Positive!

1238 Words
Tangan Gladys bergetar saat melihat benda pipih berwarna putih itu menunjukkan tanda plus, sebagai indikasi kalau hasilnya positif. "Ini gak mungkin!" batinnya tak percaya. "Gue gak mungkin hamil! Nih alat pasti rusak!" teriaknya panik. Dalam keadaan bingung bercampur syok dia melemparkan testpack tersebut sembari menjerit histeris bak orang kesurupan. "Dys, ada apaan sih lu teriak-teriak?" pekik Shermaine, teman satu kos Gladys, sembari mengetuki pintu kamar mandi dengan panik. "Anu ... hmm, eng-nggak, gue gak apa-apa," jawab Gladys terbata. Ia segera memungut testpack yang tadi sempat dia lempar ke lantai. Lalu membungkusnya dengan tisu, dan menyelipkan benda pipih itu ke dalam saku celana. "Dys, lu gak apa-apa 'kan?" Shermaine kembali mengetuk pintu kamar mandi. "En-nggak, lu pergi duluan aja Beb, entar gue nyusul." "Serius nih? Lu beneran nyusul 'kan?" tanya Shermaine lagi. Gladys mengembus nafas kasar,"iya!" Dia tak mau keluar sebelum memastikan partner in crime-nya itu benar-benar meninggalkan kamar kos. Ia merasakan lemas di sekujur tubuhnya. Serangan syok membuat otot dan tulang-tulang di tubuhnya seolah-olah tercabut dari tempatnya. "Ya Tuhan, bagaimana ini?" batinnya sambil menggigit bibir. Tok ... tok ... tok ... "Apa?" sahut Gladys. "Gue duluan ya," pamit Shermaine. "Yo'i!" jawabnya cepat. Setelah mendengar suara pintu kos tertutup, tanda kalau Sher sudah benar-benar pergi. Ia mengendap-endap keluar seolah maling yang takut ketahuan. Setelah memastikan semuanya aman, ia segera membanting dirinya ke atas kasur. Kedua mata dengan bulu lentik itu menatap nanar ke langit-langit kamar kos. Pikiran Gladys melayang tak tentu arah. Semua ini diluar perkiraannya. Ia pikir dengan segala metode yang ia dapat dari internet, bisa menghindarkan dirinya dari kejadian semacam ini. Hamil, tanpa tahu siapa ayah dari janinnya? Sungguh sesuatu yang mengerikan. Beberapa saat kemudian ia meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas.Jemarinya mulai mengetikkan kata kunci tentang kehamilan, penyebab keguguran di mesin pencarian. Beberapa kali klik dan baca, tak ada satupun opsi yang dirasa membantu, ia pun melempar ponselnya ke lantai dengan kasar. Gladys beranjak dari ranjang dan segera membuka jendela kamar. Tangannya kemudian mengambil sebatang rokok di atas nakas dan menyulutnya. Dalam keadaan frustasi ia masih bisa menikmati hasil pembakaran dari nikotin dan tar tersebut. Setelah merasa agak tenang, ia memungut ponselnya yang berantakan di lantai lalu memasangnya kembali. Kemudian ia membuka satu per satu akun media sosial yang seharian ini belum ia cek, berharap pria itu menghubunginya. Pria yang menurutnya berpeluang paling besar dalam menanamkan benih di rahimnya. Namun, yang ia temukan justru pengikut baru. Rata-rata dari mereka adalah mantan one night stand partner-nya. Steve Damian "Hai, ketemuan yuk!" Lucas Moura "Can we meet? I missed you so much." Randy Seph (X) "Roftoop hotel Dviosa. Aku tunggu kehadiran kamu cantik." "CIH!" batinnya Masih banyak pesan berderet lain, tapi Gladys sungguh-sungguh tak ingin membacanya sekarang. Gladys lalu mematikan rokok dengan melumatkan ke asbak. Mungkin lebih baik baginya untuk keluar mencari udara segar daripada harus mengurung diri di dalam kamar dan kehilangan kewarasannya secara perlahan. Dengan secepat kilat ia mengganti celana dengan rok super mini, kaus gombrang dengan backless top berwarna marun. Rambut barunya yang terinspirasi dari artis korea Han So Hee, ia biarkan terurai. Kaki jenjang ber-stocking sewarna kulit itu terekspos jelas. Membuat lelaki manapun akan kesulitan menelan saliva jika melihatnya. Kulit Gladys memang bisa dibilang lebih putih daripada teman-temannya, padahal bisa dibilang ia tak terlalu rewel soal perawatan meskipun dia berasal dari keluarga mampu. Tak lupa ia memoleskan lipstik berwarna pink ke bibirnya. Lalu memakai highheels branded pemberian, entah siapa-ia lupa. Yang jelas dari salah satu partner one night-nya. Inilah yang dilakukan seorang Gladys Argana Putri, perempuan berusia dua puluh lima tahun, yang dikenal menghabiskan hidup untuk hura-hura. Muda kelabing ria, tua travelling ria, mati masuk surga jalur VIP. Itu jargon tak waras dari seorang Gladys yang memang dikenal sedikit miring otaknya, untung saja dia cantik. Untuk hari ini-dengan sangat terpaksa, dia harus memesan taksi daring. Karena si hitam sedang di reparasi setelah insiden tabrakan kecil yang dialaminya beberapa waktu lalu. Sedangkan mobil mewah berlogo kuda jingkraknya sedang dalam masa penyitaan oleh sang mama, karena dirinya mangkir dalam upacara sakral-ulang tahun pernikahan kedua orang tuanya. "Pak cepetan ya! Keburu telat nih!" titah Gladys yang langsung diangguki sang sopir berjaket hijau. Tak memakan waktu lama, sampailah ia di kelab malam yang terkenal sebagai tempat nongkrong para kaum penikmat malam dari kalangan atas. Gladys-dengan rasa percaya diri penuh, pun memasuki tempat itu. "Maaf mbak, undangannya mana?" tanya seorang guard yang berjaga di depan pintu kelab. "Loh kenapa harus pake undangan?" "Tempat ini sudah di booking oleh Nona Alicia, bos kami," jelas si penjaga yang memakai kacamata hitam, bahkan di malam hari. "Eh pak, gue bilangin ya. Gue ini Gladys Argana, pelanggan vip tempat ini. Jadi gak perlu undangan buat masuk donk!" solot Gladys. Namun, kedua lelaki bertubuh besar itu tetap tak mengijinkan Gladys masuk. "Silakan Mbak pergi dari sini, pintu keluar ada di sebelah sana." Seorang dari mereka mengatakan dengan agak sopan, tak sekasar satunya. "Udah gue bilang, gue nggak mau pergi. Gue maunya masuk ke sana!" jawab Gladys tak gentar. "Maaf, mbak-" Seorang guard memegang lengannya. "Ehh ... jangan sentuh-sentuh gue!" Dia mendorong salah satu guard yang akan mengamankannya, menjauhi pintu masuk. Dengan sangat terpaksa, Gladys pun minggir dan langsung menelepon Shermaine. "Sher, lu dimana sih? Nih penjaga-penjaga rese ngelarang gue masuk!" "Penjaga apaan?" jawab Shermaine dengan nada bingung. "Lu emangnya dimana sekarang?" balik Shermaine. "Borjuise." "Tuh kan, lu salah alamat. Kita-kita lagi di rooftop Dviosa nih, lagian ngapain lu di sana? Kan gue udah bilang kalau si nenek lampir Alicia, lagi ngadain pesta. Semua yang di Borjuis udah dia booking," "Hah? Masa sih? Kapan lu bilangnya?" "Yaelah, lu cek aja we-a lu!" Gladys segera mengecek aplikasi perpesanannya. "Oke deh gue kesana sekarang!" KLEK! Dengan perasaan jengkel bin dongkol, Gladys terpaksa kembali mencari taksi daring untuk mengantarkannya ke hotel Dviosa. Sungguh malang nasibnya, beberapa orderannya ditolak. Jadi terpaksa ia harus berjalan menyusuri trotoar, dengan penampilannya yang seperti sekarang ini. Tentu itu bukan ide bagus, orang bisa saja salah paham dan menganggapnya sebagai perempuan yang dapat 'dipakai' sembarangan. Benar saja, saat ia baru menjejakkan langkah ke luar area Borjuis para preman sudah bersiul-siul memanggili namanya dengan sebutan 'baby' yang kalau dilafalkan oleh mereka menjadi lebih terdengar seperti hewan berwarna pinkish dan gemuk berlemak itu. Tak ingin berurusan dengan para preman, Gladys berjalan secepat yang ia bisa. Tapi, ia harus tetap hati-hati agar heelsnya tak masuk ke dalam ranjau berbentuk lubang-lubang kecil di sepanjang pedestrian. "Baby, Sini donk temenin abang dulu." "Abang kesepian nih!" "Malam-malam, dingin gini enaknya ngapain ya baby?" "Baby, seratus ribu deh satu jam. Abang rela!" "Cuih! Menjijikkan sekali!" sungutnya dalam hati tanpa berani mengutarakan. Teriakan-teriakan sumbang itu membuat Gladys meringis menahan kengerian dalam hati. Setelah berjalan agak jauh, dan dirasa aman ia berhenti sejenak. Entah kenapa tiba-tiba ada rasa yang tidak nyaman di perutnya. Sesuatu seperti berputar-putar, membawa rasa mual yang datang tanpa permisi dan ... Hoekk! Gladys menguras isi perutnya di pinggir jalan. Tak biasanya ia begini. "Wah, Eneng jangan muntah di dekat lapak jualan saya donk!" protes si penjual duren dengan nada marah sambil memelototi Gladys. "M—maaf, Bang. M—maaf!" Setelah menutupi bekas muntahan dengan tanah seadanya ia segera menjauh dari lapak si penjual duren. "Sejak kapan ya gue jadi gak tahan bau duren?" batinnya mengerutkan dahi. Padahal dia dikenal sebagai ratu durian, ia bahkan pernah memenangkan lomba makan duren di kampus. Beberapa tahun lalu, ia mampu menghabiskan lima biji buah durian tanpa merasakan efek apapun. Bukan hanya buah duren, tetapi pada kenyataannya ia memang doyan duren.Duda keren.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD