Bab 2 Wanita dengan Reputasi Buruk

1568 Words
Hari Senin. Hanania Hanan berjalan gontai di lorong kantornya, di ketiaknya terjepit buntelan refrensi pakaian yang harus dikerjakannya minggu ini sampai selesai. Kedua kantung matanya gelap, semalam tidak bisa tidur gara-gara masih emosi memikirkan ketidakadilan yang menimpanya kemarin. Wanita muda ini berjalan menyeret kakinya dengan tidak rela. “Kalau tidak harus membayar denda dan butuh uang, aku akan resign dari tempat ini!” koarnya dalam bisikan galak miliknya. Baju sifon putih lengan panjang berendanya kusut dan panjang lengannya tidak sama. Satu-satunya yang terlihat rapi darinya adalah rok pencil di bawah lutut yang licin, padahal dia baru tiba di kantor 1 jam lalu. “Hana!” teriak Emily riang, wajahnya yang semula ceria perlahan-lahan memucat kelam melihat tampilan wanita di depannya. “Ada apa dengan wajahmu?” lanjutnya dengan nada tertahan mengerikan, membeku di tempatnya. Hana tidak segera menjawabnya, malah meliriknya dengan tatapan menusuk yang membuat Emily merinding. “Aku yang harusnya bertanya padamu, sejak kapan kau pakai lensa kontak dan make up menor begitu? Kesambet setan apa?” cibirnya, mata menyipit tidak percaya. Mata menilai dari atas ke bawah melihat kombinasi riasan terang itu dengan rajut wol merah lengan panjang dan jeans hitam. Emily tertawa malu-malu, mengusap rambutnya dengan gaya centil dan menyelipkannya di balik telinganya. “Kau tidak tahu? Hari ini Pak CEO kantor pusat akan datang berkunjung. Katanya dia sangat tampan kayak aktor gitu,” Emily cengar-cengir tidak karuan, mata mengerjap-ngerjap nakal. Hana terbodoh mendengarnya, mata membulat nyaris keluar dari tempatnya. “Lalu, kau dandan kayak mau ke pesta Halloween seperti ini demi menyambut Pak CEO ganteng itu?” ujarnya seraya membanting buntelan tadi, mata melirik rekan kerja wanita lainnya sibuk berdandan heboh di meja kerja masing-masing. Ampun! Emang Pak CEO tampan itu seganteng apa sampai mereka harus dandan gini segala? batin Hana, entah kenapa tak suka dengan suasana kantornya yang tiba-tiba seolah menjadi belakang panggung runaway sebuah acara pameran model pakaian. “Ehehehe! Hana! Kenapa kau tidak ikutan saja seperti kami? Daripada badmood seperti ini, lebih baik dandan cantik, kan? Kau dilirik Pak CEO tampan itu, bukannya jadi rejeki nomplok? Kau, kan, cantik~” “Khayalanmu terlalu tinggi! Kau ini baca novel apa, sih, sekarang? Jangan bilang novel cina lagi, ya!” Hana duduk bersandar di meja dengan tangan kanan menyangga kepalanya, menatap Emily yang duduk di dekatnya, wajah kecil nan manis Emily tersenyum-senyum bodoh. Perempuan berambut hitam sebahu itu memajukan mulutnya, protes dengan dandanan lawan bicaranya, “kau tidak cocok memakai riasan seperti ini, lebih cocok yang manis alami seperti biasanya saja. Buat apa disukai oleh pria kalau harus jadi orang lain? Nggak banget, dah.” Emily tampak berpikir, telunjuk kanan menyentuh bibir bawahnya. “Benar juga, sih. Aku dengar Pak CEO ini tipe yang sangat tegas. Aku, sih, sukanya tipe CEO yang manis dan bucin abis, kalau tegas dan dingin, bukan tipeku banget. Kesannya nyeremin. Pria seperti itu cocok dengan yang feminim, kan?” “Nah, kan? Jangan ikut-ikutan, deh. Kamu, kan, juga belum lihat mukanya kek apaan. Kalau cuma dilebih-lebihkan, nanti malah patah hati. Kalau dia botak, pendek, dan gendut, mau? Atasnya botak, rambut belakangnya tipis-tipis gitu. Mau?” terang Hana, tangan kiri digerak-gerakkan di belakang kepalanya dengan santai. Emily memucat, langsung terbayang hal horor dalam benaknya. Wanita muda manis berambut pendek sebatas leher ini langsung menggeleng cepat. “Kalau begitu pinjam make up remover-mu, dong~” ucapnya memohon dengan mata berbinar-binar. “Hah! Kenapa kau ini mudah sekali ikut-ikutan, sih? Syukur punya teman sepertiku yang punya akal sehat sejernih air mineral,” katanya dengan dagu terangkat sombong. “Akal sehat sejernih air mineral? Jadi, akal sehatmu hanya seharga 5000 atau 10000? Apa aku bisa membelinya?” Suara berat penuh sindiran yang terdengar dari belakang kepala Hana tiba-tiba membuat tensinya naik. Spontan kursinya dibalik menghadap ke arah sumber suara menyebalkan itu. Gigi digertakkan kuat-kuat, “ADHITAMA SIALAN! TIDAK ADA YANG MINTA KOMENTARMU!” Hana mengepalkan kuat-kuat kedua tangannya, amarahnya kembali muncul. Mata indah itu seolah sudah terlihat kobaran api. Dengan lirikan cepat, tangan kirinya meraih stepler dan melemparnya ke arah pria berkaos putih polos itu. “HANAAAA!!!” teriak Emily dengan wajah panik. TAK! Benda besi itu untungnya bisa ditangkap dengan cepat menggunakan tangan kanan bebas sang pria. “HANANIA HANAN!” bentak Adhitama dengan wajah galaknya, suara menggelegar sampai semua orang yang berada di ruangan itu menjadi hening dan menatap ke arah mereka. Hana melorot di kursinya, kaget sendiri menyadari apa yang baru saja dilakukannya. Bisik-bisik pun mulai terdengar di sekitarnya. Dengan bibir tergagap, perempuan cantik ini mengerjap-ngerjap matanya dengan wajah polos tak berdosa, “a-a-aku... i-i-itu... sta-stapler-nya...” “Kak Adhit nggak apa-apa?” tanya Emily, menggigit kuku jarinya, terlihat gelisah. Stepler tadi diletakkan dengan kasarnya hingga menghantam permukaan meja tak jauh dari meja Hana. TAK! “Aku kira sifatmu yang sembrono hanya ada saat bekerja, rupanya itu adalah sifat aslimu selama ini. Wanita barbar,” sindirnya dengan sebuah decikan lidah di akhir kalimat. “Ap-apa  katamuuu???” desis Hana tergagap, kemudian menggertakkan gigi kuat-kuat dengan wajah tak percaya, mata melotot menahan marah. Tubuhnya sudah siap bangkit untuk maju menerjang ke depan, tapi Emily menahannya dengan cepat. “Hana! Ini tempat kerja! Ada banyak saksi mata kalau kau menendangnya! Dia bisa menuntutmu! Fansnya juga pasti akan membencimu!” peringat Emily berbisik, saat satu kaki wanita itu sudah maju ke depan siap untuk meraih lawan bicara menyebalkan itu. Adhitama menggelengkan kepala melihat tingkah laku Hana yang sudah menatapnya galak seperti kucing siap cakar-cakaran, Emily sekuat tenaga menahan kedua lengannya di kursi dengan begitu gigih. Pria yang menurut Hana sok keren itu akhirnya berteriak memecahkan ketegangan di ruangan sembari meletakkan sebuah kantong plastik putih besar di atas meja. “Ini bakso bakar untuk kalian semua. Silahkan makan sepuasnya,” matanya lalu melirik ke arah Hana dengan dinginnya, “kecuali untuk satu orang.” Mata Hana melotot hebat, merasa terhina. “Heh! Siapa yang minta juga?! Aku tidak suka bakso bakar! Tidak sudi makan pemberianmu!” raung Hana dengan nada tidak sabaran. Para karyawan lainnya sudah berbondong-bondong menghampiri hadiah pagi-pagi  ini. Mereka mulai memuji dan berterima kasih pada Adhitama atas kemurahan hatinya dan mulai menyindir Hana yang terkenal memiliki temperamen buruk dalam bekerja. “Ah, Kak Adhi, jangan pikirkan perkataan Hana. Kita semua tahu kalau dia itu sedikit ini...” bujuk seorang wanita dengan jari telunjuk dimiringkan di atas keningnya. Adhitama mencibirkan mulutnya dengan ekspresi malas, melirik Hana yang sudah seperti gunung yang akan meletus. Mata berkilat penuh amarah. “Benar. Benar. Walaupun cantik, tidak seharusnya dia bersikap semena-mena seperti itu. Kita tahu kalau Kak Adhitama itu hanya suka bercanda, kenapa perkataan ringan seperti itu dianggap serius? Hana memang wanita yang terlalu sensitif. Itu tidak baik buat dirinya.” “Kak Adhitama begitu baik dan pekerja keras, berani melemparinya dengan tidak sopan. Kenapa bisa dia berada di tim kita, sih?” “Kak Adhi abaikan saja dia. Hana bukan wanita yang bisa diajak seru-seruan. Terima kasih atas traktirannya, Kak! Ini, aku ambilkan mantel kakak yang ketinggalan kemarin. Pasti sangat sibuk, ya, harus masuk kerja padahal sedang libur.” Sebuah mantel hitam diberikan pada Adhitama, diterima dengan ucapan terima kasih. “Wuah, mantelmu keren juga. Ini pasti mahal. Kapan-kapan, aku bisa pinjam, ya, Dhit!” cengir seorang pria muda di sebelahnya. “Apa?” “Ah~ hanya bercanda!” jawabnya cepat, karena raut wajah Adhitama sudah tidak enak dilihat. “Hei! Kak Adhitama itu paling keren di kantor ini, mana bisa kau pakai pakaian yang selevel dengannya. Bahkan, di kantor ini, tidak ada wanita yang pantas bersanding dengannya. Kalian sadar diri sedikitlah! Hana saja yang paling terkenal di sini tidak bisa disamakan levelnya! Cantik-cantik tapi kelakuan astagfirullah!” sindirnya dengan mata diputar malas. Seorang rekan kerja wanita lainnya mengomentari dengan pedas, lalu ditimpali oleh seorang rekan kerja pria lain. “Benar. Dia seperti itu mana ada yang mau? Maaf, Hana, kau bukan tipeku. Aku lebih suka seperti Emily, jinak-jinak merpati.” Suara tawa penuh hinaan meledak keras di ruangan itu. Adhitama mendengus mengejek melihat Hana yang sudah merah padam karena menahan diri, d**a perempuan itu naik-turun seolah hendak menguliti mereka satu per satu. “Kurrrranngg ajarrrrr~” cicit Hana dengan suara rendah tertahan, nadi di pelipisnya berdenyut kesal. “Ha-Hana! Jangan marah, dong! Kau, kan, tahu, kita semua suka bercanda padamu!” tahan Emily cepat, panik karena jelas perkataan itu tidak enak didengar. “Kau gila? Itu yang kau bilang bercanda? Mereka sedang menghinaku, Em! Dari dulu mereka sudah begitu! Aku salah apa selama ini sampai mereka suka bersikap begitu padaku?” Hana menahan api yang membakar dadanya melihat kerumuman itu sudah sibuk sendiri, begitu berisik sampai mengabaikan perasaan Hana yang jadi bahan pembicaraan seenak perut mereka, mengganggap Hana bagaikan udara kosong. “Awas saja! Akan kubalas penghinaan ini!” tekad Hana, menggigit gigi marah.  -------------------- *Catatan Author Halo! Nat-chan di sini!^^ Novel ini update suka-suka saya alias tak tentu karena hanya selingan di kala saya ingin cari suasana baru di tengah-tengah kesibukan dan kepenatan mengerjakan NIKAH KONTRAK DENGAN CINTA PERTAMA. (Ada di sini novelnya, dan koinnya mehong banget dan masih on going. Koin banyak = halaman juga banyak.) GRATIS = SABAAAARRRR Kalau suka dan bisa menunggu sampe lumutan bab barunya, silahkan masukkan ke pustaka kalian!^^ InsyaAllah ini akan saya tamatkan, dan tipe novel pendek. Soalnya saya sedang belajar buat novel pendek sekali tamat. INGAT! UPDATE NOVEL INI SUKA-SUKA HATI SAYA~ DILARANG TAGIH UP! KOMEN ISI CERITA BOLEH, SIH~ Kwkwkw~ Sampai jumpa di bab selanjutnya yang entah kapan update-nya~ Doakan saja, guys~ Bye-bye~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD