sih kok malah debat gak jelas? Tarisa lo juga tumben kaya gini? Beneran dapet?" Tanya El yang mulai jenuh dengan pertengkaran yang tidak seharusnya.
"Ya Taris capek aja, Kak El pacar Taris, tapi kaya bukan pacar Taris tahu." Kesal Taris.
"Kak El juga aneh, kenapa macarin anak SMP. Udah tahu labil." Ejek Arsy.
"Tahu ah! Taris mau pulang! Gajadi nonton!"
Taris berlari meninggalkan semua orang yang ada di sana. Arsy yang awalnya merangkul Odi beralih untuk merangkul El lagi.
"Tuh kak, labil banget."
"Ck apaan sih, udah lepas, gue gajadi nonton juga. Tasya lo kalo mau nonton sama Odi Ido, Di, Do, gue nitip Tasya."
"Oyi Bro."
"Loh loh, kak El mau kemana?"
Tak menjawab pertanyaan Arsy, El segera berlari memasuki mobilnya, keluar dari area parkir. Tentu saja untuk mencari gadis kecilnya Taris. Ia tidak mengerti jika Taris benar-benar akan marah.
Cukup teliti menyisiri trotoar, penglihatan El ia tajamkan untuk Mencari sosok Taris.
Dan ia berhasil menemukan gadis itu menangis di bangku taman. Taman cukup sepi karena maghrib. Matahari juga sudah hampir tenggelam sepenuhnya.
"Ayo pulang." Ucap El menarik tangan Taris, namun gadis itu segera menepis tangan El.
"Taris benci kak El!" Teriak Taris.
"Lo jangan kaya anak kecil deh Taris!" Balas El.
"Taris emang anak kecil! Taris bukan kak Arsy yang umurnya gak jauh beda sama kak El! Taris juga gatahu kenapa kak El malah jadiin Taris pacar kak El! Taris benci kak El!"
"Gue capek debat sama lo, ayo cepetan nurut gue! Pulang!"
"Dari dulu kak El selalu egois! Kak El gapernah denger apa yang Taris omongin! Kak El juga selalu seenaknya sama Taris. Kakak selalu mau Taris nurut dan nurut! Taris capek! Kak El selalu ngatur hidup Taris lebih dari mama dan papa! Taris bukan anjing peliharaan kak El! Taris manusia kak! Taris benci sama kak El! Berhenti ngurusin Taris, lagian kita pacaran juga kak El yang maksa, Taris gapernah mau pacaran sama kak El." Ungkap Taris. Dadanya terlalu sesak.
"Taris cuma mau bebas kak El, lepasin Taris. Taris mohon.." lirih Taris menatap sendu mata El.
"Kalo gue mau lo tetep nurut sama gue gimana?"
"Ini hidup Taris, kak El gak berhak."
"Hidup lo punya gue!"
"Kak El gila!"
"Dari dulu lo udah tahu! Jangan macem-macem sama gue! Lo harus selalu nurutin apa yang gue mau! Lo itu punya gue! Sampai kapanpun!"
"Kak El cuma obsesi sama Taris, kak El gak sayang sama Taris. Kak El puas kan? Udah buat Taris gapunya temen! Ngatur hidup Taris! Jadi kak El berhenti! Taris bisa urusin hidup Taris!"
"Lo kenapa sih hari ini! Suka banget ngelawan gue hah!"
"Karena Taris udah capek! Kak El atur! Kak El tindas! Sedangkan kak El berlaku seenaknya! Emang Taris barang yang gapunya hati? Yang seenaknya kak El sakitin gitu aja? Taris bakal aduin ke Mama! Semua perlakuan kak El ke Taris! Taris bakal aduin semuanya!"
Plak!
Untuk pertama kalinya, tangan El menampar pipi itu. Kali ini Taris tidak bisa di maafkan, jika Taris melapor kepada Angel dan Angel malah marah dan tidak memberi kepercayaan lagi kepadanya, habis sudah, ia tak akan bisa lagi menggenggam erat Taris. Tak bisa lagi membuat gadis itu berada di sisinya. El tidak mau hal itu terjadi. Dan Taris harus ia buat takut untuk bisa tunduk di hadapannya lagi.
Tangis Taris semakin kencang saat El menamparnya. Pipinya terasa panas, Taris memundurkan langkahnya karena takut. Sekasar-kasarnya El, untuk pertama kalinya El berbuat kasar padanya. Taris semakin takut.
"Kak El jahat.." rintih Taris.
"Lo yang buat gue jahat!"
Taris berlari menghindari El, meski sia sia karena El berhasil menangkapnya. El membawa Taris dengan mudah kedalam mobilnya meski tak bisa menghentikan tangis gadis itu.
"Gue benci lo berani gini sama gue." Ucap El pelan, namun penuh penekanan.
"Taris capek nurut terus sama kak El, Taris juga capek kak El atur-atur. Hiks hiks.."
"Lo gaakan pernah bisa tinggalin gue. Dan sekali lo ngadu sama nyokap lo, abis lo!"
Tak ada jawaban, Taris hanya menangis, pipinya masih nyeri.
"Ngerti enggak!" Bentak El.
Terpaksa, Taris mengangguk. Hatinya benar-benar sakit. Kini, sedikit perasaan untuk El hilang saat El menyakitinya tadi. Yang tersisa hanya rasa benci untuk pria itu. Pria yang hadir di dunianya sejak dirinya kecil hingga sekarang.
_____
Setelah mengantar Taris pulang, El pergi. Ia benar-benar sangat marah. Emosinya tak bisa terkendali karena Taris benar-benar membuatnya sangat marah.
Sebelum pulang, El berhenti di mini market, membeli rokok, ia habiskan untuk merokok beberapa saat sebelum pulang ke rumah.
Tak disangka, Kris sudah menunggu putranya dirumah bersama Thalia di sampingnya.
"Ayah, Bunda," sapa El pelan, ia hendak menyalimi tangan ayahnya, namun tamparan keras yang ia terima.
Plak!!!
"Kris udah.."
"Kamu diem! Jangan bela anak kamu!" Bentak Kris membuat Thalia tidak bisa berkata-kata lagi. Ia bisa apa jika Kris berubah menjadi sosok serius seperti sekarang? Bagaimanapun El putranya bersalah.
"Ayah apaan sih!" Kesal El.
"Ayah gak pernah ngajarin kamu buat kasar ke perempuan El! Kenapa Taris kamu tampar hah! Dia perempuan! Bahkan dia masih kecil! Gak layak!"
"Dia yang udah buat El marah yah.. dia pantas untuk.."
Belum selesai El berucap, Kris langsung memukul putranya bertubi tubi tanpa ampun. Thalia tidak bisa melakukan apa-apa selain menangis. Ia ketakutan melihat insiden ini, sudah lama Kris tidak bertengkar, dan sekarang ia bertengkar dengan putranya sendiri.
El bukannya tidak bisa melawan, ia sengaja untuk diam, ia pantas mendapat hal ini. Memang tidak seharusnya ia kasar kepada perempuan.
"b******k kamu El! Ayah malu sebagai ayahmu!"
Uhuk uhuk..
Wajah El sudah babak belur. Ia tidak bisa lagi berbicara selain diam menahan rasa sakit.
"Besok! Pergi ke rumah Taris! Minta maaf! Kalo perlu bersujud di depannya, baru ayah bisa memaafkan anak memalukan seperti kamu!" Bentak Kris. Napasnya sudah tak beraturan.
"Thalia kamu masuk ke kamar! Jangan sekali-kali kamu belain anak ini! Cepet!"
"Kris kamu udah keterlaluan! Aku mau obatin El!"
"Masuk Thalia!"
"Enggak, please, udah kris.. dia udah dapet hukumannya. Berhenti sampai sini."
"Aku gamau ngulangin ucapan aku!"
Thalia menyerah, ia terisak, masuk kedalam kamar dengan perasaan yang campur aduk.
"Ayah b******k El, kamu tahu, masa lalu ayah lebih suram dari apa yang kamu bayangkan. Ayah juga sudah menyakiti wanita yang ayah cinta, bunda kamu juga pernah ayah sakiti! Tapi tidak pernah sekalipun ayah nampar bunda kamu!"
"Kamu boleh menjadikannya milik kamu! Tapi tidak untuk menyakitinya! Apa kamu bodoh? Membuat takut orang yang kamu cinta? Kamu bodoh ha!" Teriak Kris tak berhenti.
"Apa ayah pernah takut kehilangan bunda? Kalau pernah, ayah pasti tahu rasanya." Ucap El pelan karena untuk berbicara saja, sangat sakit karena bibirnya berdarah.
"Bahkan ayah hampir gila kehilangan bunda kamu. Tapi ayah gak pernah nampar dia."
"El salah, El akan minta maaf ke om Leo dan tante Angel."
"Bagus, renungkan kesalahan kamu."
Kris pergi, meninggalkan El yang benar-benar lemah kali ini. Ayahnya Kris memang bersahabat dengannya, namun saat pria itu marah. Mereka bukan lagi Ayah dan Anak, melainkan musuh. Dan El tidak mungkin melawan ayahnya sendiri, memilih untuk menjadi punching bag yang ayahnya pukuli.
Besok, ia harus kerumah Tarisa, meminta maaf kepada keluarganya, kepada Tarisa. Meski tidak tahu apa Angel dan Leo akan percaya padanya. Namun tak berubah, bagaimanapun caranya. Tarisa harus tetap menjadi miliknya. Apapun yang terjadi. Sekalipun ia harus melawan orang tua gadis itu.
- To be continue -