BAB 1: Rinai masih pengen jadi penulis, kan?

1089 Words
Bab 1: Rinai masih pengen jadi penulis, kan? Ting! Nada pesan masuk berdenting beberapa kali. Rinai meraih teleponnya dengan gerakan malas, tampak lebih suka berpura-pura sibuk dan menghindari si pengirim pesan. [ Bang Jack : Rinai, ini hari terakhir pendaftaran. Kamu coba saja dulu, hitung-hitung cari pengalaman. Menang atau kalah, itu kesekian.] [Bang Jack : Kalau kamu tidak mulai dari sekarang, lalu mau menunggu sampai kapan? Semua pemula memulai dari amatir. Kamu gak bisa berharap novel perdana kamu bakal sesukses JK. Rowling dengan Harry Potter-nya, sedangkan kamu sendiri tidak pernah usaha sebanyak dia.] [Bang Jack : Bang Jack menghargai keputusan Rinai, tapi Rinai masih muda. Segala hal terasa masih bisa ditunda. Menulis tidak memakan seluruh waktu, kan? Sisakan satu atau dua jam sehari. Nanti biar Bang Jack yang bantu kurasi.] Rinai tidak menjawab. Butuh waktu setengah jam untuk pesan selanjutnya. [Bang Jack : Rinai masih pengen jadi penulis, kan?] Rinai Aksara, tokoh utama dari pesan diatas, hanya membuang napas dengan pelan. Matanya yang coklat terang bergulir mengikuti laju tulisan. Membaca pesan terakhir, pikirannya kembali melayang pada satu bulan yang lalu. Itu hari yang sibuk sampai Rinai mungkin akan lupa bernapas jika bernapas bukan lah kebutuhan biologis yang dilakukan oleh alam bawah sadarnya. Saat itu, dealer motor Rinai, tempat ia bekerja setahun terakhir baru saja menyambut kedatangan bos baru. Namanya Pak William. Dia menggantikan bos lama Rinai yang baru saja pensiun. Kedatangan Pak William disambut oleh semua orang. Banyak cerita beredar tentang kepiawaian dan ketajamannya dalam berbisnis. Ia teliti, adil, dan cakap. Di kota-kota lain, di dealer manapun ia berada, penjualan bulanan selalu menduduki no. 1 di 'Rangking Penjualan". Kedatangan Pak William tidak hanya membawa perubahan pada dealer, tapi ia juga membawa beberapa marketing kepercayaannya. Mereka adalah sekelompok orang yang cakap dan memiliki kemampuan sales yang mumpuni. Dengan tambahan sekelompok orang ini, era baru dari perjalanan dealer mereka dimulai. Di saat itu lah, Bang Jack menghubungi Rinai tentang lomba menulis yang diadakan oleh salah satu penerbit besar. Lomba itu menawarkan hadiah yang bagus, bukan hanya uang dan buku cetak, tapi juga kesempatan untuk diangkat menjadi film. Belum lagi benefit yang akan didapatkan oleh partisipan; juara favorit, juara harapan, dan jenis penghargaan individu lainnya. Bahkan jika tidak mendapatkan posisi pertama, kemenangan kecil lainnya masih bisa disebut panen besar. Rinai yang saat itu sedang sibuk dalam mempersiapkan peralihan era ini, hanya melirik sekilas dengan tidak peduli. Lomba apa? Menulis apa? Hal besar seperti itu hanya dimiliki oleh orang-orang yang memiliki jiwa yang damai dan hidup yang tenang. Jenis seperti Rinai, yang otaknya tidak berhenti berpikir tentang pekerjaan bahkan saat tertidur pun, tidak punya waktu. Sejak pagi, Bang Jack tidak berhenti menghubunginya. Selama sebulan ini, Bang Jack terus membujuknya untuk mendaftar. Dari bujukan yang halus, sampai sindiran yang menyebalkan. Lalu, sekarang ia mencoba dengan mengurai hal-hal yang mengguncang jiwa Rinai. Rinai ingin menjadi penulis, tentu saja! Ini adalah impiannya, harapannya, kebebasannya. Ini adalah hal yang ia ingin capai bahkan disaat ia tidak tahu menjadi penulis itu sebenarnya apa. Dia hanya suka membaca. Di buku-buku, ia menemukan kebahagiaan. Dunia baru yang tak menolaknya. Rinai ingin menjadi penulis bahkan saat ia belum bisa menulis dengan tegak. Namun hidup selalu memiliki jalannya sendiri. Setiap orang punya impian, tapi tidak semua mimpi akan menjadi kenyataan. Di usia sekarang, Rinai lebih memilih hidup realistis. Mendapat gaji UMR, pekerjaan yang stabil, masuk jam 8 dan pulang jam 5, dan berjuang dengan sekelompok pekerjaan sialan -lagi-, esok hari. Rinai tidak memiliki ruang untuk bertingkah sombong seperti meninggalkan jejak lewat tinta di dunia, atau menunjukkan kepada orang-orang eksistensinya melewati sastra. Hal-hal seperti itu, tidak ada hubungannya dengan Rinai 'Pegawai Swasta' Aksara. Ia hanya ingin hidup normal sebagai pegawai swasta biasa. Telepon itu berbunyi lagi. [Bang Jack : Kesuksesan = waktu yang tepat + tempat yang tepat + orang yang tepat. Jika hilang satu, maka akan berkurang pula nilainya.] [Bang Jack : Apa Rinai pernah berpikir, kalau kesempatan ini dilewati, mungkin tidak akan ada kesempatan lain kali?] Rinai terdiam. Jari-jarinya meringkuk menggenggam telepon dengan kencang. Setiap penulis sangat menghargai mata dan tangan mereka. Dua hal inilah yang akan menjadi modal untuk mereka bercerita kepada dunia. Tungkai-tungkai panjang dengan garis lekuk yang indah. Setiap tekanannya pada pena akan menciptakan sebuah dunia baru. Goresan-goresan dawat hitam seperti gerbang yang membuka pintu ke dunia luar biasa yang masih terkunci di dalam pikiran seorang penulis. Seperti sebuah gerbang dimensi. Seperti sebuah array. Seperti sebuah portal. Rinai menghela napas. Ia memasukan telepon ke laci dan mulai menginput faktur. Ada banyak pekerjaan hari ini. Masih belum terlambat untuk dipikirkan nanti malam. Atau … masih belum terlambat untuk mendaftar nanti malam. Ia tidak benar-benar yakin. Malam itu, Rinai duduk di depan laptop dan membuka halaman pendaftaran lomba menulis. Lomba itu diadakan oleh penerbitan besar yang bertujuan mempromosikan platform kepenulisan baru mereka. Karena yang mengadakan penerbit mayor yang namanya sudah ada di mana-mana, popularitas lomba ini cukup tinggi yang membawa banyak gelombang pendaftaran. Dari penulis senior yang bukunya sudah dipajang di rak-rak best seller di toko buku, hingga penulis pemula yang hanya membuat AU-AU kecil di twitter. Halaman utama platform mengiklankan lomba tidak bisa lebih besar lagi, seakan takut siapapun tidak cukup baik dengan mata mereka dan melewatkannya. Itu tampil dengan ceria, penuh warna, dan mendominasi. Tidak sulit untuk melakukan pendaftaran. Hanya konfirmasi data diri, menyetujui syarat dan ketentuan, lalu menyetujui aturan anti pembajakan, lalu klik daftar. Prosesnya tidak sampai 5 menit. Hal yang Rinai pertimbangkan selama sebulan, selesai lebih cepat daripada proses mematikan laptopnya. Rinai mengetuk-ngetuk kayu penyangga tempat tidur dengan ujung jari. Sejujurnya, ia tidak benar-benar sadar apa yang ia lakukan. Sekilas waktu, ia seperti kesurupan. Awalnya Rinai hanya ingin melihat syarat dan ketentuan lomba, tidak berpikir untuk mendaftar membabi buta. Apa kata-kata Bang Jack menyentil ujung hatinya? Apa pegawai swasta seperti dia akan punya waktu untuk menulis? Menulis bukan hanya menggoreskan tinta, atau sekadar menekan tuts komputer. Itu juga tentang menjelaskan kepada orang-orang dunia kecil yang ada di dalam pikiran kita. Itu seperti sebuah pulau tanpa penghuni, yang belum pernah dijajaki oleh manusia. Meminta seseorang memasuki pulau itu, adakah yang bersedia? Meski tidak ada bahaya apapun di dalamnya, terdengar seperti membuang-buang waktu. Hanya sekelompok hutan rimba dan semak belukar. Menjadi menulis berarti memberitahu orang-orang tentang pulau ini, koordinatnya, keberadaannya, situasinya, dan apa yang ada di dalamnya. Mencoba menarik satu-persatu penjelajah baru datang untuk mengembara, dan menemukan surga tersembunyi yang tersimpan jauh di ujung cakrawala. Hutan-hutan pinus, air terjun yang seperti kristal, burung-burung camar, dan sinar matahari yang berwarna keemasan. Memberitahu mereka; datanglah, jelajahilah. Ini adalah dunia yang ada di kepalaku. Lewat tinta ini, akan kutunjukkan padamu eksistensinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD