PART 8 - SUNGAI.

1818 Words
PART 8 - SUNGAI. Anggita terlihat senang bermain air di sungai. Kini ia dan Clarisa sedang duduk di pinggir sungai. Bahkan kedua kaki Anggita sudah masuk ke dalam air. Wajahnya seperti anak kecil yang baru melihat sungai. "Anggi, selain gak puas main ke ragunan, lo pasti gak puas main ke ancol." Mendengar ocehan sahabatnya, Anggita menoleh. "Kok lo tahu?" "Kelihatan dari cara lo main air di mari." Anggita tersenyum. "Lo tahu gimana bang Abdi. Kalau ke pantai Ancol, gue mana boleh deket-deket air. Selalu di larang. Yah resiko punya adik paling cantik sejagat, abang gue takut adiknya kenapa-kenapa." Clarisa menampilkan wajah menahan muntah. "Abdi itu tahu, lo itu langka. Makanya dia takut lo punah." "Enak aja," Anggita mendesis tak terima. "Ris, yakin lo di sungai ini gak ada buaya?" tanya Anggita takut-takut. "Ketemu buaya di sungai gak serem kok. Lebih serem ketemu buaya di darat." "Buaya darat maksud lo?" Clarisa mengangguk. "Gue serius Ris, ada buaya kaga?" wajah yang tadi ceria mendadak waspada. Bahkan Anggita sudah mengangkat kedua kakinya yang semula terendam di air. Melihat itu Clarisa tak dapat menahan gelak tawanya. Anggita yang merasa dikerjai, mencipratkan air ke wajah Clarisa. "Sialan lo, ngerjain gue!" bentak Anggita tak terima. Lalu mereka saling tertawa berdua. Dan kembali merendam kaki mereka di air. "Eh lo berasa gak sih, kita kaya bidadari kayangan yang turun dari langit lalu mandi di sungai," ucap Anggita dengan wajah menatap langit dan menerawang. Hari ini langit terlihat cerah sekali. Sekalipun sinarnya menyorot, tapi tidak terasa panas, justru lebih menyejukkan. Itulah bedanya matahari di kota dan di desa. "Lo tahu gak bedanya matahari di desa dan di kota apa?" tanya Anggita. "Mana ada bedanya. Kan matahari cuma satu." "Salah neng. Kalau di desa menyejukkan hati, kalau di kota menyesakkan hati, apalagi lihat harganya yang selangit." "Itu dept store, Anggi!" teriak Clarisa. Hening sejenak. "Tahu begini tadi aku bawa selendang Ris, biar kaya bidadari beneran." Anggita terkekeh. "Dan lo berharap datang Jaka Tarub ambil selendang lo gitu," ucap Clarisa sambil tergelak. "Jaka Tarubnya emang datang, tapi yang dia ambil bukan selendang gue, tapi selendang lo." Perkataan Anggita disertai wajah menggoda. "Maksudnya?" Clarisa tak mengerti. "Tuh di belakang lo, sang Jaka Tarub sedang menuju kemari." Clarisa menoleh ke belakang. Tak lama ia mengumpat yang membuat Anggita tersentak kaget. "Brengsekkkkk!! Ngapain tuh orang kemari." Clarisa bangkit dari sungai, naik ke daratan. Satu bulan yang lalu, mungkin Clarisa bahagia melihat sosok yang kini sedang melenggang berjalan ke arahnya. Jangan lupakan senyum manisnya yang muncul di wajah tampan lelaki itu. Tapi buat Clarisa justru senyum itu ibarat mengejeknya dan mengingatkan jika ia pernah jatuh ke pelukan lelaki yang sudah ia cap tukang selingkuh. Ia tak akan memberi kesempatan buat lelaki itu memasuki hatinya, sekalipun ia bertekuk lutut dan memohon dengan derai air mata. Hufff. Seolah yakin saja jika Martin akan melakukan itu semua. Martin, lelaki yang menampakkan senyum kebahagiaan, makin berbunga hatinya melihat sosok gadis pujaan hatinya. Tekadnya sudah bulat akan kembali meraih hati Clarisa, kalau perlu melamarnya segera. Ia akan membuktikan jika ia mencintai gadis ini dengan amat sangat. "Hay sayang. Lihat, aku sudah sampai di hadapanmu. Membawa rindu yang makin menumpuk di kalbu." Dengan senyum tanpa dosa, lelaki itu berdiri di depan Clarisa. "Martin? Mau apa kamu kemari?" tanya Clarisa sebal. Perasaan dia tidak pernah mengirimkan undangan untuk lelaki ini datang kemari. Tahu darimana dia alamat rumah ini? Clarisa menepuk keningnya. Dia pernah memberi tahu ketika mereka masih berstatus kekasih. "Aku mau ketemu kamu, aku kangen." Martin berucap dengan manis. "Ya ampun, gue baru tahu ada cowok model gini ya. Udah di putusin masih aja gak nyadar diri." Anggita berucap sambil membersihkan kakinya di pinggir sungai. "Gue gak ajak lo ngomong! Jadi lo tutup mulut lo yang kaya ember!" Martin berujar tak suka. "Mending ember, dari pada si Risa kaya toa." "Diem lo!" Kini baik Martin dan Clarisa menoleh dan teriak berbarengan. Anggita mengerjap. Mereka gak lagi akur kan? "Please Ris, kasih aku kesempatan kedua." Martin kembali memohon. Clarisa membalikkan badan, menghindari tatapan permohonan Martin. "Aku tahu kamu gak akan bisa jauh dari aku, setelah selama kini kita bersama. Aku yakin kamu masih cinta sama aku." Hadeh nih cowok songong amat ya. "Dengar Martin, kesalahan apapun bisa aku tolerir, tapi tidak selingkuh. Cowok di dunia ini bukan hanya kamu. Jadi aku lebih baik beralih ke lain hati, dari pada memberi kesempatan kedua sama kamu." Martin terkekeh. Membuat Clarisa mendelik. Apakah ada dari kata-katanya yang lucu? Emang sinting nih orang. Sementara Anggita akan menutup mulutnya, demi menonton drama gratisan di depan mata, yang saking gratisnya, tak perlu kuota apalagi internet. "Kamu yakin bisa menemukan pengganti aku? Ayolah Ris, selama ini hubungan kita baik-baik saja. Hanya kesalahan kecil gitu aja, sadis banget gak mau maafin." Martin menggeleng. Perkataan Martin membuat Clarisa makin berang. Brengsekkk! Memang cowok cuma dia aja gitu di dunia ini. "Dengar Tuan Martin Wibowo yang terhormat, yang merasa paling tampan se-Indonesia Raya." Clarisa mengangkat dagunya menatap pongah pada sang mantan kekasih. "Aku bahkan sudah menemukan pengganti kamu!" Martin menggeleng. "Siapa? Cowok yang mau di jodohkan sama orang tua kamu itu?" Clarisa menarik kembali wajahnya. Eh, kok dia tahu "Aku sudah bertemu dengan kedua orang tuamu, dan bicara dengan mereka. Jika kita sepasang kekasih." "Apa???" Mata Clarisa membola. Brengsek, bisa-bisanya nih cowok ahli selingkuh mendatangi kedua orang tuanya. Aduh, kenapa Ayah dan Ibu bicara sama makhluk astral ini sih. "Dan aku sudah mengatakan pada kedua orang tuamu jika aku akan segera melamarmu." Kini Clarisa ingin sekali mendorong lelaki ini ke arah sungai. Dengan penuh percaya diri ia berucap. "Martin, cowok modelan kaya kamu tentu mudah aku cari penggantinya." Martin bersidakep. "Clarisa, daripada kamu di jodohkan sama lelaki yang bahkan kamu gak tahu sifatnya kaya gimana. Lebih baik kita kembali bersama. Aku janji gak akan lagi selingkuhin kamu." "Aku tuh heran sama kamu, percaya diri sekali ya." Clarisa berdecak. "Aku bahkan sudah menemukan pengganti kamu, dan itu bukan cowok yang orang tua aku jodohkan." Alis Martin terangkat satu. "Oh ya? Kamu sudah menemukan pengganti aku?" Martin menunjuk dadanya sendiri. Clarisa mengangguk, sementara Anggita menunjukkan jempolnya pada Clarisa. Good girl. "Orang mana?" selidik Martin tak percaya. Kening Clarisa terlipat. Berpikir ayo berpikir. "Hmm asli orang sini. Makanya aku liburan kemari, karena aku mau menghabiskan tahun baru bersama dia." Bagus Clarisa, tancap terus. Batin Anggita yang kini sedang memainkan kakinya ke sungai. "Siapa namanya?" tanya Martin lagi dengan mata menyipit. Mereka baru seminggu berpisah, tak mungkin gadisnya sudah menemukan pengganti. Dia mengenal Clarisa dengan baik. Dia saja butuh usaha keras mendapatkan hati gadis ini. Dan sialannya ia nodai dengan drama perselingkuhan. Martin, kau memang b******k! Clarisa mengerjap. Ini beneran Martin sampai nanya nama segala. Mampus kau Ris. Batin Anggita. "Kamu pasti becanda kan Ris?" Martin terkekeh. Clarisa, ayo berpikir. Cepetan mikir. Otak kepala Clarisa memerintah. "Bima! Namanya Bima!" tegas Clarisa. Whatt! Anggita menoleh cepat ke arah sahabatnya. Entah apa yang ada di pikiran Clarisa, hingga lidahnya lancar melepas nama Bima. Martin mengusap dagunya, dengan raut wajah tak percaya. "Aku gak percaya Risa. Aku gak percaya," bisik Martin. Mati lo Ris. Anggita menggelengkan kepalanya, memikirkan nasib sahabatnya. Clarisa memutar bola matanya. Ia tak perduli apapun perkataan tukang selingkuh ini. "Lalu dimana kekasih kamu itu sekarang? Bisa kamu kenalkan aku sama dia?" Wajah Martin menunjukkan jika dirinya menyukai keadaan sekarang ini. Menggoda kekasih cantiknya. Karena sampai kapanpun Martin tak akan pernah mau menganggap Clarisa sebagai mantan kekasih. Clarisa kali ini lo beneran mati. Martin di lawan. Ketika Clarisa masih berpikir, dari jauh ia melihat sesosok tubuh sedang membawa kail. Itu beneran si abang kambing? "Sudahlah Ris, kamu menyerah saja. Daripada ...." Ucapan Martin terpotong, ketika ia mendengar teriakan gadis didepannya. "Hay sayang! Aku disini!" Clarisa berteriak bahkan menggapai-gapaikan tangannya ke udara. Anggita yang semula menunduk, langsung menoleh demi melihat siapa yang sedang Clarisa panggil. Ya ampun Clarisa! Lo beneran sakit jiwa! Martin pun ikutan menoleh ke belakang, demi melihat siapa orang yang kekasihnya maksud. ** Bima hari itu sedang ingin memancing di sungai yang ada di pinggir desa. Jadilah ia berjalan menyusuri pinggir sungai membawa kail. Biasanya jika memancing, ia menghabiskan waktu berjam-jam, bahkan lebih. Langkahnya terhenti ketika mendengar teriakan dari seseorang. Dia mengenal gadis itu. Clarisa, putri dari Pak Firman dan Ibu Nisa yang judesnya minta ampun, gak ketulungan. Keningnya berkerut. Lalu ia menoleh ke belakang, sekedar memastikan. Dan tidak ada satu orangpun di sekitar dirinya. Jadi pada siapa teriakan gadis itu. Kebingungan makin melanda, ketika ia melihat apa yang gadis itu lakukan. ** Martin terkekeh. "Aduh Risa, udah deh sandiwaranya. Jangan penuh drama deh." Namun, bola matanya hampir keluar ketika menyaksikan apa yang terjadi selanjutnya. Clarisa berlari ke arah Bima. Gila, dia memang gila. Clarisa berlari, dan ketika dekat ia menghambur ke pelukan Bima. Bima yang masih dalam mode bingung, semakin terkejut ketika melihat tubuh gadis itu menghambur ke pelukannya. Bagai slow motion, Bima melemparkan kail yang ia pegang demi menangkap tubuh Clarisa dan memutarnya perlahan. Setelah memutarnya, Bima mendaratkan kembali tubuh mungil itu ke tanah. Selanjutnya ia merasakan bagaimana tangan mungil itu merangkum kedua pipinya dan mendekatkannya pada wajah sang gadis. "Jangan bergerak, begini saja dulu," bisik Clarisa dengan napas memburu. Bahkan Bima dapat mencium napas harum yang keluar dari mulut Clarisa saat ia berbisik. Anggita yang awalnya duduk sontak bangun dengan mulut terbuka. Clarisa lo benar-benar gila beneran. Sementara Martin tak kalah terkejut. Clarisa kekasihnya, yang dua tahun bahkan berada terus di sampngnya, yang bahkan tak pernah memeluknya, kini sedang berada di dalam pelukan lelaki lain. Demi Tuhan apa yang mereka lakukan kini membuat Martin ngiri maximal. Jangan kata memeluk tubuh mungil gadis cantik itu. Ia masih mengingat tamparan gadis itu di pipinya kala mencuri ciuman. Hatinya teriris makin pilu membayangkan, dulu Clarisa hanya memberi waktu sebentar hanya untuk menggenggam telapak tangannya. Entah apa yang Clarisa lakukan dan lelaki itu. Karena tubuh kekar lelaki itu menghalangi mata Martin melihat apa yang mereka lakukan. Yang jelas terlihat lelaki itu menundukkan wajahnya. Sialan! Mereka melakukannya dengan tubuh membelakangi posisi Martin. "Aku gak tahu apa maksud kamu berbuat begini," bisik Bima dengan mata menatap mata gadis yang telah lancang mendaratkan kedua telapak tangannya di kedua pipi Bima. Tak tahukan gadis ini, perbuatannya membuat sesuatu di dalam d**a Bima berdegup kencang. "Tolong begini saja dulu beberapa saat," bisik Clarisa dengan nada memohon. Bima mendesis. Jarak mereka bahkan teramat dekat sekali untuk orang yang baru kenal. "Apa untungnya buat aku?" bisik Bima sambil menghidu aroma bunga melati di tubuh gadis yang masih anteng dalam pelukannya. Bahkan Bima menyadari jika kedua tangannya bahkan masih bertengger di pinggang Clarisa. "Ada lelaki b******k yang gak terima aku putusin di depan sana." Bima mengangkat satu alisnya. Ia ingat lelaki yang semula berdiri berhadapan dengan Clarisa. "Kamu manfaatkan aku?" Bima tak terima. "Anggap kamu menolong aku, hari ini." "Kalau mau bermain-main sama aku, jangan tanggung-tanggung nona." "Apa maksud ...." Belum selesai ucapan Clarisa, matanya membola ketika melihat lelaki ini menyambar bibirnya. Notes : Aku update setiap hari Rabu dan Minggu ya. Semoga suka ya. Love Herni. Jakarta 18 Juli 2021
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD