Gurauan sederhana rasa ancaman

865 Words
"Tanya dalam bentuk gurauan pun bisa bermakna ganda bagi mereka yang memiliki rahasia."-One Last Time [03] LS. *** Baby Ge  Baby Ge Dad, makanannya udah kita terima. Kata teman-teman aku makasih banyak, Daddy-nya Gema udah ganteng, baik lagi. #AutoMuntah Abizar tergelak membaca pesan anak semata wayangnya. Kesal, tapi sayang. Itulah penyebab ia tak bisa benar-benar marah pada bocah itu. Setiap hari rasa sayangnya semakin berlipat ganda. Me Salam buat teman-teman kamu. Kalau tugasnya sudah selesai, langsung chat Daddy. Nanti Daddy jemput. Baby Ge Untung aku pergi buat kerja kelompok, kalau kencan bisa-bisa cewekku kabur duluan. Mana ada kencan diawasi sama Daddy. Me Udah punya pacar emang? Baru 16 tahun, masih piyik. Awas kalau berani pacaran. Baby Ge Biarin ? Baby Ge Oh iya, Daddy, teman-teman aku tadi tanya kenapa aku enggak mirip sama Daddy? Lelaki itu tersedak salivanya sendiri. Pertanyaan sederhana, tetapi mampu membuat ritme jantungnya berubah sedikit lebih cepat. Tangannya bergerak kaku mengetik jawaban. Me Jangan tersinggung. Sumpel mulutnya yang bilang kayak gitu. Baby Ge Ya, enggaklah. Orang apa yang mereka bilang itu benar kok. Kita emang enggak mirip, Dad. Aku jauh lebih tampan daripada Daddy ? Abizar menghela napas lega. Rupanya Gema hanya bergurau. Enggan memperpanjang, ia memilih mengalihkan pembicaraan. Baru pertanyaan seperti itu saja sudah membuat jantungnya bekerja keras, apalagi jika Gema betul-betul mempertanyakan perihal ibunya. Me Makanannya dihabiskan. Sayurnya juga dimakan. Nanti Daddy tanya sama Galuh makanan kamu habis atau enggak. Kalau enggak, Daddy enggak akan kasih kamu makan lagi. Baby Ge Tega banget heran Pria itu tak lagi membalas. Tubuhnya yang terasa sedikit lelah langsung dibaringkan di atas tempat tidur king size miliknya. Tidur sejenak sebelum ia menjemput Gema nanti. *** "Ge, pergelangan kaki kanan lo kok bengkak gitu sih?" Gema mengernyit sembari memerhatikan bagian yang ditunjuk sahabatnya. Ya, sedikit bengkak, tetapi tidak sakit. Kakinya terkadang memang seperti itu, terutama jika pegal. Terlalu lama duduk pun bisa tiba-tiba menggembung. "Enggak sakit kok. Palingan karena pegal, jadinya bengkak." "Serius enggak apa-apa? Gue telepon Kak Septian, ya, buat jemput lo?" Galuh ikut bersuara. Septian memang bisa jadi alternatif jika dalam kondisi terdesak seperti ini. Galuh tidak terlalu dekat dengan ayah sahabatnya, jadi sedikit segan. Kelopak mata Gema melebar. "Jangan, dia mah suka lebay," cegahnya. "Ini enggak sakit kok." "Ya udah, terserah lo aja." "Besok yang presentasi siapa? Nanti gue bikin power point-nya deh." Mia ikut melibatkan diri dalam pembicaraan teman-temannya. "Gema aja." Lelaki itu hanya mengangguk pasrah. Yang harus dilakukannya nanti hanya mempelajari materinya saja. Agar nanti, saat teman-teman sekelasnya bertnya, ia mampu memberikan jawaban memuaskan. ***  GRAVITY - Sara Bareilles Something always brings me back to you It never takes too long No matter what I say or do I'll still feel you here 'till the moment I'm gone You hold me without touch You keep me without chains I never wanted anything so much than to drown in your love And not feel your reign Set me free, leave me be I don't want to fall another moment into your gravity Here I am, and I stand So tall, just the way I'm supposed to be But you're on to me and all over me Oh, you loved me 'cause I'm fragile When I thought that I was strong But you touch me for a little while And all my fragile strength is gone Set me free, leave me be I don't want to fall another moment into your gravity Here I am, and I stand So tall, just the way I'm supposed to be But you're on to me and all over me I live here on my knees as I try to make you see That you're everything I think I need here on the ground But you're neither friend nor foe though I can't seem to let you go The one thing that I still know is that you're keeping me down You're keeping me down, eh ooh You're on to me, on to me, and all over Something always brings me back to you It never takes too long Suara tepuk tangan terdengar beriringan dengan terhentinya permainan piano serta nyanyian merdu gadis berkulit putih itu. Dengan raut bahagia, ia menoleh ke sumber suara dan mendapati sahabatnya berdiri di ambang pintu. "Tian!" Langkahnya mantap dan sedikit cepat memangkas jarak di antara keduanya, lantas segera saja ia menghambur ke dalam pelukan pemuda itu. "Jadi sekolah di sini?" tanya Septian sembari melepas pelukannya. Rossa hanya mengangguk sebagai jawaban. Setelah sang bunda meninggal beberapa bulan yang lalu, ia merasa tak memiliki siapapun lagi selain eyangnya. Maka dari itu, Rossa memilih kembali ke ibu kota untuk menemani eyang dari bundanya itu. "Gue turut berduka, ya. Maaf waktu itu enggak datang karena kebetulan pas dikabarin, gue lagi di luar kota ada pertandingan," kata Septian menyesal. Lagi, gadis itu mengangguk. "Apa kabar, Yan? Gue kangen sama lo." "Baik, dan gue harap lo juga lebih baik dari gue." "Berat banget rasanya setelah Bunda meninggal. Gue kayak enggak punya pegangan. Apalagi enggak lama setelah itu Ayah memutuskan untuk menikah lagi. Gue kehilangan segalanya." Tangan Septian terulur kembali merengkuh tubuh ringkih sahabat masa kecilnya. "Sekarang ada Eyang, ada gue, dan nanti lo gue kenalin sama adik gue. Lo enggak sendiri. Jadi, jangan takut." |Bersambung|
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD