Chapter 3

2401 Words
Seminggu telah berlalu… Hari ini tepat dimana Alex pergi liburan bersama ketiga sahabatnya. Belum berangkat ke Maldives, Alex udah uring-uringan di pesawat gara-gara tau Ronald bawa pacarnya yang menyebalkan itu. Dia merasa sudah dibohongi oleh ketiganya. Sebenarnya sih ini ide Danu dan Nana. Ronald sudah sempat bilang untuk membatalkan rencana mereka, namun ya tetap saja mereka lakukan. Justru yang mengajak Ana bukan Ronald, melainkan Nana. Tapi demi liburan mereka tetap berjalan, Danu dan Nana meminta Ronald untuk merahasiakannya. Karena mereka yakin, kalo Alex tau ada kehadiran pacarnya Ronald yang menjadi musuh bebuyutannya itu, Alex nggak akan pernah sudi untuk ikut. Belum sempat Alex selesai uring-uringan, tiba-tiba Dilla datang. Ya, Dilla! Lelaki yang dia kenal dari Danu dan sempat menemaninya belanja seminggu lalu. Tentu saja kehadiran Dilla ini membuat Alex bertanya-tanya, sebenarnya ada apa sih? Kenapa ada Dilla dan Ana segala? Khusus untuk kehadiran Dilla, Ronald sama sekali nggak tau. Dia juga sampai bingung kenapa tiba-tiba lelaki itu bisa muncul dan dapat tempat duduk disebelahnya. Tanpa perlu Ronald tanyakan, dia udah tau kalau ini lagi-lagi ulahnya Danu. Lelaki berambut keriting itu emang senang banget munculin ide-ide yang bikin Alex naik pitam. Danu menjelaskan pelan-pelan pada Alex kalau dia mengundang Dilla dan Ana kekasih Ronald, untuk mengisi kekosongan kamar yang ada. Padahal sih bukan itu alasannya. Alasan Danu mengajak yang lain karena cuma ingin membuat liburan mereka lebih ramai aja. Simple, tapi cukup bikin Alex kesal kalau dia memberitahu alasan yang sebenarnya pada Alex. Alex hanya menghela napas panjang. Liburan yang dia pikir akan menyenangkan bersama ketiga sahabatnya harus dibarengi kehadiran orang lain. Dia nggak tau lagi harus bicara apa dengan ide ketiga sahabatnya itu. Padahal dia udah senang akan liburan bersama ketiga sahabatnya, apalagi ini liburan yang dia tunggu-tunggu sejak SMA. Kali ini dia udah bisa memprediksi, kalau liburan senang-senang bersama sahabat, jadi liburan pasangan yang akan membuatnya kesal. Sepanjang perjalanan, Alex tak berbicara apapun. Sahabat-sahabatnya yang udah tau Alex akan marah-marah itu membiarkannya sendirian. Sepanjang perjalanan Alex tertidur pulas. Nana yang berada disebelahnya membiarkan Alex menikmati mimpinya. Setibanya di Changi Airport, Singapore untuk transit, Nana mencoba membangunkan Alex. Jangankan bangun, bergeming pas Nana bangunin aja nggak. Nana baru inget kalau Alex termasuk tipe yang susah dibangunin kalau udah tidur. Satu-satunya cara ampuh ngebangunin Alex cuma dengan menyiram air ke mukanya. Tapi nggak mungkin kan dia melakukan di depan banyak orang? Ditambah mood Alex tadi kurang bagus, bisa-bisa Nana di marahi habis-habisan olehnya. Ronald berniat untuk menggendong Alex saat tau sahabatnya yang satu itu belum bangun. Mengerti akan niat baik Ronald, Ana menarik lengan pacarnya. Dia nggak mau pacarnya itu menggendong Alex, terlalu berlebihan untuknya. Mau nggak mau Ronald mengurungkan niatnya. Dia nggak mau membuat pacarnya ngambek berhari-hari karena hal ini. Akhirnya Danu sendiri yang memilih untuk menggendong Alex, dia tau kalau Nana nggak akan secemburu itu sama Alex. Toh, Alex kan sahabatnya Nana juga. "Biar gue aja Dan. Nggak enak juga kan sama Nana biarpun dia ngerti," bisik Dilla pelan. Danu mengangguk setuju, membiarkan Dilla menggendong Alex dalam dekapannya. Untungnya Alex enteng, coba kalau seandainya perempuan itu berat belum tentu juga Dilla mau menggendongnya. Sepanjang jalan ketika Dilla menggendong Alex yang masih tertidur pulas, beberapa orang bergumam iri. Mereka juga mau punya pacar atau suami seperti Dilla yang bersedia menggendong mereka saat mereka tertidur pulas. Mereka juga mau punya pacar atau suami seperti Dilla yang nggak keberatan untuk menggendongnya. Benar-benar pemandangan yang membuat para perempuan berteriak iri! "Beb, Dilla tuh punya pacar nggak sih?" tanya Nana pelan. Suaranya dibuat sepelan mungkin supaya hanya tunangannya yang tau. "Punya deh kayaknya. Kenapa emang? Males nanya-nanya sih," jawab Danu malas. "Jodohin aja sama Alex! Siapa tau Alex berubah. Ya bukan apa-apa sih, tapi gue rasa Alex harus nikah juga. Masa iya dia nggak mau punya keturunan?" ucap Nana lagi. Ini yang bikin Danu kadang nggak habis pikir kenapa Nana suka banget ngurusin hidup orang, termasuk hidupnya Alex. Padahal Alex sendiri udah pernah bilang dia nggak akan pernah berubah. "Emang lo pikir jodohin orang gampang, Yang? Lagi juga kalo Dilla punya pacar nggak mungkin lah dijodohin sama Alex.” "Tapi beb…” Belum sempat Nana melanjutkan kalimatnya, Danu sudah menaruh jari telunjuknya di bibir Nana. "Udah jangan ngurusin mereka. Biar mereka deket dengan sendirinya." Dia melingkarkan tangannya di pinggang ramping Nana. Nana hanya bisa mengangguk setuju. Kalau tunangannya udah bilang begitu, itu tandanya dia harus diam. Karena dia ngerti tunangannya itu orangnya cuek, nggak peduli sama urusan orang lain. Ya meskipun akhirannya suka penasaran juga. ***** Akhirnya pesawat mereka tiba di tujuan selama tiga jam perjalanan dari Singapore menuju Male, ibukota Maldives. Setelah selesai mengambil barang-barang mereka, ada utusan dari pihak penginapan yang menjemput mereka dan langsung pergi menuju penginapan menggunakan seaplane bersamaan dengan pengunjung yang lain. Biarpun udah diperjalanan menuju penginapan, Alex tetap nggak kebangun dari tidurnya. Ingin rasanya Nana mengutuk perempuan ini supaya nggak bangun-bangun kayak cerita dongeng putri tidur, tapi sayang nanti dia kehilangan sahabatnya yang suka nyusahin itu. Dilla nggak keberatan membiarkan bahunya dijadikan tempat bersandar kepala Alex, dia membiarkan perempuan berkulit putih itu menikmati tidurnya. Hanya membutuhkan waktu 60 menit untuk mereka sampai di penginapan mereka yang ada di Thaa Atoll, Republic of Maldives. Saat semuanya tiba di penginapan mereka, Nana berusaha membangunkan Alex namun usahanya sia-sia. Untuk kesekian kalinya, Dilla kembali menggendongnya. Dilla nggak masalah jika harus menggendong perempuan ini, karena menurutnya Alex terlihat sangat lelah. "Dilla, nggak apa-apa gendong Alex terus? Kalo keberatan, gue guyur pake air nih si Alex. Dia pasti bangun deh," saran Nana merasa nggak enak. "Nggak apa-apa kok Na. Kasian kalo diguyur, yang ada nanti dia marah-marah. Ini sebagai permintaan maaf gue juga karena ikut dalam liburan kalian. Alex tadi keliatan kesel banget soalnya," jelas Dilla dengan senyumnya. Nih orang baik banget sih! Udah ganteng, keren, ramah senyum, friendly, baik, pokoknya semua yang ada di dia itu perfect! Udah punya pacar belum ya? Pokoknya, gue harus jodohin dia sama Alex! Gue jamin dia nggak akan nyakitin Alex. batin Nana kagum. Diam-diam Nana mengagumi sosok Dilla yang nyaris sempurna itu. Bukan berarti dia suka loh! "Alex emang gitu, padahal dia seneng kok kalau ada banyak orang yang ikut. Makasih banyak ya Dill." Nana tersenyum sambil menepuk pelan bahu Dilla. Dilla hanya tersenyum membalas tepukan Nana. Nana memilih jalan duluan, dia nggak mau tunangannya menuduh dia menggoda Dilla. Jalanan menuju tempat penginapan yang mereka pesan lumayan jauh, untung aja Alex nggak banyak gerak jadi nggak bikin Dilla merasa berat. Sesampainya di penginapan mereka, Nana nggak berhenti berdecak kagum. Nggak dia sangka ternyata penginapan yang dia tempati memiliki fasilitas luar biasa. Kamar mandinya begitu bersih dan terawat, kamar tidurnya juga benar-benar nyaman dan menenangkan. Mereka memesan dua Villa, yang dimana satu Villa itu tersedia dari dua kamar. Ada juga ruang ganti dan ruang tamu yang terpisah. Tersedia kamar mandi indoor dan outdoor. Selain itu juga dilengkapi ruang makan dan dapur yang lengkap. Ada juga pondok disana dilengkapi kursi berjemur. Pemandangan yang disuguhkan luar biasa indah karena mereka bisa melihat secara langsung sunset dan birunya air laut melalui ruang tamu yang luas. Ditambah ada kolam renang sendiri di tempat yang mereka tinggali, terlebih lagi mereka bisa turun langsung ke laut melalui tangga yang tersedia di dekat kolam renang mereka. Tapi yang bikin Nana nggak mampu berhenti berdecak kagum tetap, pemandangan pantainya. Dilla tiba di salah satu villa yang ada keberadaan Ronald, Danu, Nana dan Ana. Lalu Dilla merebahkan tubuh Alex di atas kasur salah satu kamar. Alex yang kadang suka mengigau mulai berulah, contohnya seperti sekarang ini. Saat Dilla ingin menurunkan tangan Alex yang dilingkarkan dilehernya, Alex meracau tak jelas. "Jangan ke mana-mana. Hm ... hm ... jangan kemana ... hm." Alex menarik leher Dilla menggunakan kedua tangannya yang masih melingkar sempurna, hingga membuat wajahnya sangat dekat dengan wajah Dilla, sangat dekat hingga bibir keduanya bertemu. Dilla langsung menyadari kalau bibirnya menyentuh bibir Alex yang lembut itu. Dilla yang kaget langsung buru-buru melepas tangan Alex dari lehernya. Emang sih ini bukan pertama kalinya dia dicium seorang perempuan. Sebelum pacaran dengan Aulia, dia pernah berpacaran dengan beberapa perempuan. Namun, kali ini setelah sekian lama dia baru merasakan lagi dicium seorang perempuan. Dicium pacar orang lagi! Dilla langsung berlari keluar meninggalkan Alex yang masih meracau tak jelas. Dia berpura-pura semua baik-baik aja saat berada diruang tamu. Untungnya tak ada satupun yang terlihat di villa. Dia pun memilih duduk dan mengabari pacarnya sembari menunggu kehadiran yang lain yang entah kemana. Setelah beberapa menit Dilla duduk di ruang tamu, akhirnya dia melihat kehadiran Nana dan Danu yang sejak tadi menghilang. "Dill, gimana ya ngomongnya… aduh…” Nana tampak bingung menjelaskan. "Kenapa Na? Ada masalah?" tanya Dilla. "Itu soal kamar,” jawab Nana. "Kenapa soal kamarnya, Na?" tanya Dilla lagi. "Kamarnya…” Belum sempat Nana menjelaskan, tiba-tiba Alex muncul di depan pintu dengan rambutnya yang awut-awutan kayak singa. Ibarat meliat setan, Nana teriak karena kaget melihat keberadaan Alex. "Astaga ALEX! Bisa nggak sih rapiin rambut dulu kalo bangun tidur??!" Jantungnya hampir aja copot gara-gara liat kelakuan sahabatnya itu. Sudah rambutnya berantakan, wajahnya juga benar-benar keliatan kusut banget lagi! Perempuan yang satu ini emang nggak pernah merhatiin penampilannya kalau bangun tidur, nggak ada jaim-jaimnya biarpun lagi ada lelaki disekitarnya. Danu dan Dilla tertawa pelan melihat perempuan yang masih mengucek mata setelah menikmati tidur panjangnya. "Berisik!" Alex langsung berjalan pergi meninggalkan ketiganya. Alex langsung beranjak menuju kamar mandi, dia nggak mau mendengar Nana terus berteriak dengan suara nyaringnya yang bisa mengganggu gendang telinga hanya dalam beberapa kata. "Sumpah ya itu anak nggak ada malunya!" Nana geleng-geleng kepala. Bisa dibilang Nana ini udah kayak ibunya Alex yang merhatiin dia sampe sedetail mungkin, termasuk soal bangun tidur seperti tadi. "Na, tadi mau bilang apa?" Dilla mencoba mengingatkan Nana soal pembicaraan mereka sebelumnya. "Oh, iya, lupa. Itu karena kamar ini cuma ada 2 kamar, kita rada bingung sama pembagian kamarnya. Maksud gue gimana ya… aduh…" Nana kembali menggantung kalimatnya. Danu menyela sekaligus melanjutkan, "Jadi maksudnya gini lho Dill, kita kan pesen dua villa, jadi ada total empat kamar. Niatnya sih kita mau bikin Nana sama Alex dan Ana satu villa, tapi pasti Alex nggak bakal mau kalau ada Ana. Kalo lo, gue sama Ronald kan bisa satu Villa. Jadi ya mau nggak mau Alex sendirian. Kalo Ana yang sendirian, dia nggak akan mau. Nana apalagi, dia penakut." Kalimat penakut yang diucapkan Danu membuat Nana memelototinya. Sadar akan hal ini, Danu langsung menggenggam mesra tangan tunangannya itu agar nggak marah padanya. "Kenapa harus Alex sendirian? Kenapa nggak lo sama gue satu villa sama Alex? Atau gue sama Ronald satu villa sama Alex? Kasian juga kan kalo dia sendirian?" Dilla agak heran. Mereka bilang sahabat tapi kenapa ngebiarin Alex sendirian? Danu nggak menjawab, dia melirik terlebih dahulu ke arah Nana yang sedang memperhatikan langit-langit. Seperti menggunakan bahasa isyarat, Dilla menangkap maksud dari isyarat bibir tanpa suara itu. Susah, tapi untung aja Dilla paham sedikit, meskipun nggak semuanya. Dilla mengangguk. Oh, Nana nggak mau Danu pisah villa dari dia, Ana pun nggak mau pisah dari Ronald. Paham-paham. "Terus kalo gitu masalahnya di mana?" tanya Dilla lagi. Dia benar-benar heran di mana letak permasalahannya. Padahal solusinya mudah, tinggal menyatukan dia dan Alex di satu villa, kelar kan? Kenapa harus repot-repot mikir? "Nah justru ini permasalahannya. Alex udah pesen ke gue kalau dia mau satu villa sama gue. Kalo dia tau hal ini, dia pasti ngamuk lagi," jawab Nana. Alex tiba-tiba muncul, kehadirannya membuat kaget ketiga orang yang ada disana. Entah kenapa perempuan ini suka banget bikin orang kaget. "Emang kenapa gue nggak satu villa aja sih sama Rona…" Belum sempat Alex menyelesaikan kalimatnya, di saat yang sama Ronald dan Ana muncul. Dengan tatapan tajamnya Alex memandang Ana yang udah jadi musuh bebuyutannya sejak 2 tahun lalu, selama Ana dan Ronald pacaran. Ana pun nggak mau kalah memandang tajam perempuan yang suka bikin dia berantem sama Ronald, gara-gara perkara terlalu dekatnya Alex dengan Ronald. Seperti ada listrik yang berjalan saat keduanya saling menatap. Tatapan mereka benar-benar menyeramkan. Persaingan antara perempuan itu lebih menyeramkan dibanding apa pun! "Ya udah gue satu villa sama Dilla! Ribet!" Alex langsung membanting pintu kamar yang dia tempati tadi. Ucapan Alex ini membuat Nana dan Danu nggak percaya. Ronald yang nggak paham dengan apa yang terjadi ikut terkejut dengan ucapan Alex. Sedangkan Dilla hanya diam, dia ngerti kalau Alex kesal dengan keadaan yang terlalu rumit seperti sekarang ini. "Satu villa sama Dilla? Itu anak nggak lagi ngigo kan? Mending juga dia satu villa sama gue dan Ana," tanya Nana heran melihat ke arah Danu. Danu mengangkat bahunya nggak ngerti. Dia lebih baik disuruh memahami Nana ketimbang harus memahami Alex yang susah ditebak. "Gue sih nggak masalah kalo satu villa sama Alexa. Kalo gitu, solusinya gitu aja ya, Na. Ngomong-ngomong gue samperin Alex dulu ya," ujar Dilla sambil berjalan pergi menuju kamar yang Alex tempati. Setelah Dilla pergi Danu menyenggol bahu Nana pelan. "Yang mau mereka deket kan? Biarin aja mereka satu villa." "Eh? Lo udah gila ya, Beb? Kalo nanti mereka berbuat aneh-aneh gimana?" sergah Nana nggak setuju. Nana yang mungkin keliatan bandel dari luar, tapi sebenarnya perempuan ini menjunjung tinggi nilai-nilai moral. Contohnya saja dia sangat menjunjung tinggi keperawanannya. Dia bilang 'no s*x before marriage'. Nggak muna sih dijaman sekarang ini udah banyak banget free s*x dikalangan anak muda. Tapi menurut Nana setiap orang punya prinsip yang beda, dan dia termasuk perempuan yang memegang teguh prinsip mengenai no free s*x. Sampai saat ini, dia selalu memegang teguh prinsip itu bahkan Danu sangat mendukungnya. "Dilla nggak akan tertarik sama Alex. Lagi juga kamarnya kan sendiri-sendiri, Yang,” beritahu Danu. "Nggak tertarik? Maksudnya?" "Dilla itu homoseksual. Gue dikasih tau sama temen gue. Katanya Dilla tuh punya pacar tapi pacarnya laki. Kurang jelas? Jadi dia pasti nggak akan tertarik sama Alex." Penjelasan Danu membuat Nana syok. Dia seperti kehilangan akal sehatnya saat mendengarkan penjelasan Danu. "HOMO?! SERIUS????! MASA SIH??!" "Nih, liat sendiri foto Dilla sama pacarnya. Gue dapet dari sumber terpercaya gue, Yang.” Danu menunjukkan foto dari ** milik Dilla. Nana hanya melongo saat melihat foto yang diperlihatkan oleh Danu. Dia bisa melihat dengan jelas dalam satu frame itu ada dua laki-laki tampan sedang tersenyum, yang salah satunya itu adalah Dilla. Dia benar-benar nggak percaya kalau Dilla yang dia kagumi itu punya pacar seorang lelaki. Ya, lelaki ganteng juga. Pupus sudah harapan dia untuk menjodohkan Alex dengan Dilla. Ibarat seperti nggak ada keinginan hidup, Nana hanya bisa bengong. Dia masih tak percaya dengan apa yang didengar dan dilihat olehnya. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD