2

1856 Words
  Pagi ini, Riana tak memiliki selera untuk makan. Dia belum menyentuh satu pun masakan yang tersedia di meja makan tadi, hanya dua gelas air putih yang berhasil membasahi kerongkongan Riana. Sesekali rasa sakit juga menyerang bagian perutnya. Riana memilih untuk berbaring di atas sofa ruang keluarga dengan tubuh yang kian terasa melemas. Energinya seakan-akan terserap secara bertahap. "Ayo makan dulu!" seru Dion sambil membawa semangkuk bubur hangat yang dibuat oleh Bik Weni. Dion menyunggingkan senyum tatkala Riana menengok ke arahnya. "Aku enggak pengin makan," sahut wanita itu dengan nada lemah. Untuk mengeluarkan suara pun sebenarnya dia malas. Namun, Dion dengan gerakan cepat menarik tangannya pelan untuk bangun, lalu memosisikan Riana untuk duduk di sampingnya. "Harus makanlah, Sayang. Kamu enggak mau 'kan anak kita kenapa-kenapa? Pokoknya kamu harus makan," bujuk Dion dengan nada tegas. Terkadang bagi orang yang sedang tak enak badan selera mereka untuk makan pasti akan berkurang atau lenyap. Kira-kira begitulah yang dialami Riana. Riana akhirnya menuruti perkataan Dion, dia tidak boleh egois. Bagaimanapun juga anak mereka butuh asupan makanan yang cukup agar tetap bisa bertahan. Apalagi, jika mengingat perkataan dokter bahwa dia masih sangat rentan mengalami keguguran akibat kondisi rahimnya yang bermasalah. Bentuk uterus (rahim) Riana tidak normal seperti kebanyakan wanita lainnya. Dia mengidap uterus bikornis yaitu kelainan pada rahim dimana uterusnya berbentuk hati, mempunyai dinding di bagian dalam serta terbagi dua di bagian luarnya. Uterus bikornis merupakan bagian dari kelainan kongenital (bawaan sejak lahir) Menurut Dokter Shella yang menangganinya, gejala-gejala dari kelainan ini memang tidak tampak jelas, kecuali dilakukan proses pemeriksaan secara khusus misalkan dengan ultrasonografi (USG). Efek yang dialami sebagian besar wanita-wanita penderita kelainan ini adalah susah hamil. Jika pun dapat mengandung, tetapi tak jarang pula akan bermunculan permasalahan-permasalahan seperti rawan keguguran, bayi prematur, dan juga kesulitan dalam melahirkan karena inkompetensi serviks diakibatkan oleh leher rahim yang lemah hingga mudah terbuka bahkan tertutup, dimana bisa membahayakan keadaan bayi yang sedang dilahirkan. "Ayo cepat telan buburnya, Sayang. Kamu nanti kayak siput, makan aja lama," ejek Dion. Dia berusaha menghibur sang istri yang sudah menunjukkan gejala tidak enak badan sejak tadi malam. "Aku takut, Dion." Riana tampak mulai gelisah. Nyeri di bagian perut kian menderanya, meski masih dapat dia tahan sejauh ini. "Jangan terus dipikirkan. Kamu harus mengubah persepsimu menjadi hal yang positif. Anak kita akan baik-baik saja." Dion mengelus perut istrinya lembut. Dia harus tetap tenang. Walau, sesungguhnya dia juga cemas dengan kondisi Riana yang benar-benar tidak baik. "Tap-" ucapan wanita itu menggantung karena Dion telah terlebih dahulu memotongnya. "Udah dibilangin jangan dipikirin, kamu keras kepala juga ya ternyata? Cepat habisin buburnya, biar kita bisa berangkat ke rumah sakit untuk periksa," kata Dion sambil menyuapkan satu sendok bubur ke dalam mulut istrinya itu. Riana mengangguk pelan lalu menyunggingkan senyum tipisnya. Hanya hambar yang dirasakan Riana ketika melakukan kunyahan. "Kamu itu mesti percaya kalau anak kita akan baik-baik saja. Kamu enggak boleh lemah, Riana." Dion lantas menarik wanita itu dalam dekapannya bermaksud untuk memberikan kekuatan pada sang istri. ...................... Mereka tiba di rumah sakit kira-kira pukul sembilan pagi. Tidak banyak antrean pasien pada ruangan poli spesialis kandungan hari ini. Jadi, Riana dapat segera memperoleh pemeriksaan tanpa menunggu giliran yang cukup lama seperti sebelumnya. Dokter Shella menyambut kedatangan mereka dengan senyuman hangat. Riana berbaring di atas ranjang pasien. Dion setia duduk di sampingnya, memberikan dukungan dan semangat. Dokter Shella mulai memeriksa keadaan janin dengan menggunakan stetoskop Laennec dan USG Doppler untuk mengetahui detak jantung serta pertumbuhan janin. Pemeriksaan berlangsung lumayan lama. Tuhan tolong lindungi istri dan anak hamba. Doa Dion dalam hati. Rasa cemas menghampirinya. "Gimana, Dok?" tanya Riana tak sabaran setelah Dokter Shella selesai memeriksa dirinya. Yang Riana peroleh hanyalah senyuman dari dokter itu. "Ibu Riana istirahat saja. Nanti hasil pemeriksaan biar saya beri tahu pada suami Anda," jawab Dokter Shella memilih bungkam. Tidak wajar rasanya memberi tahu hasil pemeriksaan pada pasien yang bersangkutan, apalagi keadaan sang pasien tengah tidak stabil karena bisa saja nanti hal tersebut malah memicu dan mengakibatkan kondisi pasien bertambah buruk. Dokter Shella kemudian memberi kode kepada Dion untuk bicara empat mata dengannya di ruangan lain. "Istirahat ya, Sayang. Udah, kamu enggak boleh mikir yang macam-macam ntar wajah cantik kamu makin pucat 'kan enggak enak buat dipandang," hibur Dion dengan nada menggoda. Dia menggenggam tangan kanan Riana. "Aku takut Dion," ucap wanita itu yang paling tidak bisa menyembunyikan apa yang tengah dia rasakan. Dion tersenyum. "Ngapain kamu pakai takut segala? Aku bakal jagain kamu. Terus tugas kamu ngelindungin anak kita dengan cara mengubur pikiran negatif dan ketakutanmu sendiri," nasihat Dion. Agak sulit meyakinkan Riana untuk tetap tenang. Tetapi, hal tersebut memang wajar dirasakan oleh seorang calon ibu. "Aku takut terjadi sesu-" ucapan wanita itu terpotong karena Dion mengecup bibirnya meski kilat. "Bibir kamu kering loh, keras kepala sih disuruh banyakin minum air enggak mau. Nanti aku beliin kamu air habis bicara sama Dokter Shella. Sekarang kamu pejamin mata, dari kemarin malam tidur kamu enggak bagus Riana," ucap laki-laki itu membelai rambut sang istri. "Aku enggak bisa tidur," balas Riana jujur. Dion kembali tersenyum. "Cukup pejamin mata kamu terus jangan mikirin hal yang aneh-aneh. Aku harus menemui Dokter Shella. Kasihan beliau nunggu lama sementara kita asyik mesra-mesraan di sini," perkataan Dion kali ini sukses membuat Riana terkekeh. "Nah, gitu dong ketawa. Aku tinggal dulu, enggak lama kok. Pokoknya kamu harus istirahat," tegasnya yang dibalas anggukan oleh wanita itu. Dion mengecup dahi Riana lalu beranjak dari kursi dan melangkahkan kaki menuju ruangan lain menemui Dokter Shella untuk mengetahui hasil pemeriksaan. Entah kenapa, mulai timbul perasaan tidak enak dalam benaknya. Dokter Shella langsung mempersilakan Dion untuk duduk ketika laki-laki itu masuk ke ruangan kerjanya. Beliau tengah menulis beberapa catatan terkait dengan hasil pemeriksaan tadi. "Bagaimana hasilnya, Dok?" tanya Dion to the point. Dia masih berusaha untuk bersikap tenang. Namun, perasaannya tidak bisa berbohong, dia cemas. Ditambah dengan raut wajah dokter Shella yang terlihat serius. Dia semakin gugup untuk mengetahui hasil pemeriksaan. "Keadaan janin benar-benar lemah dan mengalami bradikardia berat denyut jantung pada janin kurang dari 80 kali per menit," beri tahu wanita yang berusia 45 tahun itu. Tubuh Dion seketika kaku. Bradikardia adalah suatu keadaan dimana denyut jantung berdetak lebih lambat daripada denyut jantung normal. Takikardia merupakan kebalikkan dari bradikardia. Janin yang dikategorikan sehat biasanya memiliki denyut jantung antara 120-160 kali per menit. Jadi, jika denyut jantung janin melebihi atau kurang maka sudah dipastikan terjadi masalah pada janin tersebut. "Janin yang dikandung ibu Riana juga mengalami PJT (Pertumbuhan Janin Terhambat) dimana berat dan ukuran sang cabang bayi tidak sesuai dengan usia kehamilan," ungkap dokter Shella. Dion masih belum bangun dari ketegangan akibat pemberitahuan yang diterimannya. "Kelainan rahim yang diidap Ibu Riana sangat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin. Apalagi, kondisi psikis Ibu Riana juga tampaknya sedang tidak stabil," lanjut dokter Shella. Untuk menarik napas saja begitu terasa sulit dilakukan oleh Dion sekarang. "Ap...apa calon anak kami masih bisa diselamatkan, Dok?" tanyanya kemudian. "Jujur saja menurut diagnosis saya, Ibu Riana berada dalam zona yang sangat rawan mengalami keguguran. Jadi, dia harus mendapat perawatan intensif di sini mulai hari ini," jawab Dokter Shella. Itu berarti, Riana akan menjalani rawat inap sampai keadaannya pulih. "Kemungkinan terburuk jika keguguran sampai terjadi, Ibu Riana akan untuk sulit hamil lagi nanti. Dibutuhkan waktu cukup lama dalam mengobati kelainan rahim yang diderita Ibu Riana." "Tapi, saya hanyalah manusia biasa, saya tidak bisa menandingi kuasa Tuhan. Kita sebagai umat-Nya harus percaya dengan adanya kekuatan Tuhan. Tetaplah berusaha dan berdoa. Sebagai seorang suami Anda harus terus mendukung Ibu Riana, beri dia semangat," imbuh dokter Shella. Beliau tahu bahwa permasalahan seperti ini masih susah untuk dihadapi oleh pasangan yang baru membina kehidupan rumah tangga seperti Dion dan Riana. "Terima kasih, Dok. Semoga Anda dapat membantu istri saya dalam memperoleh kesembuhannya. Tolong cari cara untuk menyelamatkan calon anak kami. Istri saya pasti akan sangat terpukul jika dia sampai kehilangan anak kami," kata Dion dengan nada lirih. Dia tak bisa membayangkan bagaimana sedih dan terpukulnya Riana jika mereka harus benar-benar kehilangan calon anak mereka. Dia tak akan sanggup. "Kami akan berusaha, Pak," jawab Dokter Shella. Dion hanya mengangguk bahkan sekarang untuk mengulum senyum pun dia tak mampu. "Terima kasih, Dok," ucapnya sopan. "Baiklah, hanya itu yang dapat saya sampaikan pada anda. Sekali lagi saya minta tolong beri Ibu Riana dukungan, dia butuh semangat dari Anda dan keluarga. Tuhan akan memberikan jalan terbaik untuk umat-Nya," Dokter Shella berkata. Tuhan apa pun jalan yang Engkau siapkan, semoga kami diberi kekuatan untuk menerima dan menjalaninya. Doa Dion memasrahkan diri. .................... Saat kembali masuk ke dalam ruangan dimana Riana menunggu. Kedua matanya langsung menangkap sosok sang istri tidur dengan lelap. Lalu, ditaruhnya beberapa botol air mineral berukuran besar di atas meja yang baru ia beli. Pihak rumah sakit sedang menyiapkan kamar inap untuk istrinya itu. Dion sudah member tahu keluarga dan sahabat-sahabat mereka perihal Riana yang harus dirawat di rumah sakit. Namun, sungguh disayangkan kedua orang tua dan mertuanya tengah berada di luar kota untuk urusan pekerjaan dan baru bisa pulang paling cepat esok hari. Sedangkan, Ani ada acara dengan keluarga besarnya di Malang. Sementara itu, Lian juga memiliki urusan di kampus yang tidak bisa dia tinggalkan. Alhasil nanti malam, Dion hanya akan sendirian menemani dan menjaga Riana. "Nyenyak tidurnya?" tanya Dion saat istrinya tersebut membuka kelopak mata secara perlahan lantas membantunya bangun. "Gimana hasil pemeriksaannya, Dion?" Riana malah bertanya bukan menjawab apa yang dilontarkan Dion barusan. Rasa penasarannya begitu tinggi. "Minum dulu, ntar kamu dehidrasi lagi." Dion menyodorkan botol air mineral plus pipet pada Riana. Wanita itu lantas meminum air tersebut melalui sedotan. "Ayo terus diminum, jangan berhenti," suruh Dion tatkala sang istri ingin menyudahi acara minum airnya. Riana hanya bisa kembali menuruti perkataan Dion toh semua demi kesehatannya juga. "Nah, gitu dong 'kan bagus," kata Dion membelai helaia rambut Riana. Wanita itu tersenyum tipis. "Gimana hasilnya?" sang istri bertanya lagi. Dion mengambil posisi duduk di tepi ranjang, kemudian menarik kepala Riana agar bersender di dadanya. "Kamu harus menginap di rumah sakit karena aku enggak bisa merawat kamu dengan baik di rumah. Aku bukan dokter profesional sih, melainkan cuma dokter cinta buat kamu," goda Dion. Dia ingin menghibur istrinya agar suasana hati wanita itu lebih membaik dan melupakan kekhawatirannya sejenak. "Perayu ulung," sindir Riana. Dion pun terkikik. "Yang penting aku 'kan ngerayu istri sendiri, bukan perempuan lain. Susah deh ngajak orang yang enggak romantis kayak kamu," ejeknya tidak mau kalah. "Jadi, aku harus rawat inap di sini?" tanya Riana memastikan. Dapat dia rasakan Dion melakukan gerakan mengangguk di atas kepalanya. "Iya, kamu harus dirawat. Biar wajah kamu enggak pucat lagi dan juga bibir kamu ini enggak kering saat aku cium," kata laki-laki itu sembari meraih dagu sang istri lalu menempelkan bibir mereka berdua dan memejamkan matanya. Sungguh dia juga butuh kekuatan dalam menghadapi masalah ini. Akan tetapi, dia harus tetap terlihat tegar di depan Riana. Tak peduli, bagaimanapun caranya. "Dasar m***m!" seru Riana setelah dia berhasil melepas secara sepihak ciuman di antara mereka. Dion tersenyum dan menatap jauh ke dalam mata wanita itu. "Kenapa?" tanya Riana keheranan karena Dion terus memandangnya. "Enggak apa-apa. Aku cuma lagi butuh energi tambahan agar bisa jagain kamu dan anak kita," jawab Dion memeluk sang istri kemudian membenamkan kepalanya di bahu Riana. Sepertinya ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku, Dion. Wanita itu menaruh kecurigaan.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD