El berlari memasuki bandara, ia juga seenaknya memarkirkan mobil ayahnya tanpa peduli jika mobil tersebut mungkin di derek karena melanggar aturan. Petugas keamanan penjaga lobby gedung bandara tampak bingung dengan kekacauan yang El buat dengan memarkirkan mobil seenaknya, yang bahkan mesinnya belum mati. Terpaksa, petugas keamanan harus bertindak untuk memindahkan mobil sekaligus menghubungi pihak berwajib agar memberi sanksi karena sudah mengacaukan jalanan lobby.
Yang ada di pikiran El saat ini hanyalah Tarisa. Ia tak peduli jika mobil ayahnya dicuri karena mobil tersebut terbilang sangat mahal. Ia juga tidak peduli dirinya diberi sanksi pihak berwajib karena ia tak ada waktu untuk memarkirkan mobilnya. Ia juga tidak peduli jika mobil mahal ayahnya itu akan diderek. El seperti orang linglung, ia berlari memasuki gedung bandara, memeriksa jadwal penerbangan Singapore dengan cermat.
"Sialan!" Teriak El frustasi.
El menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari keberadaan Tarisa. Namun nihil, ia tak menemukan tanda-tanda bertemu Taris. El tak menyerah, ia berlarian dengan wajah yang sangat panik. Berdoa agar ia bertemu dengan gadisnya itu. Tarisa tidak bisa meninggalkannya seperti sekarang, batinnya berseru putus asa.
"Lo di mana sih Tar? Jangan tinggalin gue." Lirih El, bibirnya pucat karena takut.
El berkali-kali menabrak bahu orang yang berpapasan karena terlalu fokus mencari sekeliling sehingga tidak menyadari orang-orang yang berjalan di dekatnya. Ia juga tak luput menerima umpatan karena tak meminta maaf setelah menabrak bahu mereka.
Apa Taris tak bisa mengerti dirinya? Apa Taris menganggap lelucon perasaan yang ia punya? Pertanyaan demi pertanyaan El pikirkan. Padahal baru kemarin ia bilang bahwa Taris sangat penting baginya, terbukti, bahwa El menolak untuk bersekolah ke Harvard hanya untuk bersama Tarisa. Namun yang El terima malah hal seperti ini.
El tak yakin Taris ke Singapore untuk berlibur, karena liburan belum diumumkan, yang memperkuat dugaan El adalah Taris terlihat sangat aneh belakangan ini. Taris menjadi sangat penurut, ia tak membantah El sedikitpun, selalu memperhatikan El. Dan yang terakhir kali adalah permintaan maaf Taris untuknya. Jika El tahu Taris meminta maaf untuk meninggalkannya, lebih baik gadis itu tak usah minta maaf saja. Pikir El.
Saking frustasinya mencari keberadaan Taris, El menjambak rambutnya. Ia sudah persis seperti orang gila yang tak tahu arah. Entah apa yang dipikirkannya. Yang jelas El sudah tidak bisa berpikir jernih lagi.
El sudah mengatur rencana kilatnya untuk menyusul Taris ke Singapore hari ini juga jika ia tidak bertemu dan meminta penjelasan Tarisa kekasihnya itu. Namun di saat terakhir ia pergi, El melihat Taris yang berada di belakang Leo menggeret kopernya.
El langsung berlari sangat cepat, berdiri di luar pembatas besi. Jika ia bisa, mungkin ia akan melompatinya. Namun petugas keamanan yang menjaga pemeriksaan tiket terlihat siaga. El tidak mungkin melawan mereka. Bisa bisa ia dipenjara saat itu juga jika membuat keributan. Akhirnya El berteriak sekeras kerasnya. "Tarisa! Tar!!!" Teriak El.
Taris yang saat itu berhenti berjalan memasuki lapangan bandara menoleh. Kembali El meneriaki nama Taris. Tak peduli banyak mata sudah memperhatikan tingkahnya. "Tarisa! Tar! Gue di sini!" Teriak El melambai-lambaikan tangannya.
Bertepatan saat mata mereka bertemu, rasanya di gedung bandara yang sangat luas dan dipadati banyak manusia, hanya ada mereka berdua. Kuping El berdenging kala melihat ekspresi Tarisa. Tak ada senyum di bibir Tarisa, yang ada Tarisa terkejut melihat keberadaan Elmarc. Meski kecewa menerima ekspresi itu El masih berusaha bersuara. "Lo mau kemana?" Tanya El.
Tak ada jawaban, Tarisa hanya berbalik dan pergi. Memasuki lapangan bandara karena mungkin pesawat sudah menunggunya. El diacuhkan, El benar-benar hancur kala itu juga. Kakinya lemas, badannya juga, rasanya kepala El sangat pusing, denging di telinganya juga semakin keras terdengar saat punggung Taris semakin jauh darinya.
"Lo tahu Tar? Ini yang gue takutin. Lo pergi. Kenapa lo tega? Ninggalin gue dan biarin gue lihat punggung lo menjauh? Jadi ini alasan lo nurut sama gue? Lo mau pergi?" Lirih El.
Ia kembali bersuara, "Salah gue apa? Lo kok tega bikin hati gue sakit gini Tar? Padahal baru kemaren gue bilang kalo lo itu berarti di hidup gue."
Untuk pertama kalinya seorang Elmarc shock, ia merasa dipermainkan oleh orang yang benar-benar ia kasihi. Saat itu juga ia sadar, bahwa ia tak lagi diinginkan oleh gadis bernama Tarisa. Gadis yang ia kasihi melebihi dirinya sendiri.
El berbalik, meninggalkan bandara. Saat di luar ia sudah ditahan oleh penjaga keamanan lobby. "Maaf, anda yang memarkirkan mobil di lobby bukan? Anda harus ikut pihak berwajib untuk.." ucapan petugas keamanan dipotong El langsung. El mengeluarkan dompetnya, memberikan kartu nama ayahnya kepada satpam tersebut.
"Saya masih pelajar pak, maaf sebelumnya. Bapak hubungi wali saya saja. Ini kartu nama ayah saya."
"Adek nggak boleh pergi gitu aja. Adek ikut bapak satlantas buat ambil mobil. Nanti kartu namanya kasih bapak satlantas." Ujar petugas keamanan menunjuk para polisi lalu lintas yang tengah menderek mobil Kris ayahnya.
"Bawa aja mobil saya pak. Yang penting saya udah kasih kartu nama ayah saya. Kalau mau hubungi dia aja." Balas El dingin. Ia benar-benar pusing kali ini.
El berjalan pergi. Mencegat taksi dan pergi meninggalkan lobby bandara. Petugas keamanan tersebut benar-benar bingung. Akhirnya ia memberikan kartu nama tersebut kepada polisi lalu lintas yang masih mengurusi mobil Kris yang digunakan El. Menyampaikan pesan El bahwa pemilik mobil tersebut adalah orang yang mempunyai kartu nama tersebut.
____________
El sampai di rumah. Ada Kris yang baru saja selesai menerima telepon. Ternyata Kris belum berangkat kerja, alasannya sudah pasti El putranya. Thalia yang menahan Kris untuk tidak berangkat hanya untuk menunggu El. Perasaan Thalia tidak enak.
Benar saja, perasaan Thalia yang tidak enak itu terjawab saat mobil El di derek satlantas karena mengganggu ketertiban. Dan El juga tak mengangkat telepon dari Kris.
"El! Kamu kenapa bisa kena masalah di bandara? Ayah dapat telepon dari satlantas kalau kamu buat keributan di sana?"
El menghembuskan napasnya, wajahnya sudah lesu tak bertenaga. Namun ayahnya tengah berbicara, tentu ia harus menjawabnya. "Maafin El yah. Tapi untuk kali ini aja, ayah urus semua kekacauan yang El buat. El minta tolong." Balasnya dengan suara pelan.
Thalia khawatir, ia langsung menghampiri El. Thalia langsung panik kala memegang tangan El yang sangat panas. "El kamu kenapa nak?" Tanya Thalia panik. Ia menyentuh kening El dan suhu putranya sangat tinggi. "Kenapa kamu panas gini? Kamu demam?"
El menggeleng lemah. Kris yang kala itu tengah marah ikut panik. Kris menghampiri El, memegang kening putranya, dan benar saja suhu El sangat panas. "Kamu kenapa El?" Tanya Kris.
"El cuma pusing aja. Butuh istirahat." Balas El.
"Yaudah bunda anterin ke kamar ya nak."
"Iya bunda. Yah, sekali lagi maafin El."
"Yaudah nggak masalah, kamu istirahat aja, nanti ayah panggilin dokter."
"Makasih yah." Balas El.
Baru saja beberapa langkah, namun El kembali berhenti dan berbalik menatap Kris. "El boleh minta satu permintaan lagi?"
"Minta apa lagi? Mobil baru? Nanti ayah belikan, kamu istirahat aja dulu."
"Urusin keperluan El di Cambridge. El ngga jadi ikut tes kuliah di sini. El kuliah di Harvard."
Tentu Thalia dan Kris terkejut dengan keputusan mendadak El itu. Baru saja saat sarapan tadi El bilang tak akan kuliah di Harvard. Namun apa yang terjadi? Pasti ada hubungannya dengan Tarisa. Putri sulung Leo sahabatnya.
"Tentu ayah bakal urusin semuanya." Balas Kris.
"El kamu yakin?" Tanya Thalia khawatir.
"Bunda nggak usah khawatir. El yakin. Udah ayo anterin El ke kamar. El pusing banget."
Thalia kembali menuntun El untuk masuk ke kamarnya.
Pagi itu banyak yang terjadi. Banyak hal yang tidak terduga diputuskan pagi itu juga. Entah takdir apa yang mempermainkan pagi itu. Namun rasanya sangat panjang dan lama untuk melewatinya.
Kehidupan baru dimulai. Entah bagaimana akhirnya. Namun perubahan pasti terjadi nanti. Entah kapan, hanya waktu yang bisa menjawabnya.
- Season 1 selesai -