Sentuhan Pertama

1017 Words
"Tuan?" ucap Luna yang menyadari arah pandang Felix. "Sebaiknya kamu rehat! Sebelum aku berubah pikiran," pinta Felix sambil menghela napas panjang. "I-iya, Tuan." Luna melepas jari-jari tangannya dari dadda tebal milik Felix dan menghapus peluh. "Tuan ... ." Luna ingin bertanya kembali, tetapi terhenti karena sikap Felix. Saat itu, Felix sudah membalik arah tatapannya. Ia lebih memilih dinding kamar hotel yang jauh di sana, untuk melupakan pemandangan indah dan menarik yang sudah mengusik ketenangan dari bagian sensitif miliknya. Luna yang bingung, langsung merebahkan tubuh dalam posisi terlentang. Rasanya, ia tidak ingin menolak jika Felix menginginkan dirinya. Felix yang tampan, tampak baik, dan hangat, sudah mampu membuat Luna merasa nyaman. Bahkan saat ini, Lunalah yang menginginkan kehangatan malam bersamanya. 'Dia sangat baik kepadaku. Aku harus memberikan yang terbaik pula. Lagipula, ia berhak atas tubuhku. Daripada orang lain yang akan menikmatinya pertama kali dengan kasar, lebih baik tuan Felix.' Kata Luna tanpa suara. Setelah 30 menit, Luna memiringkan tubuh dan wajahnya. Dari belakang, ia terus saja memandang punggung Felix yang masih enggan merubah posisi tidurnya. 'Ya ampun, kenapa dia tidak memaksaku? Kalau begini, aku harus apa?' Tanya Luna pada dirinya sendiri. 'Aku juga malu jika harus memulainya.' Sementara Felix yang masih gelisah dengan miliknya yang mengeras, berusaha untuk memejamkan mata dan melupakan keinginan serta pengorbanannya. Tanpa terasa, waktu berganti dengan teratur. Luna yang tidak bisa tenang dan tidur, terus saja memperhatikan laki-laki menawan yang ada di hadapannya. 'Aku tidak akan menyesal, itu pasti. Ya ampun, apalagi yang aku tunggu?' Luna terus berkata pada dirinya sendiri. Luna melirik ke arah jam dinding berbentuk lingkaran untuk memastikan waktu, pukul 01.00 WIB. Kemudian ia mengintip Felix, tetapi tampaknya laki-laki asing itu sudah tertidur pulas. Tidak ingin mengganggu, Luna kembali merebahkan tubuhnya dan memejamkan mata. Namun ketika Luna tampak pulas, Felix membuka matanya untuk menikmati kecantikan dan kemolekan tubuh Luna. Ternyata, sejak tadi Felix sama sekali tidak tertidur. Ia hanya berdiam diri agar Luna juga bisa rehat dengan nyaman. Entah sejak kapan ia menjadi begitu perduli dengan kenyamanan orang lain. Yang jelas, Luna berhasil membuat dirinya bahagia, walaupun tidak mendapatkan apa yang ia inginkan. Felix menyandarkan kepala pada tangan yang ia tumpu. Sikutnya bersentuhan dengan kasur, sedangkan jari tangannya memangku wajah. Lebih dari 15 menit ia memperhatikan wajah Luna yang terlihat elok di matanya. Sedang asik menatap, Felix terkejut karena Luna tiba-tiba saja membuka kedua matanya. Saat mata mereka bertemu, ada perasaan berbeda yang baru kali ini terjadi di dalam kehidupan seorang Felix, yang lebih suka duduk seorang diri di dalam ruangan, daripada bergabung dengan yang lainnya. "Kenapa belum tidur?" tanya Felix yang sudah tertangkap basah, tengah memperhatikan kecantikan Luna. "Hm?" "Aku sedang memikirkan Anda, Tuan." "Panggil saja Felix!" "Mana mungkin." "Anggap saja itu perintah!" "Emh, baiklah." Luna tersenyum lebar kali ini, hingga memperlihatkan giginya yang rapi. "Anda sendiri ... ." "Kamu!" pinta Felix kembali sambil mematahkan ucapan Luna. "Baiklah." Luna semakin tersenyum dan kali ini, matanya tampak berbinar-binar. "Kamu sendiri, apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Luna semakin merasa dekat. "Menatap sesuatu yang berbeda dan belum pernah aku temukan sebelumnya." "Gombal. Aku yakin, mereka punya kesempurnaan tubuh dan wajah, lebih daripada diriku." "Iya, itu benar. Hanya saja, kamu agak berbeda." "Seperti Alien?" tanyanya sambil memegang kedua pipi. "Menyebalkan." Felix terus menatap wajah Luna. Luna yang menyadari hal itu, langsung memalingkan wajahnya karena malu. Jantung keduanya sama-sama berdetak 'tak biasa. Hasrat pun kian tidak terkendali. Felix yang semula tidak ingin menyentuh Luna, kini berbalik arah. Ia begitu menginginkan wanita yang berada di sisinya dan menikmati malam dengan bercinta. "Maaf!" bisik Felix tepat di telinga kanan Luna. Luna menelan salivanya. Ia merasa bergejolak sesaat setelah mendengar bisikan dari Felix. "Aku tidak sanggup menahannya," sambung Felix sambil menyentuh telinga Luna dengan ujung bibirnya. Luna semakin terlena. Namun ia ingin memberikan kenangan terindah bagi Felix. Setelah memutuskan hal tersebut, Luna meluruskan tubuhnya dan membalas kecupan yang Felix berikan dengan sepenuh hati. Felix merasakan sesuatu yang luar biasa. Seperti tengah berada di atas Roller Coaster yang paling mematikan di dunia. 'Haaah ... ini baru bibirnya saja. Namun sudah bisa membuatku bergetar.' Felix mulai mengomel, akibat gelisah. Felix menegakkan tubuh. Ia ingin menambah kecupannya seraya mendekap Luna. Tapi pada saat yang bersamaan, Luna juga menegakkan tubuhnya dan mengejar bibir Felix hingga tiba lebih dulu. Luna melepaskan kecupannya, "Biar aku yang memanjakanmu, Felix!" pinta Luna yang sama sekali tidak terlihat tertekan seperti sebelumnya. Gadis itu membalik posisi. Ia mendorong tubuh Felix lembut, hingga punggung laki-laki berotot itu menempel pada kasur. Perlahan, Luna menjelajahi bagian dadaa dan perut Felix dengan lidahnya. Saat wajah Luna tepat di perut bagian bawah, ia menatap kotak yang tersusun rapi bersama urat-urat besar dan mengarah pada areal sensitif milik Felix. Saat itu, Luna pun menyadari bahwa lawan mainnya ini bukan laki-laki biasa. Mungkin, ia akan kerepotan di kencan pertamanya. Namun, sebagai ucapan dan rasa terima kasih atas sikap baik Felix, Luna berusaha keras untuk membahagiakan sang pembeli kesuciannya dengan servis yang sempurna. Luna mulai melakukan sentuhan lembut pada bagian tubuh yang paling Felix sukai dengan sepenuh hatinya. Laki-laki kaya itu pun, mulai mengerang dan menikmati setiap sentuhan yang diberikan. "Kamu pintar," puji Felix sambil membelai rambut Luna yang berwarna coklat kehitaman, panjang, dan bergelombang. Luna tersenyum ketika mendengar pujian dari Felix. Sebenarnya, bukan hanya sentuhan Luna saja yang mampu membuat Felix menggila. Namun karena hati keduanya yang sudah terhubung. Sayangnya, mereka sama-sama tidak menyadari hal tersebut. "Eeemh ... ." Luna mengeluarkan suara erotis yang manis sambil memainkan milik Felix yang sudah berdiri sempurna. Disaat yang sama, mata Felix terus menatap tajam ke arah Luna yang sedang berusaha memberikan sentuhan terbaiknya. Semakin lama, gerakan dari mulut Luna semakin enerjik dan berirama. Setelah lima belas menit berlalu, Felix mengeluarkan suara manja sembari memuntahkan jauhar kental miliknya. "Kamu luar biasa," pujinya sekali lagi, sambil tersenyum puas. "Lagi?" tanya Luna yang ingin menggoda. Padahal ia tahu, ini bukanlah bagian akhir yang Felix inginkan. "Pertanyaan seperti apa itu? Terdengar kejam di telingaku," jawab Felix sambil menatap Luna penuh harap. Saat itu, Luna tersenyum manja untuk membuat Felix semakin penasaran dan menggila. Bagi Felix, ini adalah siksaan yang besar. Namun bagi Luna, cara ini bagaikan godaan yang nakal dan menghanyutkan. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD