Chapter 4

1424 Words
Semua orang tampak menikmati candle light dinner di pinggir pantai. Angin semilir yang berembus, ditambah indahnya taburan bintang di atas sana, belum lagi lambaian daun pohon kelapa, membuat mereka tak berhenti menikmati indahnya pantai—tentu saja menaikkan mood mereka. Tapi, sikap Alex pada Ronald justru menurunkan mood Ana. Gimana nggak memburuk kalau Alex dengan sengaja menukar daging steak yang ssudah dia potong dengan milik Ronald yang belum disentuh. Ronald merasa senang, lalu menampilkan senyum ketika melihat Alex. Pemandangan ini membuat Ana kesal. Nggak perlu melihat wajah kesalnya juga semua orang tahu dari cara Ana memotong daging steak seperti ingin memotong daging manusia. Alex tersenyum penuh kemenangan. Dia merasa perempuan itu nggak akan pernah menang darinya. Apalagi merebut sahabat kesayangannya. Sejak Alex tahu Ana selalu cemburu padanya akibat terlalu dekat dan mesra sama Ronald, Alex mencari cara untuk membuat perempuan itu kesal dan gigit jari karena pacarnya akan lebih perhatian dan membela dirinya. "Sayang mau coba wine-nya nggak?" Ana menyodorkan segelas wine kepada Ronald. "Emang lo nggak tahu Ronald alergi sama wine? Dia bisa gatel-gatel kalau minum wine!" Alex memberikan jus miliknya pada Ronald. Laki-laki itu bersedia saja menerimanya. Ana sama Ronald ssudah pacaran selama dua tahun tapi Ana sama sekali nggak tahu apa saja kesukaan atahu yang nggak disukai Ronald. Lelaki itu terlihat cuek dan nggak terlalu peduli padanya dibanding perlakuannya pada Alex. Nana yang duduk di samping Alex langsung menginjak kakinya keras-keras hingga Alex meringis sakit. Tindakannya barusan sebagai kode agar Alex berhenti berulah. Jika terus-terusan membuat Ana cemburu, acara makan malam mereka pasti akan berantakan. Kesabaran Ana ssudah habis, dia memilih diam. Wajahnya benar-benar kesal dan rasanya dia ingin menusuk Alex seusai acara makan malam mereka. Dia tak habis pikir kenapa Alex seperti perempuan penggoda yang senang mengganggu hubungannya dengan Ronald. Dasar perempuan iblis! Alhasil berkat permintaan Nana akhirnya Alex berhenti. Dia juga nggak mau dimarahi Nana yang cerewet macam ibu-ibu hanya karena merusak acara makan malam bersama. Makan malam mereka berjalan lancar, mereka menikmati makanan dengan lahap. Meskipun nggak banyak perbincangan, setidaknya mereka cukup senang bisa duduk makan bersama-sama. Seusai makan malam, Danu dan Nana langsung pergi menyusuri pantai. Hal yang sama juga dilakukan Ronald dan Ana. Sebenarnya Ronald ingin menemani Alex, tapi pacarnya terus memaksa untuk ditemani jalan dipinggir pantai yang indah. Nggak mungkin juga kalau dia membiarkan pacarnya sendirian. Mau nggak mau Ronald memilih meninggalkan Alex sendirian. Lagi pula dia lihat masih ada Dilla di sana. "Dill titip Alex ya," ucap Ronald, sebelum akhirnya dia pergi meninggalkan keduanya. Dilla hanya bisa mengangguk dari jauh setelah kepergian Ronald. Alex terlihat diam di meja makan. Matanya kosong memandangi meja. Alex ssudah meneguk beberapa gelas wine. Ssudah jelas untuknya kalau liburan yang dia kira akan menyenangkan nggak akan seperti yang dia bayangkan. Dilla memandangi Alex yang menikmati wine-nya. Perempuan itu benar-benar terlihat sedih, apalagi setelah kepergian ketiga sahabatnya. Dilla mengamati gerak-gerik Alex, entah sedang minum wine, merapikan rambut, atahupun memanyunkan bibir. Dilla bingung harus melakukan apa. Mungkin jika dia bicara, perempuan itu akan mulai bicara juga. "Alexa, nggak mau jalan-jalan ke pinggir pantai? Airnya berkilauan loh!" Percuma saja karena Alex nggak menggubris pertanyaan Dilla. Kemudian Alex menghabiskan sisa wine yang masih setengah botol seperti sedang meneguk air putih. Dilla sampai terkejut melihat perempuan itu kuat minum. Dengan jalan yang mulai sempoyongan, Alex berjalan menyusuri indahnya pantai Maldives pada malam hari. Dilla pun mengikuti dari belakang. Dilla ingat sama pesan Ronald tadi, toh, dia juga nggak bisa membiarkan Alex jalan sendirian di pinggir pantai yang sepi begini. "Kenapa sih liburan jadi begini? Ini sih namanya bukan liburan, namanya sendirian,” gerutu Alex sebal. "Alexa, pulang yuk? Kayaknya lo udah mulai mabuk deh," ajak Dilla. Melihat Alex jalan sempoyongan saja dia sudah tahu kalau Alex mabuk. Dilla merasa bersalah karena hadir ditengah-tengah liburan Alex dan ketiga sahabatnya. Kalau saja dia nggak setuju dengan ajakan Danu, mungkin Alex nggak akan sesedih ini. "Nggak kok, gue belum mabuk. Gue ini kan superhero mana mungkin mabuk. Eh tapi superhero tuh suka minum wine nggak sih? Tapi kok kayaknya gempa ya?" "Ini lo sudah mabuk Alexa." Dilla mencoba menggapai lengan Alex namun perempuan itu menepisnya. Memakai dress panjang, ditambah jalannya yang ssudah sempoyongan membuat Dilla khawatir perempuan itu akan jatuh. Dan benar saja! Alex hampir jatuh karena menginjak dress panjangnya sendiri. Untung saja Dilla sigap menangkapnya, kalau nggak mungkin perempuan itu akan merintih sakit. "Ini siapa sih? Jangan pegang-pegang, emangnya gue sabun colek!" Tanpa aba-aba Dilla langsung menggendong Alex. Dia tidak bisa tinggal diam kalau melihat Alex mabuk. Meski awalnya Alex sempat memukul agar diturunkan namun lambat laun usahanya berhasil menenangkan gadis itu. Akhirnya Alex menyerah dan jatuh terlelap dalam gendongannya. ***** Dilla baru bangun dari tidurnya. Dia baru sadar kalau semalaman tidur di sofa yang ada di kamar Alex. Semalam saat Dilla merebahkan Alex di kasur, perempuan itu kebangun dan muntah-muntah. Melihat Alex muntah membuatnya memilih untuk menemani Alex. Dilla memperhatikan Alex sejenak. Perempuan itu masih tidur pulas. Walaupun rambutnya berantakan nggak karuan, wajahnya tetap terlihat cantik. Beberapa saat kemudian dia bergegas keluar kamar. Nana yang saat itu ingin membangunkan Alex bisa masuk dengan mudah ke dalam Villa yang Dilla dan Alex tempati karena mereka tak mengguncinya. Seketika Nana terkejut mendapati Dilla keluar dari kamar yang Alex tempati. "Kok elo keluar dari kamarnya Alex?" Nana ingin tahu apa yang terjadi saat melihat baju Dilla lecak dan wajahnya juga mengisyaratkan seperti orang baru bangun tidur. Meskipun dia tahu Dilla itu penyuka sesama jenis, tetap saja Dilla seorang lelaki. Hawa nafsu pasti tentu ada kan? "Semalem Alex mabuk jadi gue gendong dia sampai kamar. Karena dia muntah terus, jadi ya gue temenin dia. Nggak lama gue ketiduran di sofa," jawab Dilla. Sesekali dia menguap karena masih mengantuk. "Oh, gitu." Nana menghela napas lega. "Untung ada lo, kalau nggak itu anak siapa yang mau gendong? Nyusahin aja! Btw, Kalian belum sarapan kan? Ayo sarapan dulu. Gue bangunin Alex ya." Belum sempat Nana masuk kamar, Dilla menahan lengannya. "Jangan dibangunin Na. Keliatannya Alex masih pusing. Nanti gue suruh pihak penginapan buat bawain sarapannya ke sini." Baiknya nih anak. Sayang sukanya sama yang ganteng lagi. Coba dia normal pasti gue dukung sama Alex. batin Nana dalam hatinya. "Oh, ya udah kalo gitu. Titip Alex ya Dill, nanti gue bilangin yang lain kalo Alex masih tidur. By the way, nanti gue mau pergi diving sama yang lain tolong bilangin Alex ya. Suruh dia istirahat dulu aja. Bye Dilla!" Nana segera beranjak pergi meninggalkan Dilla sambil melambaikan tangannya. Dilla membalas lambaian tangan Nana, lalu melangkah menuju dapur untuk membuatkan teh manis hangat. Tak lama Dilla masuk ke dalam kamar membawa nampan yang berisikan secangkir teh. Saat dia masuk, dia menyadari Alex sudah bangun tidur sambil memegangi kepalanya. "Alexa ini minum teh dulu biar lebih enakan." Dilla menyodorkan secangkir teh hangat, kemudian Alex mengambilnya dan meneguk sedikit. Alex kembali merebahkan tubuhnya. Rasanya dia enggan ke mana-mana hari ini karena kepalanya masih terasa berat. Dia menyesal sudah minum sebanyak itu. Niat untuk diving hari ini terpaksa gagal. Pelan tapi pasti Dilla mengusap kepala Alex. "Masih pusing ya kepalanya? Istirahat aja jangan ke mana-mana dulu." Alex hanya mengangguk pelan mengiyakan ucapan Dilla padanya. Sebenarnya dia ingin keluar tapi kepalanya terlalu berat untuk melakukan kegiatan. "Omong-omong tadi Nana bilang mau pergi diving sama yang lainnya. Gue disuruh bilangin ke lo. Terus dia bilang lo istirahat aja dulu." Dilla memberitahu setelah dapat mengingat pesan yang Nana sampaikan sebelumnya. "Iya, makasih Dill sudah nyampein." Alex memandang ke arah luar jendela, memandangi indahnya pemandangan di luar sana. Sementara ketiga sahabatnya pergi diving, Alex hanya diam di kamar. Dia sibuk membaca novel yang dia bawa. Tentu saja Dilla ada di sana untuk menemani. Lelaki itu tak sedikit pun keluar dari kamar, kecuali untuk mandi. Dilla benar-benar menemani Alex. "Dill, nggak mau keluar kamar? Liat pantai atau diving gitu?" "Besok aja bareng sama lo," jawab Dilla. "Kok bareng gue? Kenapa nggak bareng mereka aja? Gue jadi nggak enak kalau lo diem di sini buat nemenin gue." Gara-gara dia, Dilla harus diam di kamar menemaninya. Padahal Dilla liburan kan untuk senang-senang, bukan baby sitting dirinya. "Nggak apa-apa kok, Alexa. Lagi juga lo kan butuh seseorang buat nemenin lo di sini. Toh, kalo gue ikut mereka pasti sendirian. Lebih baik besok aja sekalian bareng lo jadi ada temennya juga." Penjelasan Dilla membuat Alex semakin merasa bersalah. Ini orang baik amat. Padahal kemarin udah gue cuekin pas ngajak ngobrol. Jadi ngerasa bersalah. Obrolan mereka berhenti begitu saja. Alex kembali melanjutkan novel yang dia baca, sementara Dilla kembali melanjutkan permainan dalam ponsel yang ada di tangan. Selain sibuk masing-masing, ada suara air laut yang mengisi keheningan. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD