Ajakan Party

1055 Words
"Ved, ntar malam jangan lupa ya kita ketemu di tempat biasa," ujar Yudan dari seberang telepon. Vedro memutar bola matanya. Sahabatnya yang satu itu cerewetnya melebihi ibu-ibu komplek. Dia akan menelepon dan memastikan janji temu tiga sampai empat kali di hari H pertemuan. "Sekali lagi lu nelpon gua untuk ngomongin ini, gue hapus semua kontak cewek di ponsel lu!" ancam Vedro. "Serem amat bapak-bapak kalau marah. Jangan gitu, gua bisa galau ntar kalau semua nomor cewek lu hapus," rengek Yudan. Vedro mengerutkan kening. Meskipun Yudan sering bersikap seperti itu tetap saja ia merasa aneh. Baginya Yudan lebih manja daripada perempuan manapun, padahal jelas sekali dia adalah laki-laki. "Terserah lu dah!" putus Vedro dan mematikan sambungan telepon tanpa memedulikan Yudan. Vedro menatap keluar Bandara. Beberapa bulan ini ia sibuk dengan pekerjaan dan bisnisnya. Ia sejenak melupakan rencana balas dendamnya terhadap Rama. Ia bahkan lupa tentang Lisa. "Monalisa, bagaimana kabarmu? Kau harus berterimakasih beberapa bulan ini masih bisa hidup tenang," ujarnya sinis. Vedro menatap foto Lisa yang ada diponselnya. Gadis itu tampak tengah memegang sendok. Foto yang diambil oleh orang suruhannya secara diam-diam saat Lisa tengah makan di caffe. Vedro mulai paham dengan keseharian Lisa. Gadis itu tampak tak memiliki teman. Ia betah jalan-jalan sendirian kemana-mana saat libur. Ia juga suka berlama-lama di caffe sembari membaca. Ia juga sangat menyukai makanan manis. Gadis itu juga gemar menolong dan sangat ramah dan sederhana meskipun ia berasal dari keluarga kaya. Tipikal gadis idaman Vedro. Andai saja ia tak memiliki dendam dengan Rama maka ia akan jatuh cinta pada Lisa. "Ved, kamu besok nggak ada jadwal penerbangan ya?" Kapten Refi mengagetkan Vedro yang tengah terpaku pada layar ponselnya. Ia segera mematikan layar. Hanya saja Kapten Refi sudah terlebih dahulu melihat apa yang tengah ia pandang. "Wah, kamu juga mengidolakan anak baru dari Lan Air ya," ejeknya. "Anda salah lihat Kapten," elak Vedro. "Hahaha. Nggak perlu berkelit begitu. Ia pun juga nggak apa-apa. Tidak ada orang yang tidak mengenal gadis itu sekarang. Tiga bulan bekerja di sini. Ia sudah sangat populer. Terutama urusan Kapten Riadi." "Kapten Riadi? Ada apa memangnya Kapten?" Vedro mengerutkan kening. Ia melewatkan gosip besar yang sudah santer di maskapai. "Loh, kamu nggak tahu. Lisa dianggap biang kerok penyebab beredarnya gosip Kapten Riadi dan Rasti. Imbasnya ia sampai bercerai dengan istrinya. Lisa juga sekarang dituduh menjadi selingkuhan Kapten Riadi. Vedro menaikkan alisnya seolah bingung. Namun ia tersenyum samar. Sayang sekali ia melewatkan kejadian itu. "Lalu bagaimana tanggapan Lisa?" "Gadis itu? Dia sama sekali tidak peduli. Ia beraktifitas seperti biasa seolah tak terjadi apa-apa. Dia juga terkenal penyendiri dan jarang berkomunikasi dengan yang lain. Ia seperti tak merasa terganggu dengan gosip ataupun lainnya." "Kuat juga ya mentalnya," komentar Vedro. Ia penasaran sampai kapan gadis itu akan bertahan. "Ingat Lisa, ini baru awal. Kalau aku sudah turun tangan. Tak akan ada hari baik lagi untukmu." "Ya, bisa dibilang seperti itu." "Tapi kinerjanya bagaimana Kapten?" "Dari yang aku dengar sih. Kinerjanya bagus sekali. Bahkan dalam waktu singkat ia sudah menempati urutan pertama sebagai pramugari pilihan penumpang." Vedro mengangguk-angguk dengan misterius. Sebuah akal bulus muncul di kepalanya. *** "Lis. Hari ini temeni gue dong. Lu libur kan besok?" rengek Alin langsung begitu memasuki apartemen Lisa. Gadis itu terkadang memilih tinggal di apartemen jika libur dan tidak ada orang di rumahnya. "Berisik banget lu!" ketus Lisa. "Astaga. Mak-mak mulutnya. Lagi PMS po," ujar Alin dengan muka memelas. Lisa yang sebal langsung melempar bantal. Memang kenyataan ia sedang datang bulan. Alin sudah paham dengan sifat Lisa yang suka berubah-ubah itu. Sebagai sahabat karib ia tau suasana hati Lisa tanpa perlu bertanya begitu juga sebaliknya. "Mau kemana emang?" Komentar Lisa akhirnya. "Temenin belanja. Habis tu ke diskotik." "No. Temenin belanja yes. Kalau ke diskotik gue nggak mau!" tegas Lisa. Seumur-umur ia belum pernah menginjakkan kaki di klub malam. Selain ia tidak menyukai kebisingan. Ia juga pasti akan digantung oleh ayahnya jika tahu pernah ke sana. "Ayolah please. Tenang aja bukan buat dugem kok. Gue diundang temen kerja yang lagi ulang tahun. Dia ngadain party di sana. Privat kok. Nggak ada orang lain. Lu tau sendiri kan gue jomblo kelas kakap. Mau ngajak siapa? Kalau nggak ada temen ntar kalau ada yang macam-macam ama gue gimana? Kalau ada lu kan gue aman." Alin memasang jurus andalannya, tampang memelas yang sangat dibenci oleh Lisa. "Oke. Nggak lebih dari jam 22.00. Dan no alcohol." Putus Lisa cepat. Bagaimana pun ia menolak, ujung-ujungnya pasti ia akan mengiyakan. Kalau Alin sudah mengeluarkan jurusnya itu, Lisa tak akan bisa menolak sampai akhir. "Ulu, macih beb." Alin langsung memeluk dan mencium pipi Lisa. Gadis itu langsung menghadiahkannya tatapan mematikan. "Ih, jijik banget deh lu sumpah." "Biarin, wekk." Lisa langsung melempar bantal ke arah Alin tapi gadis itu berhasil mengelak. Seketika ruangan langsung berubah menjadi arena kejar-kejaran. "Udah-udah. Capek gue." Alin akhirnya mengalah. "Haha. Bilang aja lu nggak bisa menang kalau adu bantal ama gue." "Bukan nggak bisa menang. Tapi lu kalau ngejar pake tenaga dalam. Nggak kuat gue. Lu makin hari makin fit aja. Kebanyakan lari pakai heels di bandara kah?" ejek Alin. "Omongan lu memang suka bener." "Yaiyalah. Kalau nggak nggak mungkin deh kayak gitu." "Makanya lu olahraga sana. Biar sehat. Jangan makan aja yang dibanyakin gerak nggak." "Kek yang ngomong nggak kek gitu aja." "Gue olahraga kok," elak Lisa. "Olahraga apa? Lari-larian antar gate? Hahaha." "Kan olahraga juga itu." "Iyain deh, biar cepet. Eh Lis, tiga bulan kerja di sana. Lu nggak ketemu cowok gitu?" "Ya ketemu lah. Macam mana pula nggak ketemu. Lu kalau ngomong ngawur ya." "Ya kalau emang ketemu kok masih jomblo. Hahaha." Lisa langsung menarik pipi Alin dengan gemas. "Eh kayak lu nggak aja." "Ya gue mah wajar ya. Di kantor gue kebanyakan cowok kalau dak udah punya istri kalau dak udah punya pasangan kalau nggak ya banci. Lah gue mau sama siapa. Nah lu. Pilot-pilotnya kan pada ganteng-ganteng itu. Belum lagi penumpang. Pasti lu juga sering ketemu artis dan orang terkenal. Kan lumayan kalau diajak kenalan." "Ya kali gue mau modusin duluan penumpangnya. Yang ada profesionalitas gue dipertanyakan." "Ya nggak terang-terangan juga kali. Pakai cara kek." "Wogah. Nggak tertarik." "Ih, kalau lu nggak mau buat gue aja. Kenalin gue kek. Nggak kasian apa lu liat temen lu jomblo terus." "Nggak. Biar gue ada temen." Lisa langsung berdiri sembari mencibir ke arah Alin. "Eh, mau kabur kemana lu. Gua belum selesai." "Mandi." ***

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD