Chapter 6

1002 Words
Matanya terbuka secara perlahan. Hanya beberapa detik kemudian ia menutup matanya kembali. Rasa sakit seketika menghantam kepalanya. Ia merasa sangat kesakitan. Meresapi rasa sakit itu sambil memegang kepalanya. Kemudian Theresa kembali membuka matanya. Berusaha menahan rasa sakit yang menyerang. Ketika menatap sekeliling, Theresa sadar bahwa ia tidak berada di kamarnya. Membulatkan mata karena terkejut, ia segera bangkit hingga terduduk. Menyebabkan selimut yang menutupi tubuhnya tersingkap dan ia sadar bahwa dirinya telanjang. Kemudian rasa nyeri di pangkal paha pun menyusul. Menyebabkan Theresa mulai paham apa yang telah terjadi disini. Ia sudah kehilangan kegadisannya. Suara gemericik dari kamar mandi membuat Theresa menoleh dengan cepat. Itu pasti laki-laki yang telah tidur dengannya. Theresa sungguh tidak ingat apapun semalam selain ia mengobrol mengenai proyek di Singapura dengan bosnya, Juan Christopher. Ia mengenggak terlalu banyak minuman dan setelah itu ia tidak ingat apapun lagi. Theresa terlalu mabuk. Itu sebabnya Theresa lantas tidak dapat menyadari apapun yang telah dilakukannya semalam. Satu hal yang pasti, ia sudah melakukan kesalahan besar. Dirinya bisa saja menunggu untuk mengetahui siapa laki-laki yang telah menghabiskan malam bersamanya. Hanya saja Theresa merasa lebih baik ia tidak melakukan itu. Ia cukup perlu melupakan ini dan menganggap kesalahan ini tidak pernah terjadi di hidupnya. Siapa pun lelaki itu, Theresa berharap lelaki itu sama sepertinya yang tidak akan ambil pusing mengenai hal ini. Theresa berharap lelaki itu tidak akan memperpanjang apapun yang telah mereka lakukan semalam. Meski tertatih ketika berjalan karena pangkalnya terasa nyeri, Theresa berusaha bergerak secepat mungkin untuk memakai gaunnya. Bra dan celana dalamnya robek membuat ia mengernyit seberapa brutal kejadian semalam. Untungnya gaun Theresa tetap utuh jadi ia masih bisa mengenakannya dengan baik. Sambil berpakaian ia menatap kamar ini. Kamar hotel ini jauh lebih mewah dari kamar hotelnya yang berbagi ruangan dengan Regina. Pasti jabatannya tinggi Memikirkan hal itu tiba-tiba menimbulkan rasa ngeri di hati Theresa. Bagaimana jika itu atasannya dan dapat berdampak buruk terhadap karir dirinya di perusahaan ini. Siapa pun itu, Theresa berhasil meninggalkan ruangan kamar dan sempat melirik nomor kamarnya. Ia berusaha segera menuju lift sebelum pria itu menyadari kepergiannya. Siapa tahu dia akan dikejar, kan?     ---------   Juan tidak pernah bersikap ceroboh selama tiga puluh tahun hidupnya ini. Ia selalu bersikap berhati-hati dan penuh tanggung jawab. Ketika terbangun dan sedikit otaknya memberitahu bahwa ia telah melanggar batas kemarin malam, anehnya Juan tidak merasa menyesal sedikit pun. Selama berdiam diri di bawah shower , pikirannya terus terfokus pada perempuan yang pagi ini berada di ranjangnya. Ia bisa melihat tanda kemerahan di sekujur tubuh perempuan itu. Tentu saja itu hasil perbuatannya yang sialnya ia lakukan dalam keadaan setengah sadar. Ia memutuskan mandi setelah menutup tubuh telanjang itu dengan selimut. Melilitkan handuk di pinggangnya, Juan sudah berpikir serius untuk bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi di antara mereka. Usianya sudah tiga puluh tahun. Angka yang terlalu matang jika belum menikah, setidaknya itu yang dipikirkan lingkungan di Indonesia. Secara mental ia sungguh benar-benar siap. Dari segi finansial juga jangan dipertanyakan lagi. Kekayaan hasil kerja kerasnya sendiri sudah cukup bahkan jika ia memiliki sepuluh anak. Belum lagi ditambah warisan dari orang taunya. Rumah juga sudah siap. Ia punya stok sembilan rumah yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Belum termasuk apartemen. Istrinya nanti tinggal menyebutkan di daerah mana akan tinggal dan Juan akan dengan senang hati menurutinya. Bahkan jika di daerah itu ia belum memiliki rumah, Juan hanya perlu membelinya. Juan tentu sangat kaya, jadi tidak masalah akan hal itu. Yang menjadi masalah adalah, ia tidak memiliki calon istri yang sesuai dengan keinginannya. Para wanita biasanya akan memuja dan mengejar Juan hanya karena harta dan jabatannya. Akan tetapi ia merasa hal itu tidak berlaku untuk Theresa. Juan sudah merasa bahwa perempuan itu tidak tertarik padanya sejak ia masuk ke ballroom hotel kemarin. Dia satu-satunya orang yang terlihat enggan berdiri untuk menyambutnya padahal perempuan lain berlomba-lomba menyunggingkan senyum mereka agar Juan melirik. Bangun tadi pagi dan melihat Theresa berada di sampingnya entah mengapa membuat hati Juan terasa menghangat. Ia ingin melakukannya lagi, terbangun dengan Theresa di sebelahnya. Ia ingin melakukan itu setiap saat. Rasanya menenangkan sekali. Ia keluar dari kamar mandi dengan keadaan bertelanjang d**a dan handuk yang melilit hingga pinggang. Ia melangkah seraya mengusap handuk di rambutnya yang basah. Gerakannya seketika terhenti ketika tidak menemukan Theresa di atas ranjang. Juan merasakan kehilangan yang mencubit dirinya. Sepertinya perempuan itu sudah pergi bahkan tanpa perlu repot menunggunya selesai mandi. Juan tahu wanit itu pergi karena tidak bisa menemukan pakaiannya dimana pun. Ia menghela napasnya. Padahal tadinya ia ingin mengajak Theresa menikah. Sungguh, Juan selalu serius dalam hidupnya dan tidak pernah bercanda. Untuk itu ketika ia ingin menjadikan Theresa sebagai istri, dirinya sungguh tidak main-main.     -------     Theresa bersandar pada pintu ketika ia berhasil masuk dan segera menutupnya. Napasnya sedikit terengah. Rasanya ia sudah pergi secepat mungkin dan semoga saja pria itu tidak mengerjarnya. Bukan hanya pria itu, tapi juga semoga masalah apapun karena kejadian semalam tidak mengejarnya. “Astaga! Lo kemana aja semalem, Ther? Ngejablai ya?” Regina tahu-tahu sudah menyilangkan kedua tangannya di depan d**a. Menatap Theresa dengan penuh selidik berserta ekspresi lega karena akhirnya temannya itu kembali setelah menghilang semalaman. “Gue ketiduran,” sahut Theresa singkat. Dia merasa tidak perlu menceritakan apapun kepada Regina untuk saat ini. Setidaknya itu yang ia pikirkan. “Ketiduran gara-gara ditidurin cowok?” tuduh Regina. “Apaan sih.” Theresa melangkah menuju ranjangnya. Jujur saja badannya terasa pegal. Ia jadi penasaran apa saja yang sebenarnya ia lakukan semalam hingga badannya sepegal ini. “Lo nggak bisa bohong, Ther. Siapa pun yang ngeliat elo sekarang, langsung tahu lo abis begituan.” Theresa merebahkan badannya kemudian menghela napas. Apakah dirinya sekentara itu habis melakukan ‘kegiatan ranjang’? “Lihat aja tuh leher, merah-merah banyak abis dicipok, kan?” Theresa membulatkan matanya. Ia reflek menyentuh lehernya. Tadi saat sebelum meninggalkan kamar itu, Theresa sedikit pun tidak memiliki pemikiran untuk memeriksa penampilan dan keadaan tubuhnya. Ia hanya berpikir untuk bisa segera kabur. Itu saja. “Abis begituan sama siapa, Ther?” Regina kini duduk di sebelah Theresa. Menatap temannya itu dengan khawatir. “Gue nggak tau.” “Cerita aja ke gue, Ther. Selambe-lambenya gue ngegosip, gue nggak pernah nyebarin curhatan kita selama ini. Lo tenang aja.” Bukan itu permasalahannya. Theresa memang tidak tahu dan tidak ingin mencari tahu
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD