PART 3

999 Words
Betty tetap berada di posisinya, membelakangi sebuah meja yang ada di dapur restoran . "Aku mau makan." "Kau bisa makan di mana pun kau mau. Kenapa harus kemari? Lagi pula ini sudah larut. Pulanglah." "Aku belum makan sedari siang." Hati Betty mencelos. Dia berbalik menatap Dave yang duduk di kursi makan sambil melepas jas nya. Betty mencebik keras. Hanya saja dia tak menghentakkan kaki karena terlalu kesal. Dia hanya menggulung lengan kemeja chef nya. Dave menyampirkan kemeja nya ke kursi, menyisakan sebuah kaos berwarna abu-abu yang membuat Betty kembali berpaling membelakangi nya. Tangan Betty bergerak membuka lemari pendingin. Mengabaikan Dave yang menyandarkan tubuhnya, Betty mulai sibuk memasak. Berulang kali Betty menghela napas karena merasa Dave tak melepaskan tatapan mata ke arah nya. "Hentikan pikiran gilamu itu Dave, atau aku akan mendorongmu keluar dari sini." Betty berbalik tiba-tiba dan menuding Dave dengan sebuah spatula. Dan benar saja. Dave tersenyum lebar dan mengangkat tangannya. Menyerah. Bahkan bakat itu tak pernah terkikis setelah sekian lama. Betty selalu tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Dave. Termasuk sesaat tadi saat Dave menatap Betty dan membayangkan mereka b******u di meja dapur. Betty kembali berbalik dan dua puluh menit kemudian sepiring pasta dengan bola daging bertabur parutan keju Betty letakkan di depan Dave. Dave menggosok tangannya. Menatap penuh minat pada pasta di hadapannya dan mulai menyendok nya. Bunyi huuum akhirnya terdengar berulang kali menandakan Dave sangat menikmati makan malamnya yang sangat terlambat. Sepuluh menit kemudian piring nya bersih dan Betty mengangsurkan segelas air putih. "Terimakasih." "Bodoh." "Kau tidak mengantarkan makan siang ku. Jadi aku tidak makan." "Dan itu bodoh." "Aku hanya mau masakanmu mulai sekarang." "Dan aku tidak mau memasak tiap hari untukmu. Sekarang pulanglah." "Berbahaya tidur sendirian di restoran ini, Betty." "Dan kau berpikir untuk menemani ku? Tidak. Terimakasih banyak. Keluarlah. Aku mau istirahat." "Rumahku jauh dari sini. Ini juga sudah larut. Aku harus ke kantor pagi-pagi besok. Boleh aku menginap?" "Tentu saja tidak." "Aku tidak bisa bangun sendiri." "Kau bisa meminta sekretarismu membangunkanmu..." Dave urung mengeluarkan kata-katanya. Dia justru berdiri dan melangkah ke arah Betty. "Seperti nada seseorang yang tengah kesal..." "Diam di situ Dave...dan aku tidak kesal. Bukankah itu juga bisa menjadi tugas seorang sekretaris? Jangan berpikir macam-macam." "Dia membantu ku memasang seprai waktu itu. Ruangan di samping ruang kerjaku itu sebuah kamar untuk istirahat kalau aku malas keluar. Dan kami tidak melakukan apapun." Betty mengangkat alis nya. "Kau melakukan apapun juga aku tidak perduli." "Aku tidak pernah melakukannya semenjak pagi itu Betty..." "Itu juga aku tidak perduli." "Aku melakukannya sendiri. Sambil membayangkanmu..." Betty memekik tak percaya. Kata-kata itu meluncur dari mulut Dave dengan mulus seakan tanpa dosa. "Tutup mulutmu Dave! Itu...kau melecehkan aku namanya." "Aku...menunggumu" "Jangan menungguku. Jangan melakukan apapun karenaku. Kau akan berakhir sia-sia." "Aku mencarimu seperti orang gila. Tapi semua akses tertutup. Bahkan Elena dan Ansell...mereka diam. Aku berpikir kau pulang ke tempat asalmu, tapi Elena bilang kau tak ingin menemuiku. Aku...kalap. Aku marah." "Tetaplah marah. Jadi semua tetap seperti bertahun lalu." "Aku tidak bisa Betty. Aku masih mempunyai tanya apa salahku hingga kau pergi pagi itu. Dan apakah...ada sesuatu yang terjadi padamu...aku mungkin b******k. Tapi aku tidak akan pernah lupa...kita melakukannya tanpa pengaman dan kemungkinan kau.." "Cukup Dave. Aku menolak membahas masa lalu kita. Itu hanya akan menjadi s*x satu malam tanpa melibatkan perasaan apapun bagiku." "Betty..." "Tidurlah di bawah kalau kau memaksa tidur di sini. Selamat malam." Betty melangkah menaiki tangga restoran nya. Dia berjalan cepat menuju kamar nya dan menguncinya rapat. Betty memegang dadanya yang berdegup kencang. Dave benar-benar merusak ujung harinya dengan pembicaraan yang selamanya akan Betty hindari. Betty melangkah menuju nakas. Menarik laci nya dan mengambil sesuatu dari dalamnya. Betty mendekap barang itu sambil menahan sesak di dadanya. Dia menatap sebuah baju mungil untuk seorang bayi perempuan yang ada di tangannya. Lalu yang terjadi adalah Betty yang terisak pilu. Seandainya saja... * Bahu Betty luruh saat melihat Dave yang tidur serampangan di atas sofa di dekat jendela dapur. Panjang sofa itu bahkan tidak mampu memuat tinggi tubuh Dave hingga kaki pria itu menjulur tak nyaman melewati sofa. Betty menatap Jesse yang balik menatapnya heran. Betty menghela napas pelan dan melangkah ke arah Dave. "Dave...bangunlah." Dave menggeliat setelah Betty beberapa kali menepuk bahunya. Sambil setengah terjaga Dave hanya bergumam tak jelas. "Pindah lah ke kamar atas Dave." Betty menarik lengan Dave. Yang terdengar kembali hanya gumaman. "Dave...kau bilang harus ke kantor pagi-pagi. Bangunlah!." Betty mulai kesal. Satu dua karyawan nya sudah masuk dan menatap heran padanya sebelum akhirnya mereka dihalau oleh Jesse untuk segera memulai pekerjaan mereka. "Dave..." "Aku masih mengantuk Betty. Dan aku meliburkan diri hari ini." Betty membeku. "Pindah ke atas atau aku akan menyiram tubuhmu dengan air dingin." Dave menggeliat lalu bangun dengan sangat terpaksa. Sambil masih setengah menutup mata, dia berjalan menaiki tangga dan mengomel. "Kau istri yang kejam." "Aku bukan istrimu..." "Kau calon istri yang sadis." "Dan aku juga bukan calon istrimu. Berhenti mengoceh dan tidurlah sepuasmu!" Betty mulai mengeluarkan taringnya. Dia menggeram hingga Dave hilang dari pandangannya. Jesse mengusap punggung Betty yang terengah. "Dia calon suami yang unik...kau akan selalu dalam kesulitan karena dia terlihat seperti pria yang sulit dibangunkan...dan.." "Berhenti bicara atau kau tidak akan mendapatkan bonusmu bulan ini Jesse Bloom." "Baiklah..." Jesse setengah berlari keluar dari dapur sembari menahan tawa. Dia sangat tahu, se kesal apapun Betty, dia tidak pernah bisa benar-benar marah. Juga pada para karyawan nya. Karenanya para karyawan banyak yang bertahan hingga kini. Pagi beranjak dan semuanya sibuk seperti biasa. Dave melewatkan sarapan nya dan Betty bahkan tak berniat ke atas untuk membangunkannya. Tapi yang terjadi kemudian adalah Betty yang berulang kali menatap jam dinding dan mulai khawatir pada Dave yang terlambat makan. Berulang kali juga Betty berpikir untuk naik ke kamarnya dan membangunkan pria itu. Ini sudah sangat terlambat karena sudah memasuki jam makan siang. Dan semua diurungkannya karena Betty terlampau kesal. Kesibukan membuat semua terlewat begitu saja. Saat para karyawan makan, Betty beranjak ke atas dengan senampan makan siang untuk Dave. Langkah kakinya pelan begitu juga dorongan tangannya pada pintu kamar. Betty termangu. Yang di dapatinya di kamar bukanlah Dave yang tengah tertidur pulas. Tapi pria itu yang sudah mandi, bertelanjang d**a dengan rambut setengah basah dan handuk nya yang melilit pinggang. Dan... Baju bayi yang di dekap nya erat sambil menatap Betty dengan pandangan pilu penuh tanya. Suara serak Dave membuat Betty terkesiap. "Kau tentu mempunyai penjelasan untuk ini Betty Swan Aurora Mendez?" -----------------------------------  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD