bab 2

1565 Words
“Astaga! Jalannya macet lagi! Aku kan jadi telat!” Sofia mengomel sendirian sambil terus melangkah cepat dan lebar memasuki lobi kantornya. “Sofi! Kok kamu telat, sih?” tanya salah satu dari teman sekantornya yang mendapati Sofia datang jauh dari jam masuk kerja. “Jalannya macet, ada perbaikan lampu jalan, makanya aku telat,” jawab Sofia tanpa menghentikan langkahnya. Ia sedang terburu-buru, tetapi justru diajak berbicara oleh kawan kerjanya. “Kamu memang pintar buat nyari tanggal untuk telat masuk kantor, Sof,” imbuh temannya itu lagi. Sofia mengernyit dan mendadak mematikan langkahnya. Ia memutar tubuh guna menghadap temannya itu, “Maksud kamu apa, San?” Sofia telat bukan karena ingin, bukan juga karena tahu apa yang akan terjadi di kantor pada tanggal ini. Ini semua karena lampu jalan yang rusak. Sania mengulas senyum kecut. “Hari ini bos baru masuk dan tadi kamu dicari sama beliau,” jawab Sania cepat dan menatap Sofia dengan tatapan serius. Deg! ‘Mati aku!’ kutuk Sofia dengan menepuk lembut jidatnya. Bisa-bisanya dia lupa untuk datang tepat waktu di hari penting. Ini semua gara-gara mantan sialannya itu. Kalau bukan karena dia, Sofia tidak akan menyentuh minuman memabukkan itu. Jika bukan karena minuman yang mengambil kesadaranya itu, ia tidak akan berakhir menghabiskan malam bersama pria asing dan mengakibatkannya telat masuk kantor. Ini juga salah petugas pengganti lampu yang memasangnya di jam sibuk. “Duh, San! Aku kok lupa kalau hari ini bos baru masuk,” gumam Sofia dengan tatapan panik. “Gimana, nih?” Ia memasang wajah meminta tolong pada Sania. Akan tetapi, Sania tidak bisa membantu banyak. Sofia harus bertanggung jawab atas kesalahannya sendiri. “Ya, sana samperin bos baru di ruangannya! Kamu tadi diminta ke sana kalau sudah datang,” jelas Sania panjang lebar. "Semoga kamu baik-baik aja di sana. Aku cuma bisa berdoa buat kamu." “B-bosnya galak, ya?” tanya Sofia takut-takut mendengar pernyataan Sania. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika ia diberi hukuman kejam, ceramah panjang lebar, atau dipaksa untuk kerja lembur hingga tidak bisa pulang. “Kamu nilai saja sendiri, Sof,” putus Sania sembari menepuk pundak Sofia untuk menenangkan. Jawaban Sania itu sukses membuat jantung Sofia berdetak kencang. Wanita cantik itu harus mempersiapkan mentalnya untuk menghadapi boss barunya. “Iya sudah, aku pamit, San. Makasih, ya!” ucap Sofia kemudian melanjutkan langkahnya menuju kubikel lift, tidak mau membuang-buang waktunya lebih lama lagi. Mulutnya terus berkomat-kamit berharap agar bos yang akan dia temui adalah orang yang penyabar dan mudah memaafkan kesalahan. Ting! Kubikel lift itu akhirnya sudah membawa Sofia ke lantai yang ia tuju. Sofia ingin pintu lift ini tidak terbuka saja, tetapi pada akhirnya tetap terbuka. Sofia melangkah gontai keluar dari kubikel lift, perasaannya mendadak tidak enak. Perutnya mual karena perasaan gugup yang kuat. ‘Semoga saja bosnya tidak galak-galak amat,’ doa Sofia di dalam hati. Tok! Tok! Sofia mengetuk pintu yang tertulis: Director c*m CEO of Cahaya Megah Holding’. Ia menggigit bibir bawahnya. Perasaan gugup semakin parah saat ia menunggu suara untuk memanggilnya masuk. “Masuk!” Satu seruan dengan udara berat kedengaran dari dalam membuat bulu kuduk Sofia berdiri seketika. ‘Tenang, Sofia. Ngapain takut? Bos itu setan juga bukan, dia sama manusianya dengan aku,’ batin Sofia dalam diam, sekadar untuk menghibur dan menyemangati dirinya sendiri. Klek! Seorang wanita cantik membukakan pintu untuk Sofia. Saat Sofia masuk, wanita itu berjalan keluar. Wanita itu adalah sekretaris bos baru Sofia. Dengan memantapkan diri, Sofia memberi salam, “Permisi, Tuan, saya-” Perkataan berhenti di tengah-tengah. Urung sudah rencananya untuk memperkenalkan diri dan meminta maaf karena sudah datang terlambat. Itu semua karena melihat wajah tampan pria yang sedang duduk di kursi kebesaran itu. Pria itu menatapnya tajam dan sinis, membuat Sofia dengan cepat menundukkan wajahnya. Ia sudah tidak ada bedanya dengan kelinci yang hendak diterkam binatang buas, meringkuk dan menggigil ketakutan. Sofia sekali lagi meneguk ludahnya. Di tengah ketakutannya, ia anehnya merasa melihat pria itu sedang menyeringai saat melihatnya. Sebenarnya tidak hanya Sofia yang terkejut, tetapi pria itu sama terkejutnya. Namun, ia dengan cepat mengendalikan emosi wajahnya dan tidak membiarkan Sofia menyadarinya sedetik pun. “Sa-saya Sofia, Tuan. Maaf karena datang terlambat di hari penting ini,” ucap Sofia takut-takut. “Jadi Anda yang namanya Nona Sofia?” tanya pria tampan di depan sana dengan picingan mata yang bisa dirasakan oleh Sofia. Glup! Sofia menelan kasar ludahnya sendiri. Ia sudah pasrah dengan nasibnya ke depan. “Be-benar, Tuan.” “Charles Levin.” “A-apa?” tanya Sofia dengan tatapan bengong. Ia tanpa sadar mengangkat wajahnya untuk melihat pria yang tidur dengannya semalam kemarin. “Jangan memanggil saya dengan panggilan tuan saja, karena saya punya nama,” jawab Charles tanpa mengalihkan tatapannya dari wajah cantik Sofia yang ketakutan. “Jadi nama Tuan siapa tadi?” Pertanyaan bodoh terlontar dari bibir Sofia saking gugupnya dia. Ia tidak sempat mengingat nama yang diucapkan secara tiba-tiba itu. “Apakah saya harus mengulanginya sekali lagi, hmm?” tanya Charles dengan alis yang menukik tajam. Bulu kuduk Sofia kembali berdiri. Ia menggeleng dengan cepat. “Ti-tidak usah, kok. Sa-saya sudah ingat.” Sekali lagi Sofia tidak bisa mengontrol dirinya daripada terus tergagap-gagap saat bicara. Meski berbicara seperti itu, ia terus berusaha untuk mengingat siapa nama pria itu. “Bagus kalau begitu!” Charles tersenyum puas, membuat wajahnya semakin terlihat tampan. Namun, anehnya membuat Sofia merasa jengkel setengah mati. Charles seperti sedang mempermainkannya. “Ada kebutuhan apa Tuan mencari saya?” tanya Sofia yang sudah mulai mengumpulkan sedikit keberaniannya. Charles mengernyit seketika dan bertanya, “Jabatan kamu apa?” “Kepala departemen pemasaran, Tuan Charles.” jawab Sofia. “Oke, kalau begitu saya tukar.” “Tukar? Maksudnya apa?” tanya Sofia kebingungan. Pikiran Sofia sudah dipenuhi dengan bayangan yang tidak-tidak. Apa hanya karena datang terlambat jabatannya harus diturunkan? Padahal ia sudah bersusah payah agar bisa menjabat di bagian ini. Kepanikan seketika melanda Sofia. “Jangan! Kumohon jangan.” Sofia mendadak menggeleng dengan kencang. Ia sudah tidak bisa menyembunyikan rasa panik dan takutnya. Melihat hal itu, Charles justru semakin melebarkan seringainya. Apa ia merasa senang melihat Sofia memohon seperti itu? “Apa maksudmu ‘jangan’? Mulai sekarang kamu yang menjadi sekretaris saya.” Charles menekan nada bicaranya. “Apa? Jadi sekretaris?” Sofia mengulang perkataan Charles tidak percaya. “Kenapa? Apa kamu tidak mau? Sayang sekali, saya tidak menerima sembarang bentuk penolakan. Sekarang siap-siap gantian sama ondel-ondel di depan sana.” tegas Charles lagi dengan nada memerintah. ‘Apes kali hidupku. Kenapa harus aku?’ batin Sofia. Ia tidak bisa menolak atasannya. Sofia akhirnya membalikkan tubuhnya untuk meninggalkan ruangan mewah itu dengan menerima pemerintah yang baru saja diperintahkan kepadanya. “Satu lagi,” Charles kembali angkat bicara dan menghentikan langkah Sofia untuk membuka pintu ruangan, “saya tidak akan tanggung jawab jika kamu hamil!” Tekan pria itu lagi dengan jelas. Sofia terkejut, tetapi ia segera menarik napas panjang. Ia dengan cepat kembali membalikkan tubuhnya, guna menghadapi bos arogannya itu. Sofia mendongakkan wajah, menatap nyalang pada pria berwajah tampan di depan sana. Ketakutannya yang tadi menyelimuti sekarang sudah menghilang. “Saya juga tidak butuh pertanggungjawaban Anda, Tuan! Mohon jangan pernah membahas ini lagi ke depannya. Mari sama-sama melupakan apa yang sudah terjadi semalam. Saya sudah menganggap kejadian itu sebagai aib besar dalam hidup saya,” ucap Sofia panjang lebar, menahan rasa malu yang sudah di ubun-ubun. ‘Ternyata dia mengenalku,’ batin Sofia menjerit. Ingatannya kembali pada kejadian tadi malam yang sungguh di luar pertimbangan akal sehatnya. Bisa-bisanya Sofia melakukan kejadian memalukan itu. “Bagus kalau begitu,” ucap Charles tanpa menatap ke arah lawan bicaranya. Ia sudah berkutat kembali dengan pekerjaan yang sudah ia tunda. ‘Sombong sekali dia.’ “Percuma ganteng tapi jutek,” gumam Sofia dengan amarah yang menggebu-gebu. “Saya mendengarnya, Nona Sofia.” Sofia tidak menghiraukan itu, ia dengan cepat melangkah keluar dari ruangan atasannya itu dengan perasaan dongkol. “Mbak Sofia, tadi saya dengar-” Sofia mengangkat tangannya pada wanita cantik yang memanggilnya, siapa lagi jika bukan sekretaris Tuan Charles Levin yang sebelumnya dipanggil ‘ondel-ondel’ dengan tidak berperasaan. Bisa-bisanya wanita secantik itu dipanggil dengan julukan aneh seperti itu. ‘Mata Tuan Charles tidak buta, kan?’ batin Sofia kesal. “Tenang saja, kamu tetap pada posisi kamu karena saya tidak akan merebut posisi sekretaris itu,” ucap Sofia. “Tapi Mbak-” “Emang kamu bisa melakukan pekerjaan yang saya kerjakan saat ini?” tanya Sofia dengan picingan mata. Wanita cantik di depannya itu menggeleng cepat. “Tidak bisa.” “Makanya kamu diam-diam saja di sini. Saya mau kembali ke ruangan. Anggap saja tidak pernah terjadi apa-apa,” perintah Sofia. Ia tidak bisa memberikan pekerjaannya dengan Sofia. Bisa-bisa nanti jadi kacau. Masih banyak yang harus dia lakukan dan tidak bisa dialih tangan begitu saja. “Tapi kalau Bos marah gimana, Mbak?” tanya wanita itu dengan tatapan nelangsa membuat Sofia tidak tega saat menatapnya. Wanita itu kembali melanjutkan bicaranya, “Saya bisa belajar kok Mbak, kalau Mbak Sofia sudi mengajari saya.” Sofia menggeleng lemah, “Zaman SMA udah kelar, tidak ada proses ajar-mengajar lagi. Saya tidak punya waktu untuk mengajari kamu semuanya. Makanya saya minta sekarang ini kamu teruskan saja menjadi sekretaris dan saya akan tetap pada posisi saya. Bisakan?” Sofia sepertinya mulai jengah. “Bisa, Mbak.” “Bagus, sekarang saya benar-benar permisi,” putus Sofia yang mulai mengambil langkah. “Siapa bilang ‘bisa’, hah?” tanya satu suara bariton yang muncul secara tiba-tiba, membuat Sofia dan si sekretaris tersentak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD