Chapter 2

1551 Words
Alex duduk menunggu pacarnya datang. Mulutnya tak berhenti menyeruput jus stroberi sambil membaca manga seperti biasanya. “Alexa?” Suara yang terdengar cukup asing memaksa Alex meneleng ke samping. “Dilla?!” “Sendirian aja? Nggak sama yang lain?” “Mereka lagi sibuk kerja jadi ya gue sendirian. Ini juga sekalian nunggu pacar gue sih. Elo sendiri Dill, lagi ngapain di sini? Kebetulan banget ketemu” “Gue lagi makan sama pacar gue. By the way, gue duluan ya. See you, Alexa!” pamit Dilla seraya melambaikan tangannya sebelum dia benar-benar menghilang dari hadapan Alex. Alex memamerkan senyum membalas pamitan Dilla. Entah kenapa dia penasaran dengan sosok yang disebut pacar oleh Dilla barusan. Dia ingin tahu perempuan secantik apa yang berhasil membuat Dilla jatuh cinta. Apalagi lelaki itu friendly, pasti perempuan yang jadi pacarnya sangat cantik dan berwawasan luas! Diam-diam mata Alex mengikuti gerak-gerik Dilla. Saat matanya berhenti di satu titik, dia langsung kaget bukan main. Bukan karena Dilla melihatnya, melainkan karena sosok yang dimaksud ‘pacar’ oleh Dilla ternyata seorang laki-laki! Pupil mata Alex membesar tidak percaya. Dia menyipitkan matanya berkali-kali, meyakinkan kalau dia tidak salah lihat. “Ya ampun… itu beneran laki-laki? Kok gue syok banget? Bukannya udah wajar jaman sekarang kalo yang ganteng sama yang ganteng lagi?” pekik Alex masih tidak percaya. Tapi kalo dipikir-pikir lagi, gue juga pacarannya sama perempuan. Padahal temen gue yang lain juga banyak kok yang homoseksual. Tapi kenapa gue syok banget? Aneh! pikir Alex dalam hatinya. Saking fokusnya Alex memerhatikan Dilla dengan sang pacar, Alex sampai tidak sadar kalau pacarnya sudah tiba dan duduk di sampingnya. “Siapa yang ganteng sama yang ganteng lagi, Beb?” tanya Deni sembari ikut melihat ke arah sekitar, mencari tau siapa yang sedang diperhatikan oleh pacarnya. Mendengar suara yang sangat familier membuat Alex langsung melihat ke arah Deni. “E-eh? Se-sejak kapan kamu sampe sayang?” tanya Alex gelagapan. Dia mengalihkan pandangannya dan buru-buru membenarkan posisi duduknya. “Sejak kamu ngomong sendiri. Lagi liatin siapa sih?” “Bukan siapa-siapa,” jawab Alex nyengir seraya memeluk lengan Deni. Deni mencubit gemas pipi Alex. Deni yang sudah mengenal baik Alex, merasa yakin kalau pacarnya sedang memerhatikan seseorang yang dikenal. Cuma Alex terlalu malu untuk mengatakan siapa orang itu padanya. “Sayang, minggu depan aku mau liburan sama Nana, Danu dan Ronald. Kamu mau ikut nggak?” “Nggak, kalian aja. Mau pergi liburan kemana? Berapa lama?” “Mau ke Maldives selama lima hari, habis itu ke Tokyo tiga hari.” Alex tersenyum lebar. Dia membayangkan betapa indahnya Maldives dan bisa diving sepuasnya di sana. Apalagi ini rencana liburan yang sudah direncakan sejak dia dan ketiga sahabatnya masih SMA. “Lumayan lama juga. Hati-hati ya, inget jangan genit sama perempuan-perempuan bule di sana! Nanti mata kamu belanja lagi.” “Siap, Bos!” Alex memeluk Deni. Dia tidak pernah malu menunjukkan kemesraan meskipun berada di tengah keramaian begini. “Oh iya, nanti temenin aku belanja baju ya? Bisa kan?” “Aku sih mau aja temenin kamu, tapi sayangnya ada rapat sebentar lagi. Besok aja ya?” Alex sudah hafal kalo pacarnya bilang besok atau lain kali, pasti tidak akan jadi. Toh, selama ini setiap belanja dia selalu sendirian. Dapat dihitung berapa kali Deni pernah menemaninya selama mereka pacaran. Dengan berat hati Alex terpaksa mengatakan, “Aku sendirian aja deh nanti.” ***** Alex mengelilingi setiap toko, mencari pakaian yang dia butuhkan untuk dibawa saat berlibur. Setelah berhenti beberapa kali, akhirnya toko yang dia datangi sekarang menyediakan pakaian yang dirasa tepat untuknya. “Bagus yang mana ya? Hm…” gumam Alex berdialog sendiri. “Dua-duanya bagus kok, Alexa.” Suara itu mulai bersahabat di telinga Alex. Seperti suaranya Dilla. Dan benar saja itu memang suaranya Dilla setelah dia menoleh. Kenapa dari sekian banyak toko pakaian, dia harus ketemu lagi dengan lelaki itu? Bukannya aneh, di mal sebesar ini, dia dan lelaki itu bertemu di tempat yang sama lagi untuk kedua kalinya? Apa ini hanya kebetulan, atau memang selera mereka sama? “Eh, Dilla! Ketemu lagi di sini!” “This is our second time ketemu hari ini. Sendirian aja, Alexa?” tanya Dilla sembari mengedarkan pandangan, mencari sosok Deni di sekitarnya. Seingatnya perempuan itu bilang kalau sedang menunggu sang pacar. Terus kenapa tiba-tiba dia tidak menemukan sosok Deni sekarang? “Iya nih lagi sendirian. Lo sendiri lagi nyari pakaian yang bagus ya?” “Iya, sekalian temenin pacar gue.” Dilla tersenyum melihat lelaki di sampingnya. “Oh iya, kenalin ini pacar gue, Aulia.” Dia menepuk bahu lelaki di sampingnya. Tentu saja tepukan mesra, bukan sekadar tepukan seperti seorang laki-laki pada temannya. Dilla tidak malu untuk memperkenalkan pacarnya. Mungkin untuk orang-orang seperti dirinya, memperkenalkan pacar sesama jenis sama orang yang belum lama dia kenal adalah hal yang harus dia hindari. Tapi karena dia tau Alex juga menyukai sesama jenis, jadi kenapa dia tidak mengenalkan pacarnya? Alex yang baru menyadari kehadiran lelaki di sebelah Dilla langsung tersenyum. Tangannya terulur, “Halo, gue Alexa.” Dalam hati, Alex berkomentar. Jadi ini pacarnya Dilla? Ganteng amat! Kalau Nana tau soal hal ini, gue jamin dia ngedumel habis-habisan.  Aulia tersenyum sambil menyambut tangan Alex. “Aulia. Lo cantik banget ya, Alexa.” Kalimat akhir Aulia sukses membuat wajah Alex merah padam. Walaupun Aulia tidak tertarik dengan lawan jenis, tapi tetap saja gender-nya kan laki-laki. Dipuji seorang laki-laki pasti membuat semua perempuan tersipu malu. Dilla yang mendengar ucapan akhir Aulia ikut tersenyum. Dia setuju dengan komentar Aulia. Sebagai seorang laki-laki, matanya juga tidak bisa bohong mengakui kecantikan Alex yang di atas rata-rata. Baru kali ini denger Aulia bilang perempuan cantik. Biasanya nggak tertarik bilang apa pun. batin Dilla. “Ah, Aulia bisa aja!” Alex mencoba untuk tenang, mengontrol diri agar pipinya tidak semakin merah. “By the way, gue mau coba bajunya dulu ya. See you later!” Dia bergegas pergi meninggalkan keduanya karena tidak mau ketahuan kalau dia senang dipuji. Alex mencoba tenang dan mengembuskan napasnya dalam-dalam. Dia memukul kedua pipinya agar tenang lantas segera mencoba baju yang dipilih. Selesai dengan urusannya, Alex menyadari Dilla dan Aulia sedang berada di kasir. Tidak mau mengganggu keduanya, dia berpura-pura tidak melihat mereka dan fokus dengan pembayarannya. Lantas Alex pergi terbirit-b***t supaya tidak ketahuan. Sayangnya Dilla menyadari hal itu dan tertawa karena tingkahnya. ***** Alex menikmatinya kesendiriannya sembari menyantap es krim sekaligus melanjutkan bacaan manga dari ponselnya. Ada beberapa pasang mata memandanginya dengan tatapan menggoda namun Alex tidak memperdulikan. Akibat terlalu menikmati kegiatannya, Alex sampai tidak sadar kalau ada laki-laki duduk di sampingnya. “Alexa, sendirian itu nggak baik, loh!” Suara itu membuat Alex kaget. Tidak hanya suara namun juga wajahnya yang nyaris membuat Alex jatuh dari tempat duduknya. Kenapa? Karena dia bertemu (lagi!) dengan Dilla ditempat yang sama. Apa jangan-jangan Dilla menguntitnya? Atau memang selera mereka sama? “Astaga Dilla!” “Maaf ya, habis kalau gue sapa lagi nanti lo menghindar.” Kata-kata terakhir Dilla menohok banget! “Nggak kok, pasti gue sapa balik.” “Pacar lo kemana Alexa? Bukannya tadi makan berduaan?” “Dia balik ke tempat kerjanya karena ada meeting. By the way, Aulia kemana?” “Dia juga balik ke kantor. Ada banyak urusan katanya,” jawab Dilla. “Lo sering jalan-jalan sendirian kayak gini?” Alex menggangguk pelan sambil terus menikmati es krimnya. Tidak peduli seberapa penting orang itu kalau sudah di dekat makanan atau dessert kesukaannya Alex pasti akan menanggapi obrolan lawan bicara seadanya. Semua sahabatnya sudah hafal betul kebiasaan yang satu ini. Dilla tersenyum melihat Alex. Baru kali ini dia melihat perempuan begitu semangat menyantap es krim yang menurut kebanyakan perempuan bisa menambah lemak di perut. Tak hanya perempuan saja, contoh lainnya pacar Dilla sendiri. Aulia akan ngedumel kalau Dilla ngajak ke tempat seperti ini. Aulia takut akan menimbun lemak di tubuh atletisnya. Tak usah heran kalau setiap jalan berdua Dilla menjauhi tempat-tempat seperti ini demi Aulia. Dilla bangun dari tempat duduk lalu mengambil pesanannya. Alex yang tidak peduli langsung kaget ketika Dilla membawa dua cup besar es krim. Tangan Dilla menyodorkan satu cup besar untuk Alex sementara satunya untuk dirinya sendiri. Alex menaikkan satu alisnya menatap Dilla penuh tanya. “Satunya buat lo, Alexa.” “Eh serius? Tapi…” “Serius. Makan aja. Anggep itu hadiah. Setelah ini gue temenin belanja.” Kalimat terakhir Dilla membuat Alex terperangah. Nemenin belanja? Ini laki aneh apa gimana ya, masa baru kenal kemarin bersedia nemenin gue belanja? pikir Alex dalam hatinya heran. Tatapan bingung Alex pada Dilla membuat Dilla tertawa pelan. “Bingung ya kenapa gue mau nemenin belanja? Soalnya gue juga mau belanja tapi bingung mau minta pendapat siapa. Kebetulan ada lo jadi ya sekalian sama-sama kita belanja dan kasih pendapat kan?” Seperti bisa membaca pertanyaan di kepala Alex, Dilla menjelaskan dengan santai. Dilla benar-benar ramah. Keliatan banget kalau Dilla super duper friendly. Apalagi senyumnya dia tulus. Kok bisa sih ada laki-laki sebaik ini? Alex sampe terheran-heran kenapa bisa dia ketemu sama lelaki sebaik ini. “Kalau gitu makasih es krimnya, Dill. Gue makan ya!” Tanpa malu-malu Alex menyantap es krim dari Dilla. Padahal baru aja dia selesai menghabiskan es krim miliknya. Sikap tidak jaim Alex berhasil membuat Dilla menarik senyum. Dia tidak mengerti lagi kenapa bisa ketemu perempuan yang suka banget sama es krim bahkan sampai nambah dua kali lagi. Benar-benar lucu! *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD