Familiar (part 2)

1083 Words
‘Huft’ Untung saja aku membeli beberapa kue sebelum pulang ke apartemen awal long weekend sebelumnya. Cukup untuk menyelamatkan mood ku selama liburan ini. Banyaknya waktu luang aku membersihkan seluruh apartemen Ica ini. Aku sangat yaking ada Ica pun dia tidak akan membantu. Ica akan menyemangatiku dengan sogokan banyak kue. Maklum nona besar yang biasa dilayani harus belajar mandiri. Tapi rasanya aku cukup kesepian tanpa sahabat yang kuanggap saudariku itu. Pagi ini aku bangun cukup awal. Aku mempersiapkan sarapan untukku sendiri. Lalu bersiap-siap ke kantor untuk magang lagi. Bedanya ParaGroup dengan perusahaan lain, mereka memberikan gaji kepada karyawan magangnya. Membuatku cukup bersyukur. Tidak heran mereka banyak menjadi incaran anak magang. Sebenarnya aku cukup beruntung bisa masuk tahun ini. Karena yang kudengar dari senior-seniorku, tahun ini mereka tidak membuka lowongan magang. Karena ada permasalahan sebelumnya. Sepertinya aku harus mentraktir Clark untuk itu. “Pagi Mba Ana” “Pagi Meena, good luck” Resepsionis yang baik hati itu membalas sapaanku dengan senyum yang cerah. Setidaknya masih ada prang yang ramah padaku di perusahaan ini. ‘rogoh rogoh’ ‘Loh! Mana ID Card ku?! Kemarin sebelum lbur masih ada. Terakhir aku keluar masih tap kartu ID ku itu. Tidak mungkin juga ketinggalan di apartemen. Saat membereskan apartemen kemarin tidak ada ID card yang berserakan. Aku sangat yakin ID itu ada di dalam tas. ‘Mari kita ingat-ingat lagi. Setelah pulang kantor, aku pergi ke café, lalu minum dan makan kue. ID Card kuletakkan di meja. Kemudian saat pulang kugenggam bersama kue yang kubeli. Saat itu menabrak dan kuambil lagi. Tunggu-tunggu. Yang kuambil hanya paper bag kue. ID Card ku tertinggal!’ ‘Da*n young man!’ Biasanya aku tidak mengumpat seseorang seperti ini. Tapi ini sungguh menyebalkan. Tak hanya merusak moodku saat itu. Ini juga bisa membuatku terlambat dan ya, diomeli lagi pastinya. Aku pun berlari tergesa-gesa ke café itu. Aku berlari menyebrangi jalan saat lampu penyebrangan belum benar-benar hijau. Ada sebuah mobil sport yang mahal rem mendadak saat aku berlari menyebrang jalan. Dia memberikan suara klakson yang panjang dan memekakkan telinga. “Hei! Gunakan matamu saat menyebrang! Apa kau buta warna?!” Kudengar laki-laki itu membuka kaca dan mengumpatku. Aku tidak menghiraukannya dan tetap berlari ke arah café kemarin. Untungnya mereka sudah buka dari jam 7 pagi dan ini 7.50 café sudah cukup ramai pengunjung. “Pagi kak, maaf apakah kemarin ada barang atau ID Card terjatuh?” “Maaf kak akan saya cek sebentar” “Baik” Lalu aku menunggu, dan tak lama barista itu pun keluar lagi dengan tangan kosong. “Maaf kak, tidak ada barang tertinggal atau terjatuh kemarin. Saya juga sempat menanyakan ke shift kemarin malam. Bisa dibantu meninggalkan nama dan nomer telepon kak? Jika ada yang menitipkan ID Card akan saya sampaikan” “Baik kak, tolong sekali, karena ID Cardnya sangat penting” ucapku cukup memelas dengan tangan menangkup di depan dadaku. ***** Akhirnya aku berjalan gontai ke arah  lobby kantor. Jam sudah menunjukkan 8.10. Aku tahu pasti senior itu akan berucap sesuatu yang menyakitkan tapi harus bisa kuterima. Bagaimanapun ini kecerobohanku. Akupun menitipkan KTP ke Resepsionis untuk mendapatkan ID sementara. “Maaf kak saya terlambat. Ada pekerjaan untuk saya bantu hari ini kak?” Ucapku sambil menunduk. Aku tidak berani melihat wajahnya. Takutnya wajah kesalku masih terlihat dan menimbulkan masalah baru. “Oke. Ini baru minggu kedua dan kamu sudah terlambat. Ini akan mengurangi poin untukmu. Tugasmu ada di dalam USB ini. Kali ini membuat packaging. Kamu harus submit ke saya beserta mockup nya.” ‘Baik Kak, sekali lagi maaf,” “Oh, kalau kamu perlu untuk meihat referensi atau kunjungan ke supermarket, kamu perlu surat ijin saya. Abil formnya dan kasih ke saya sebelum jam makan siang” “Baik kak” Aku kembali ke meja kerjaku. Lalu mulai mebuka data dalam isi USB itu. Mempelajari permintaan klien dan data yang diberikan. Aku juga meriset tentang corporate image mereka yang product knowledge dari produk itu sendiri. Setelah melakukan riset kecil, aku mulai membuat sketsa-sketsa untuk design yang akan kubuat. Walaupun menyebalkan, tapi memang benar. Tugas kali ini aku harus riset langsung ke supermarket sekalian melihat lokasi produk ini akan dijual. Sekaligus memikirkan promosinya. Cukup rumit tapi sangat menyenangkan. “Maaf kak, ini formnya sudah saya isi. Saya akan jalan setelah jam makan siang selesai,” “Oke, ini sudah saya sign. Kalau kamu pergi naik transportasi umum, kamu bisa cek jadwal mobil kantor ke resepsionis. Ini form untuk pinjam mobilnya juga,” “Oh, makasi kak tapi saya gak bisa um, saya gak bisa nyetir” “Kamu isi form ini aja. Ada driver kantor pastinya,” “Terima kasih banyak kak infonya!” Tanpa kusadari belakangan senior Devina memang berbicara ketus dan terkadang menyakitkan. Tapi sebenarnya maksudnya baik juga. Setelah makan siang di kafetaria gedung, aku langsung bersiap-siap untuk kunjungan dan melakukan research lebih lanjut untuk tugas yang diberikan kepadaku. Aku sangat berharap driver kantor dan mobil dinas tersedia. Lumayan menghemat waktu dan biayaku pastinya. “Siang kak, saya mau pinjam mobil dan driver kantor apakah bisa?” “Sebentar ya Meena saya cek dahulu” setelah beberapa saat mengecek komputer dan menelpon sebentatr, resepsionis ramah itu kembali bicara. “Ada nih, kamu bisa pakai sampai nanti kamu jam pulang kantor” sambil mengedipkan matanya sebelah. “Makasih banyak kak. Saya naik ambil barang dan segera pergi.” “Oke, nanti kamu dengan Pak Anto ya.” Aku paham maksudnya agar driver sekalian mengantarku pulang. Kebetulan memang jaraknya dekat tetapi melewati beberapa titik kemacetan. Aku pun menduga jika kembali ke kantor pasti tidak akan sempat. Aku juga sudah ijin kepada senior Devina untuk langsung pulang setelah kunjungan keluar kantor itu. Sebelum pergi, senior itu juga memberikanku kontak dari pegawai klien kami. Jikalau aku perlu dipandu di lokasi dan untuk menggali beberapa informasi yang kuperlukan. ***** Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore saat aku sampai di supermarket itu. Aku turun di lobby dan Pak Anto mencari parkir. Kami pun sudah bertukar nomor telepon jika selesai nanti aku perlu dijemput di lobby.  Perjalanan terasa cukup jauh karena macet cukup menyita waktu. Padahal aku berangkat jam 1.30 siang. Aku langsung menelepon kontak yang diberikan oleh Senior Devina. Ternyata supermarket ini pun salah satu dari anak perusahaan ParaGroup. Terkadang aku sampai heran apa bisnis yang tidak mereka miliki. “Hallo, dengan Meena?” “Hallo kak, saya Meena” “Kenalkan saya Ajeng. Mari saya tunjukkan area displaynya. Nanti kita bisa berdiskusi di area foodcourt,” “Baik” Semua berjalan dengan lancer. Diskusi yang kukira akan selesai dengan cepat justru memakan waktu cukup lama. Tidak terasa sudah jam 6 sore. Aku pun mengirimkan email terlebih dahulu kepada Senior Devina dan beberapa foto kunjungan hari ini.             Setelahnya aku langsung membeli beberapa bahan makanan dan memutuskan untuk menghubungi Pak Anto lalu pulang ke apartemen.. Aku juga membelikan sedikit makanan, tak enak karena ini sudah melewati jam kerja. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD