Bab 2

1172 Words
Aline kini rapi mengenakan kemeja biru dengan motif polkadot kecil, rok span hitam selutut, rambut panjangnya ia ikat keatas. Terlihat leher jenjangnya yang putih mulus, tak lupa anting emas kecil bermotif bunga ia kenakan. Tak lupa dia mengenakan jam pemberian Julian saat ulang tahunnya yang ke 18. Kini Aline sudah rapi dan cantik, aroma parfum blueberry menemani setiap langkahnya. Dia mecoba mengembangkan senyumnya, memikat mentari dan semesta berpihak kepadanya. Hari ini dia harap hari bahagianya untuk memulai meminum hasil keringatnya sendiri. Delia ikut bangga dengan Aline yang pundaknya selalu kuat menghadapi apapun, mental baja sudah tertanam dalam diri Aline sejak dulu. Meski orang tuanya tidak pernah peduli kepadanya dan hanya membalas pesan singkat Aline, dia tetap masih mencoba tersenyum. Setidaknya dia diberi kesempatan berkarir tanpa harus mengandalkan kekayaan orang tuanya. “Cantik,” puji Julian. Julian tersenyum dalam hatinya dan dia menyanyikan lagu untuk Aline. Cantik Ingin rasa hati berbisik Untuk melepas keresahan Dirimu Oo cantik Bukan 'ku ingin mengganggumu Tapi apa arti merindu Selalu Walau mentari terbit di utara Hatiku hanya untukmu Ada hati yang termanis dan penuh cinta Tentu saja 'kan kubalas seisi jiwa Tiada lagi Tiada lagi yang ganggu kita Ini kesungguhan Sungguh aku sayang kamu Cantik Bukan 'ku ingin mengganggumu Tapi apa arti merindu Selalu Walau mentari terbit di utara Hatiku hanya untukmu Ada hati yang termanis dan penuh cinta Tentu saja 'kan kubalas seisi jiwa Tiada lagi Tiada lagi yang ganggu kita Ini kesungguhan Sungguh aku sayang kamu Aline tak bisa menahan tawa seusai Julian menyanyi, suara Julian memang bagus tapi nyanyian Julian membuat Aline dag dig dug tak karuan. Mereka seperti sepasang kekasih, tanpa disengaja baju mereka berwarna sama, biru muda. Julian tak bisa menutupi bahagianya hari ini, setiap hari pasti dia memandang Aline dengan dekat, bahkan Julian sudah mengatur ruang kerja Aline yang dekat dengannya. Sepanjang perjalanan mereka hanya saling terdiam, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Aline sangat gugup, ini interview pertamanya walaupun nantinya dia pasti diterima, tapi entah kenapa dia agak takut menghadapi wawancara. Julian menggenggam tangan Aline, mencoba membuat sahabatnya tidak gugup. Aline tersenyum, saat hatinya telah siap, dia turun dari mobil. Berulang kali dia menghembuskan napas untuk menghilangkan rasa gugup. Julian dan Aline sengaja berjalan terpisah, agar mereka tidak terlihat mencurigakan diantara pegawai lainnya. Di dalam lift Aline terus berdoa, sedangkan lelaki di sampingnya juga seorang pegawai baru juga melamar kerja. Dia memperhatikan lelaki itu, pakaiannya rapi dan dagunya seperti habis dicukur. Semoga saja bukan sainganku, batin Aline, dia menghela napasnya dan berulang kali mencoba berpikir positif menghilangkan rasa gugup. “Halo, apa kau juga melamar di sini?” tanya lelaki di samping Aline. “Ah iya, rupanya kita sama.” Aline berusaha menyamarkan kegugupannya dengan senyum. “Namaku Vando.” Lelaki itu menjulurkan tangannya, berniat menjabat tangan Aline. “Aku Aline.” “Wah tanganmu dingin, apa sedang gugup?” tanya Vando. “Sangat, aku sangat gugup.” “Tenanglah, kita pasti bisa, semangat Aline!” Vando memberi semangat. Aline merasakan aliran energi yang berbeda dari Vando, dia seperti lelaki yang baik. Aline segera masuk saat namanya telah dipanggil, dia berpapasan dengan Vando dan mereka saling tersenyum, dari senyumnya Vando, Aline merasa lelaki itu berhasil menjawab dengan baik. Suasana agak mencekam saat Aline melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan. Seorang lelaki tampan dengan jas abu-abunya sibuk memperhatikan kertas dihadapannya. Baru kali ini Aline merasakan gugup sampai membuat perutnya agak mulas. “Aline Azzahra?” ucapnya tanpa melihat Aline sedikitpun, matanya menatap lurus kertas yang dia pegang. “Silahkan duduk.” “Oke, saya tidak suka bertele-tele, langsung saja perkenalkan saya Dimitri. Silahkan anda perkenalkan diri.” Dimitri mengambil berkas milik Aline lalu membacanya dengan seksama. “Saya Aline Azzahra, umur saya 20 tahun. Saya fresh graduate dengan gelar sarjana Manajemen Keuangan.” “Bluberry Castaine?” tanya Dimitri keluar dari topik pembicaraan. Aroma parfum Aline menyeruak ke hidung Dimitri dan semakin tajam aromanya. Dimitri agak terganggu dengan aroma itu. “Ah iya,” ucap Aline “Oke langsung saja, mengapa kamu mau bekerja di sini?” tanya Dimitri to the point. Dia sengaja menutup hidungnya, aroma parfum itu membuatnya sesak. “Karena saya merasa pekerjaan ini sesuai dengan bidang ilmu saya, selain itu saya juga ingin mengem-,” ucap Aline “Oke cukup silahkan keluar.” Dimitri sudah tidak sanggup haru menghirup aroma parfum Aline, memang tidak seberapa menyengat, tapi mengusik Dimitri. Aline sangat bingung atas ucapan Dimitri, dia menjadi canggung dan lemas seketika. “Saya bilang, cepat keluar! Interviewnya sudah!” perintah Dimitri. Aline menjadi kerabang, wajahnya memerah karena campur aduk antara malu, gugup dan kecewa. “Ba-baik, terimakasih pak.” Aline membungkuk memberi hormat lalu keluar dari ruangan itu, wajahnya menjadi sangat murung. “Apa yang terjadi?” tanya Vando. Aline hanya menggeleng dan tersenyum hambar, dia tak mau menceritakan kepada siapapun. “Minumlah.” Julian datang memberi sebotol minum kepada Aline. Gadis itu meneguknya sampai habis tak tersisa. Jantungnya masih berdegup tak karuan, apa yang salah dari dirinya? Kenapa Dimitri begitu dingin dan tak mau menyapanya. “Ini pertama kalinya aku ingin mati saja.” Aline menghela napas frustasi. Tak tau lagi apa yang harus dia lakukan, jika sudah begini Aline menyerah. Apalagi Dimitri adalah sepupu Julian. Meski Julian adalah CEOnya, tapi dari watak Julian, Aline sudah dapat melihat dengan jelas jika Dimitri orang yang keras. “Sudah, yang penting kamu sudah melakukan yang terbaik.” Vando menepuk bahu Aline, begitu juga dengan Julian. Mereka menjadi begitu akrab meski baru pertama kenal, menyemangati Aline yang pundung. “Setelah ini aku ingin memesan dua porsi lagsana dan maryam.” Aline mencoba menghibur dirinya sendiri dan menertawai apa yang telah terjadi. Hanya karena aroma parfum dia ditolak. “Ayo aku temani, kau juga Vando! Ayo kita makan bersama, kita harus merayakan hari ini!” ucap Julian bersemangat lalu menggiring mereka berdua menuju parkiran. Aline hanya merutukinya dalam hati, apa yang harus dirayakan? Jika saja Aline ditolak, mungkin Aline akan memutuskan membeli apartemen dan lahan kosong, dia berniat membuat cafe yang penuh dengan aneka macam menu makanan khas Itali. “Kenapa masih gelisah?” tanya Vando menemani Aline duduk di meja restoran, sedangkan Julian memesankan makanan untuk mereka. “Kau tau? Bagian terburuknya adalah pak Dimitri yang tidak menyukai parfumku, karena itu kurasa aku akan ditolak.” Aline menunduk sangat lesu, seandainya dia menggunakan parfum merk lainnya mungkin tidak akan menjadi seperti ini. “Sungguh?” Vando tak yakin dengan pernyataan Aline, dia tak percaya jika saya hal itu bisa menjadi alasan yang tidak masuk akal. Aline mengangguk mantap dan meneceritakan semuanya. Setidaknya jika saja dia memiliki pendengar, hatinya terasa lebih lega. “Wah aku ketinggalan apa aja nih? Kaya serius banget,” ucap Julian. Dia datang membawa makanan untuk mereka, Aline yang melihat dua porsi lagsana dan burger besar sangat berbinar, wajahnya berubah menjadi cerah tidak lagi memikirkan Dimitri yang membuat hatinya kacau. “Ini untuk aku semua kan?” tanya Aline. Dia menunjuk 2 lagsana dan 1 burger yang Julian berikan, sedangkan Julian dan Vando memiliki masing-masing 1 porsi spagheti. “Tentu, silahkan.” Julian tersenyum lalu memberikan minum untuk Aline. Bisa dibilang Aline ini adalah perut karet, memakan sebanyak apapun akan tetap langsing. Mungkin karena dia rajin berolahraga. “Wow, kamu rupanya tipe perempuan yang emotional eating?” tanya Vando. Aline tersenyum kecil dan mengangguk, sejak kecil ketika dia emosi, marah atau sedang galau dia selalu melampiaskannya kepada makanan dan ketika makanannya habis dia pasti akan kembali bahagia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD