Chapter 1

1066 Words
“Aku tidak mengatakan apapun,” sangkal Alluna lalu ia hendak pergi dari sana, namun gerakan nya kalah cepat lantaran Erick sudah menahan tangan nya. “Alluna,” kata Erick menyeringai, “Lo anak beasiswa pindahan dari SMA Maju bangsa kan? Anak beasiswa tapi sudah berani mencari masalah disini.” “Mohon maap, bukan saya mencari masalah. Saya hanya berusaha menyelesaikan masalah. Aku rasa ini sekolah elit yah, jadi rasanya tidak etis sekali bila masih sering terjadi pembulian disini.” “Hahahaha, saran gue lebih baik lo diem, tutup mata dan telinga, jangan sampai lo yang akan jadi korban berikutnya.” “Apakah kalian ini predator? Kenapa kalian begitu senang melihat orang lain sengsara?” seru Alluna menantang berani ke arah Erick. Suasana kantin kini sudah semakin ricuh, banyak bisik-bisik yang kagum dengan keberanian Alluna, namun ada juga yang mengumpatnya karena terlalu berani. Selama ini belum ada yang berani melawan Erick, meskipun mereka dari kalangan berada sekalipun, tapi lihat Alluna. Dia yang hanya anak beasiswa tapi nyatanya berani menantang maut. “Lo berani sama gue hah?” bentak Erick yang langsung mencengkram dagu Alluna. “Kenapa? Emang kamu Tuhan yang harus aku takuti?” tantang Alluna yang mana membuat Errick semakin meradang. “Woaah Rick, gede juga nyali ini cewek!” saut Bagas berdecak kagum. Dengan cepat, Erick pun meraih gelss minum yang ada di meja dekat nya, dan betapa terkejut nya Alluna lantarantiba-tiba kepala nya di guyur air oleh Erick. Plaaakkkk! Tanpa berucap sepatah katapun, Alluna segera bergegas lari meninggalkan Erick dan teman-teman nya yang tengah melongo lantaran terkejut. “What the Fuckk!” Umpat Erick sambil memegang pipi nya yang ternyata lumayan panas akibat tamparan dari Alluna, “Tandai muka dia. Jangan sampai dia ketemu gue lagi atau dia bakal habis di tangan gue sendiri.” Erick pun langsung pergi meninggalkan kantin dan segera menyusul kekaish nya ke UKS. Sesampainya di UKS, Erick langsung di suguhi oleh pemandangan yang membuat amarah nya langsung padam. Yups, pemandangan yang sangat indah menurut nya, karena saat ini kekasih nya hanya mengenakan short pendek dengan atasan hanyatertutup kacamata. Glek Erick langsung menelan saliva nya dengan kasar, lalu ia cepat-cepat menutup pintu dan menguncinya, “kemana baju kamu?” tanya Erick dengan suara serak. “kemana baju ku, apakah itu penting hem?” tanya Vera dengan suara menggoda. Erick pun segera menghampiri Vera dan langsung mencium bibir nya dengan kasar, sedangkan Vera, ia langsung mengalungkan tangannya ke leher Erick dan mengikuti permainan kekasih nya. *** Sementara itu, Alluna kini sudah sampai di kelas, ia menghampiri teman nya tadi yang sempat di bully oleh genk Vera. Terlihat jelas bagaimana ketakutan nya tadi dia, hingga membuat gadis itu kini masih menunduk takut di meja paling pojok. “Kamu gapapa?” tanya Alluna pelan, bukan berterimakasih, gadis tadi malah langsung mendongak dan menatap tajam ke arah Alluna. “Kenapa lo belain gue tadi hah!” bentak nya marah, membuat Alluna mnegerutkan dahinya bingung, “Gue gak pernah minta bantuan siapapun apalagi lo!” imbuh nya kini dengan menunjuk wajah Alluna dengan jari nya. “Maaf,” ujar Alluna pelan, “Aku hanya gak suka-“ “suka, gak suka itu urusan gue. Jangan pernah ikut campur lagi sama urusan orang. Mending lo urusin beasiswa lo yang bakal di cabut gara-gara ini!” ucap nya datar lalu ia segera beranjak pergi meninggalkan Alluna yang maish mencerna ucapan nya tadi. Alluna hanya bisa menghela napas nya pelan, ia hanya bisa melihat kepergian gadis tadi, ia berharap dia takkan depresi dan menyerah. Karena bukan sekali dua kali Alluna melihatnya di bully seperti tadi. Alluna pun akhirnya memutuskan untuk ke kelas nya karena tidak mau terlalu ikut campur. Yah, ia tidak akan ikut campur lagi, ia tidak akan memikirkan masalah orang lain, harusnya ia fokus dengan sekolah nya saja. Memikirkan masalah nya sendiri saja sudah sangat berat. * * Sepulang sekolah, seperti biasa, Alluna pergi ke Kafe untuk membantu orang tua nya. Bukan orang tua kandung, mereka adalah adik dari orang tua kandungnya. Sejak kematian orang tua nya akibat kecelakaan, ia akhirnya di asuh oleh Om dan Tante nya yang hanya memiliki usaha kafe kecil. Sepulang sekolah, maka Alluna kaan membantu di sana, bergantian dengan kakak sepupu nya yang akan kuliah siang. Begitulah mereka membagi waktu dan pekerjaan, dulu Alluna adalah sosok yang sangat periang dan ceria. Hidup serba berkecukupan, namun sejak tragedi kecelakaan orang tuanya dan kakak nya, hidup nya berubah drastis. Saat itu, orang tuanya berniat sang kakak dari bandara, namun siapa sangka bahwa mobil yang di tumpangi mereka terjun ke jurang. Jasad kedua orang tuanya sudah di temukan di hari kedua, namun sang kakak hilang dan di nyatakan di telan ombak karena posisi jurang itu memang dasar laut. “Kakak.” Sapa Alluna saat memasuki kafe. Terlihat siang ini memang sedikit ramai dari biasanya, dan itu membuat semangat Alluna langsung bangkit. “Ganti baju dulu, baru bantuin disini,” ujar Prita kakak sepupu Alluna yang sudah ia anggap kakak kandung nya sendiri. “Siipp, kakak mau langsung berangkat?” tanya Luna sambil memakai apron. “Gak lah, kelas kakak sore nanti. Jadi masih bisa bantu disini, lagian kamu gak lihat serame apa itu>” katanya smabil menatap kearah kafe yang terus berdatangan tamu. “Sepertinya kita bisa liburan bulan depan kalau begini setiap hari,” bisik Alluna lau keduanya terkekeh. “Apa ini mau libur-libur. Kalian libur aku mati disini!” Kata seorang laki-laki yang sedikit belok dari arah belakang sambil membawa nampan. “Hahaha, canda Sayang. Lagian, kalau kami libur kamu juga libur. Kita semua libur, tanpa mikirin kafe. Duuh kapan yak, enak banget kayaknya hahaha.” Alluna selalu berkhayal bahwa suatu saat ia bisa liburan dengan keluarga dan teman-teman nya tanpa harus memikirkan bagaimana keadaan kafe dan tanpa memikirkan ada uang atau tidak. “Ayok, bisa yok. Kita semangat kerja nya, biar ada hari libur naik pesawat. Nanti gue beliin es krim,” ujar Prita lalu tertawa. “Kak Prit, kalau Cuma es krim disini juga ada. Ngapain jauh-jauh pakai naik pesawat!” katanya sewot dengan gaya khas nya. “Uluh uluh Ibnu ku jangan ambek dong. Gue yakin kita pasti bisa. Tunggu sebentar lagi gue lulus sekolah, nanti gue kerja dan gue akan buat kafe ini terkenal dimana-mana. Biar kita punya karyawan banyak hohoho!” “Mulai mimpi deh ah. Ayo buruan kerja, mimpi terus kapan bangun nya>” Kata Prita lalu mereka beranjak semua mengambil bagian bagian pekerjaan nya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD