01 — Bukan Suatu Kebanggaan

2498 Words
Kalau bukan kakaknya sendiri, mungkin Hana tidak akan menjadikan Daru, adik sekaligus artis pegangannya untuk melanjutkan kuliah, karirnya sebagai aktor sedang bersinar semenjak sinetron musim lalu, gara-gara itu, Daru Han mendapatkan banyak tawaran sebagai pemeran utama dalam banyak series di beberapa televisi. Namun tahun ini mau tidak mau Hana harus menetapkan pilihannya untuk mendaftarkan Daru Han kuliah di kampus konvensional dengan kelas reguler. Ya, seperti kuliah biasa yang berangkat tiap hari. "Kalau bukan kemauan Kak Hana, Sasan juga males kuliah," pasrah Daru ketika melihat website pengumuman penerimaan mahasiswa, dan dia diterima, di jurusan Komunikasi. Bagaimana tidak malas, baru juga tes di kampus, sudah dilihatin banyak orang, gimana dia bisa hidup dan belajar di sana? Kalau begini mainnya, Daru ingin jadi orang normal aja deh. "Iya San, aku udah ngobrol sama sutradara, nanti kamu bisa syuting nyusul setelah kelas, lagian nanti kamu bisa ambil kelas pagi," Kak Hana seperti sudah hafal tentang kuliah, yang penting wasiat Papanya terlaksana untuk menjadikan adik semata wayangnya sarjana. "Lagian kamu cuma ambil jurusan Komunikasi kok, jadi enggak terlalu berat kuliahnya, kayaknya juga banyak artis ambil jurusan itu." Kak Hana meyakinkan. Sasan—nama panggilan Daru di keluarga—mengiyakan saja, toh juga tiap hari kepalanya sudah dipenuhi dengan naskah dan syuting, jadi jurusan Komunikasi seperti sudah lauk dalam hidupnya. "Minggu depan kamu ospek, jadi paling 3 hari kamu libur syuting karena ospeknya itu full seharian." Kak Hana memberikan selembar jadwal mahasiswa baru. Daru menatap kakaknya antara senang dan bertanya-tanya, "Serius libur? Emang boleh?" "Iya, tapi syaratnya kamu satu minggu ini harus ngejar scene," jawaban Kak Hana menjatuhkan kesenangan Daru. "Kerja lebur bagai kuda lagi," lesu Daru. Hana cekikikan melihat perubahan raut wajah Daru yang muram. Siang ini suasana lokasi syuting ramai seperti biasanya, banyak crew berseliweran dan para artis sedang duduk di bangku masing-masing, entah itu tidur atau membaca naskah, namun siang ini Daru sedang melayang dalam lamunannya membayangkan bagaimana asiknya kuliah dan menjadi mahasiswa seperti umumnya, bukan sebagai Daru Han, melainkan sebagai Handaru Sandy Mahatma, pasti menyenangkan sekali. Hana, yang kini berusia 27 tahun tersenyum penuh arti melihat adiknya melamun sembari senyum-senyum, memang euforia menjadi mahasiswa memang begitu menyenangkan. Hana yang pernah merasakan aroma bangku kuliah mengetahui dengan jelas. "Eh, lo jadi maba ya denger-denger," Prita, lawan mainnya di sinetron datang tiba-tiba. Menjadikan Daru langsung menoleh ke arah Prita, hanya anggukan. "Wah, iri gue sama lo, bisa-bisanya enggak ngerasa kebebanin syuting, kalo gue mah mending ambil foto shot aja dari pada kuliah," sepantar dengan Haru, dan sama-sama mantan anak home schooling, prinsip Prita karir artisnya memang harus selalu ditingkatkan. Cekrek! Suara itu terdengar dari ponsel Prita, tanpa persetujuan Daru, Prita memposting fotonya di instastory **. Daru yang sejak tadi acuh dengan kedatangan Prita langsung menatap tajam. Sedang Prita, seperti sudah terbiasa dengan sikap Daru hanya berseloroh ringan, "aku bikin instastory selamat, kan ini berita baik juga." Daru akhirnya hanya pasrah dan menghela napas acuh. Daru juga sudah terbiasa dengan sikap Prita yang seperti itu. "Yok Prita, Daru langsung take lagi, istirahatnya udah berakhir," ajak Dodik, salah satu tim kreatif. Daru bangkit lebih dulu meninggalkan Prita yang mendengus dengan sikap Daru yang tidak bisa lebih respek pada lawan mainnya. "Dasar, dingin banget." ketus Prita dalam bisik. ●●● Kelas pertama untuk Komunikasi 3 adalah pagi, pukul 07.30, kelas yang paling dibenci mahasiswa manapun, dari maba maupun yang sudah semester tua. Mindset mereka tentang kuliah itu bebas, seakan ditebas dengan kelas pagi di hari pertama, dan itu dirasakan oleh Daru. Setelah pulang syuting pukul satu dini hari, Daru harus dipaksa bangun pagi untuk menyambut dunia barunya, dengan mata panda dan wajah lesu Daru berjalan menuju kamar mandi. Hana, yang sudah bangun setengah jam yang lalu juga merasakan antusias masuk kuliah, pagi ini dengan sarapan telur dadar sambal terasi, ia menjamu sarapan adiknya. "Hayo, melek-melek." goda Hana. Daru hanya berlalu menuju kamar mandi dengan senyum simpul. Kepalanya sudah ia tutup dengan handuk warna navy. Setelah mandi lima belas menit, Daru datang ke meja makan dan menyapa kakaknya, "Pagi Kak Han," "Pagi adikku sayang, ini makan ya yang banyaaak." Hana menyendokkan nasi ke piring Daru. "Hari ini kamu ada berapa kelas?" "Cuma dua kelas kok, ntar siang jam 12 kelar paling," Daru meneguk air putih. Kebiasaan minum air putih tiap pagi memang harus diterapkan Daru, ditambah sosoknya sebagai artis yang harus selalu menjaga penampilan, jadi minum air putih yang cukup bisa menjadi obat terbaik dalam merawat diri. "Pagi ini kamu ada kelas?" Hana mengerutkan alisnya. "Iya," sembari mengunyah lahapan pertama, Daru mengangguk saja. "Jam berapa?" "Jam setengah delapan kak masuknya, emangnya ini jam berapa?" Daru menoleh ke arah jam dinding rumahnya, sudah pukul 7.20, yang artinya butuh 10 menit perjalanan untuk sampai ke kampus tanpa telat, dan itu enggak mungkin. Daru langsung menelan paksa makanannya dan berdiri menuju kamar, mengambil tas ranselnya dan meraih kemeja jeansnya. Hana yang sebenarnya ingin mengantarkan Daru menuju kampusnya harus segera menghapus keinginannya, pasalnya akan butuh satu jam untuk sampai ke kampus jika menggunakan mobil. Tahu kan, Jakarta ramainya kayak apa jika saat begini, hari Senin lagi. "Kakak pesenin ojek, tunggu lima menit ya." Daru yang saat itu sedang mengancingkan kemejanya hanya menatap pasrah kakaknya, yang pasti hari ini dia bakal telat. Paling tidak lima belas menit akan sampai ke sana. Yakinlah. "Kamu enggak kepanasan, pakai kemeja jeans dirangkap kaos?" Hana mengernyit melihat adiknya. Karena sudah terlanjur dan Daru malas melepasnya lagi dia hanya berharap semoga cuaca hari ini tidak terlalu panas. "Nanti juga pas di lokasi syuting ganti lagi," jawab Daru remeh. Tanpa Daru tahu akan ada peristiwa yang membuatnya gerah bukan main. Setelah ojek online datang dan membawa Daru menuju kampus, keramaian jalan Jakarta memang tidak bisa diragukan, bolak-balik lewat jalan tikus dan meliuk-liuk di antara mobil yang macet membuat Daru mulai merasa kepanasan. Setelah 15 menit perjalanan, Daru turun di depan pos kampus. Daru membuka ponselnya dan terpampang jadwal kuliahnya, kelasnya pagi ini berada di mana. Daru yang masih tidak tahu lokasi kelasnya di mana mencoba menanyakan diri kepada satpam kampus. "Eh, Mas Daru ya," belum juga menyapa, Pak Satpam bernama Juki seperti sudah mengenali Daru. Daru tersenyum ramah ke Pak Juki, "Pak, ruangan J21 di mana ya?" Seperti sudah hafal di luar kepala, Pak Juki menjawab dengan mantab ,"Satu gedung dengan Fakultas Isipol mas, pasti Mas Daru tahu dong gedungnya di mana." Daru mengangguk takzim, dulu ketika ospek, sempat di kenalkan juga gedung-gedung penting di kampus seperti gedung fakultasnya sendiri. "Mas Daru jalan kaki?" kernyit Pak Juki yang melihat artis papan atas itu hanya seorang diri di depan pos satpam. Daru hanya mengangguk sembari menampakkan senyum kecutnya. Stereotip tentang artis yang hidup mewah terpecahkan pagi ini, Pak Juki tertawa renyah. "Fakultas Isipol jauh loh mas kalau dari sini, serius." Mendengar ucapan Pak Juki, Daru menepuk dahinya, kemudian menatap pergelangan tangannya, jarumnya menunjukkan pukul 7.59. Daru sudah tertinggal 30 menit, ia tidak yakin akan diperbolehkan masuk atau tidak. "Enggak apa pak, saya duluaan." Daru berlari kencang menuju kelasnya yang berjarak 700 meter dari kantor pos penjagaan itu. Di tambah lagi, Daru harus menaiki tangga untuk mencapai lantai 5 gedungnya. Napasnya ngos-ngosan, energi dari sarapan pagi ini seperti sudah keluar. Rasanya jantungnya ingin keluar dari dadanya. Ketika sampai di depan kelas, seseorang gadis keluar dari kelas. Dengan wajah cemberut. "Baru juga masuk pertama, udah diusir dari kelas aja." Celoteh gadis itu membuat Daru mengurungkan niatnya masuk kelas, ia kembali berpikir bahwa yang ada ia akan dipermalukan jika datang terlambat seperti ini, image-nya sebagai artis bisa jebol. Daru mendekat ke arah perempuan yang ngomel itu, berpaling dari pintu kelas J21. "Kamu kelasnya Pak Irwan? Pengantar Ilmu Komunikasi kan?" Gadis yang mengomel tadi langsung mengangkat wajahnya kaget. Menatap Daru dengan wajah merasa familiar. Tapi di samping itu, gadis itu mengangguk. "Kamu telat juga?" Daru mengangguk, "Iya, baru aja dateng." "Mending enggak usah masuk deh, dari pada diomelin dan di usir." "Eh, kenalin, namaku Yara. Yara Airani. Kamu?" belum juga menjawab, Daru sudah mendapat dua sahutan dari teman barunya. "Handaru Sandy, panggil aja Sasan." Daru menjaga aman untuk menggunakan nama aslinya, bukan nama panggungnya. Apalagi ia menggunakan nama panggilan akrabnya kepada gadis yang baru ia kenalnya. "Tapi kok mukamu mirip Daru Han, deh." celetuk Yara ringan. "Gantengan aku kali, dari pada Daru Han." Daru malah memancing Yara. "Sama-sama biasa aja." jawab Yara enteng. Daru mendelik mendengar jawaban dari mulut Yara. Sepertinya di dunia ini hanya Daru doang yang senang dianggap muka rata-rata. Hal itu membuat Daru merasa seperti manusia lainnya "Ke kantin yuk, laper. Mumpung jam segini belum rame." seperti tanpa beban, dan sungkan. Yara mengajak Daru tanpa basa-basi. Dari pada bosan menunggu kelas berakhir, Daru seperti setuju dengan ajakan Yara. "Eh, tapi bener loh, mukamu kayak Daru Han." "Kan aku emang Daru Han. Gimana sih." Daru menyela jujur. "Tapi mukanya biasa aja, enggak ada artis-artisnya." abai Yara, ia semakin berjalan cepat menuju kantin. Sedang Daru mengejar langkah Yara yang semakin cepat dan lebar. "Aneh enggak sih, kita pake aku kamu, kayaknya enggak cocok buat kamu yang artis deh," Yara seperti ragu pada kalimat-kalimat yang ia lontarkan. "Enggak apa, serius," Daru tertawa renyah membalas ucapan Yara, "Dikata artis bukan manusia sosial kali." Daru tersenyum di hatinya, meski merasakan gerah luar biasa pada tubuhnya, setidaknya ia menemukan teman baru yang mengasyikan. Daru merasa menjadi sosok nyata dalam dirinya, bukan gambaran palsu pada televisi yang sering ia lakoni tiap hari. Untuk pertama kalinya, Daru menjadi Handaru Sandy Mahatma. ●●● "Eh serius lo tadi sarapan bareng Daru Han?" Mita, teman Yara sejak ospek seperti tidak percaya dengan pemandangan di kantin kampus 3. "Kayaknya biasa aja deh pemandangan kek gitu," Rayi, pacar Mita yang mendadak langsung klop dengan pertemanan Mita dan Yara. Mendengar ucapan kontra dari pacarnya, Mita melirik tajam. Yara yang seperti biasa saja hanya menatap Mita terlalu lebay, memangnya Daru bukan manusia sampai sarapan dengannya seperti sarapan dengan alien. "Biasa aja, kita cuma makan bakwan, minum es teh dan duduk kayak kita saat ini sambil ngobrol kok. Enggak ada yang spesial sampai satu angkatan heboh gini." "Lo g****k atau gimana sih, Ra. Heran deh gue," Mita menoyor kepala sohib barunya. Meski berbeda jurusan, Yara dan Mita seperti sudah dekat pakai banget. "Iya gue g****k. Makanya gue sekolah lagi. Apa lo? Gak terima!" Yara tidak kalah nyolot. Untung Yara bukan tipe orang yang gampang sakit hati. "Iya-iya gue juga g****k," akhirnya Mita ikut ngalah, sembari menyeruput es tehnya yang tinggal sedikit. "Gue pergi nih, kalau kalian berantem." Rayi yang merasa dikacungin angkat suara. "Eh, tapi tadi kok lo bisa sarapan bareng sama Daru Han gimana ceritanya?" tidak ada habis-habisnya Mita kepo dengan peristiwa pagi ini. "Karena sama-sama telat masuk kelas." Mita melotot, mendengar ucapan Yara, lalu geleng-geleng "Kalian di hari pertama udah telat. Gila... gila... gila." "Kalo Daru Han. Jelas banget telat gara-gara syuting pulang malem. Kalau lo telat gara-gara apaan dah, perasaan lo enggak sibuk apa-apa ya kan." Mita melanjutkan keherannya. Yara tersenyum lebar, "Gue semalem marathon nonton Backstreet Rookie, hehe." Yara menyebutkan salah satu drama korea yang baru tamat beberapa hari yang lalu. Pencinta drama korea tingkat akut sih emang Yara. "Salah milih temen gue kayaknya, kenapa dapet yang enggak waras gini dah." ratap Mita, sembari menjatuhkan dagunya di meja kantin. "Abang Ichang ganteng banget tahu, enggak bisa gue kalo enggak buru-buru kelarin." Seakan menjadi akrab banget jika nama Ji Chang Wook di rubah menjadi Abang Ichang. "Lo punya pacar artis Ra?" Rayi dengan polosnya menyahut. "Diem kamu." Mita menyela ketus ke arah pacarnya yang notabene adalah kakak tingkatnya, tapi seperti tidak ada harga diri Rayi di depan Mita. "Iya dah serah-seraah, sono-sono nikah sama abang lo." "Nanti dulu, gue masih fokus kuliah, Abang lagi fokus karir." semakin ngawur, menjadikan Mita semakin menyesal menjadikan Yara teman. Gini amat dah punya idup gue, keluh Mita habis-habisan. "Eh, eh. Tuh kayaknya Daru kan? Wiss ganteng banget dah," Mita yang sejak tadi lemas kini bersemangat melihat Daru duduk di meja kantin. Sebenarnya Rayi ingin menyahut, tapi takut kena sela Mita lagi, lebih baik memang diam. Ternyata yang seperti Mita ada banyak, kini banyak pasang mata memperhatikan Daru yang melenggang masuk kantin dan duduk di salah satu bangku.. Duduk sendiri, namun dengan pesona luar biasa, wajar aja dia dapat banyak kontrak, wong gantengnya pakai pol. "Lo beruntung banget ya Ra, lo sekelas sama Daru, di tambah lo punya kesempatan buat merasakan sarapan bareng dia di hari pertama kuliah. Udah kayak ketimpa durian dah." Rayi tetap diam dengan hati yang ingin mendumel. "Eh gue enggak suka duren ya, koreksi bukannya beruntung malah yang ada bisa kena santet gue." Duren adalah buah yang dibenci Yara setelah aplukat. Buah favorit masyarakat Indonesia bisa-bisanya Yara benci. "Kok bisa?" Mata Mita tak lepas dari gerakan Daru yang kini sedang bermain ponsel sembari membaca berlembar-lembar kertas yang dijamin anak-anak adalah naskah sinetronnya. "Ya lo pikir deh, gimana reaksinya orang-orang yang naksir Daru mengecam gue habis-habisan gara-gara gue bisa sedekat itu sama dia. Padahal mah, gue baru ketemu dia juga tadi pagi." Seperti tidak mendengarkan Yara, Mita malah menantang Yara, "Lo kan bilang, katanya kalian udah saling kenal. Coba deh sapa dia, gue mau lihat kalau lo enggak bohong." Rayi semakin tidak habis pikir dengan jalan pikiran pacarnya. "Enggak ah. Gue enggak mau di gorok sama cewek-cewek maniak." Yara menolak keras tantangan Mita. "Cemen dah lo, katanya lo deket sama Daru." "Gue ngobrol sama dia cuma sekali ya, enggak usah macem-macem lo." "Yara cemen," Mita malah mengompor-ngompori. "Mita, bentar lagi gue masuk. Udah, deh enggak usah bikin perkara." "Yara cemen." Mendengar ucapan Mita, mendadak Yara tertantang, dia enggak mau dikatain cemen berkali-kali. Dalam hatinya, toh apa masalahnya? Tadi pagi juga mereka ngobrol asik di kantin. Yara berdiri dan berjalan menuju meja Daru, langkah Yara yang spontan sontak menjadi perhatian orang-orang yang ada di kantin. Mita yang sejak tadi menggoda kini dibuat kaget dengan keberanian temannya. Tapi ia juga dibuat penasaran bagaimana respon Daru ketika dirinya di dekati. Ketika kaki Yara sudah dekat dengan meja Daru, ia berhenti. Jantungnya berpacu dengan cepat karena ia menjadi tontonan. Sepertinya, Daru yang tenggelam dalam bacaannya tidak menyadari ia sedang menjadi tontonan. '"Hai, Daru Han." sapa Yara pelan, namun membuat Daru tersadar dan menatapnya pelan. Daru tersenyum ke arah Yara, menurunkan lembaran naskahnya. Respon itu mendapat senyuman manis dari Mita yang menyaksikan dan banyak orang lainnya. Namun beberapa orang menunggu momen selanjutnya apakah Daru akan berperilaku baik. "Aku boleh duduk di sini?" tanya Yara memberanikan diri. "Boleh silahkan duduk, tapi aku sambil baca naskah enggak papa yah." Yara mengangguk, lalu duduk di bangku hadapan Daru. Mereka hanya duduk di dalam diam, keramaian di sekitar kantin serasa senyap karena menatap apa yang terjadi pada dua insan itu. "Aku ganggu kamu ya?" setelah ditinggal sibuk dalam naskahnya, Yara menyeletuk. Dengan perasaan tidak enak, Daru menoleh ke arah Yara sebentar, "enggak kok." lalu ia memalingkan pandangannya ke naskahnya lagi. Yara yang merasakan canggung tingkat akut menatap Rayi dan Mita di meja sebelah dengan tatapan bingung. Apa gue pergi aja ya, g****k banget deh gue mempermalukan diri gue di depan orang banyak. Malu banget. Batin Yara penuh penyesalan. Kini gue sadar, mengenal artis memang bukan suatu kebanggaan. ●●●
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD