Chapter 2

1404 Words
“Al, mau ikut nggak?” tawar Roy saat melihat Alan sedang asyik bermain PSP dengan salah satu teman kontrakan mereka. Alan menekan tombol pause, lalu menatap Roy dengan penasaran. “Kemana?” tanya Alan yang lumayan suntuk itu. Tadinya ia ingin mengajak adik manisnya keluar sekedar menghilangkan kebosanan. Namun, adiknya itu tidak mau, dan Alan tentu tidak bisa memaksa. Lelaki itu cukup sadar diri jika memang ia sudah begitu sering mengajak Aliana keluar. “Hugos,” jawab Roy yang menyebutkan salah satu club malam paling tenar di kota Malang. “Ogah!” balas Alan cepat sembari langsung memusatkan perhatiannya pada layar televisi dan mulai melanjutkan permainannya. “Ahh, nggak seru lo mah! Dari kemarin nggak mau mulu waktu gue ajak. Kenapa sih?” Roy kini mendekati Alan dan duduk di samping lelaki itu, berniat membujuk Alan agar mau ikut. Alan menggeleng cepat, dalam hati berdoa agar Roy cepat pergi dan ia bisa terbebas dari godaan rasa ingin tahunya. Alan juga mengingat-ingat larangan Mama-nya agar menjauhi pergaulan bebas, dan club malam bisa diibaratkan sebagai pintu menuju pergaulan bebas. “Males ajah. Udah pergi sana!” usir Alan. Roy berdecak kesal, entah sudah kali keberapa lelaki itu membisikkan kata rayuan agar Alan setidaknya sekali saja mau ikut dengannya, namun selalu gagal. Lelaki itu akhirnya berdiri dari duduknya, menoyor kepala Alan gemas. Alan tidak ambil pusing, lelaki itu melirik kearah Ahmad yang memang tidak pernah diajak oleh anak kontrakan lain jika ingin berbuat maksiat seperti itu. Jika sampai mengajak Ahmad, bisa saja Hugos menjadi tempat ibadah masal. Alan lalu menoleh kearah ponselnya yang berbunyi nyaring, hasil settingan Kiara tadi siang. “Bentar Mad, ada telepon,” ucapnya. Di layar ponselnya tertera nama Singa Betina, dan hal itu cukup membuat Alan mengernyit. Untuk apa gadis itu menelponnya malam-malam begini. “Halo,” sapa Alan. “Lagi ngapain?” tanya suara di sebrang sana. “Main PS.” “Berhenti main PS, ada tugas nggak?” “Udah kayak pacar aja Neng,” goda Alan yang cukup kagum dengan keseriusan gadis itu untuk mendisiplinkannya. “Eh, bayi besar! Seriusan, gue sekarang lagi sibuk banget nih! Kalau nggak ada tugas cepet tidur sana! Kalau besok sampai kesiangan, awas lo! Bakal gue kasih hukuman!”  ucap Kiara yang tidak ada sopan-sopannya. “Emangnya hukuman apa?” tanya Alan penasaran. “Oh, coba aja telat atau bolos kuliah, nanti juga bakalan tau hukumannya kok,” Kiara menjawab dengan nada menantang. “Dan lagi, cuma sekedar informasi ya. Gue udah punya nomor telepon Mama lo, jadi kalau sampai macam-macem—” “Dapet darimana?” sela Alan cepat. Bisa mati dia kalau sampai Kiara melapor pada Ibunya. Sungguh Ibunya “Dari ponsel lo lah! Dasar b**o!” sahut Kiara yang membuat Alan benar-benar merasa tertindas seketika itu juga. “Iya kanjeng nyai…” ucap Alan yang mendadak patuh. Sialan, Alan tidak bisa berkutik jika Kiara sudah mencatut perihal Mamanya. Di sebrang sana, Kiara tertawa jahat. Merasa puas bisa membuat Alan patuh seperti itu. Dasar anak Mama!   ***             Alan menutup kepalanya dengan bantal. Sesekali mengumpat saat dering nada ponsel miliknya seakan berteriak tanpa henti. Lelaki itu beberapa kali bergelung dengan selimutnya, mencoba menulikan telingnaya barang sejenak.             “Arrghh, sial!” teriaknya tak tahan. Dengan mata yang belum terbuka sempurna Alan mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. “Apa?” tanyanya tanpa merepotkan diri untuk melihat siapa yang mengganggu pagi indahnya.             “Cepat bangun bayi besar!” teriak suara yang mulai terdengar familiar di telinganya.             “Ini masih jam…” jeda Alan sembari menolehkan kepalanya kea rah jam dinding yang tergantung rapi di atas almari. Belum sempat matanya memfokuskan, Kiara sudah menjawab dengan cepat.             “Jam setengah tujuh! Dan lo bikin gue kehilangan waktu berharga gue, cuma buat bangunin lo!” teriak Kiara yang membuat Alan mengerjap-ngerjap hanya untuk mengumpulkan nyawanya.             “Kalau gitu gak usah bangunin gue,” jawabnya santai. Alan kembali menghempaskan tubuhnya dan memeluk guling kesayangannya, masih dengan telepon yang melekat di telinganya.             “Lo ada kuliah jam tujuh b**o! Cepat bangun dan mandi!  Gue tunggu di kampus, kalo sampe lo telat, gue bakalan telepon Ma-ma lo!” tekan Kiara yang membuat Alan langsung mendudukkan dirinya. Lelaki itu hendak menjawab namun urung saat mendengir bunyi tut tut tut dari ponselnya.             “Haiiisss, kenapa hidup gue jadi pahit begini! Ospek aja kalah!” umpatnya sebelum bergegas memasuki kamar mandi.   ***             Kiara Andzikriadi menatap Alan dengan pandangan bahwa dirinya mengapresiasi ketepatan waktu lelaki itu. “Lo udah mandikan?” tanya Kiara memastikan.             Alan mengangguk dengan malas lalu melirik kearah kelasnya yang masih belum dihadiri oleh dosen. Lelaki itu juga sesekali tersenyum kepada teman sekelas yang agak terasa asing di ingatannya. “Dosennya belum datang, dan kayaknya nggak bisa datang,” ucap Kiara dengan santai seolah tanpa beban. Alan mengernyitkan keningnya, menatap gadis itu seolah meminta penjelasan. “Hah? Maksud lo apa? Gue berangkat pagi-pagi gini dan dosennya nggak masuk gitu?” Kiara mengangkat bahunya dengan cuek, “Gue baru ingat kalau kemarin Bu Anggi pergi ke Surabaya, dan baru balik dua hari kedepan,” terang Kiara yang membuat Alan menatapnya tak percaya. “Lo sengajakan? Lo pasti sengaja!” kesal Alan yang dibalas gendikan bahu sekali lagi oleh Kiara. Gadis itu menatap Alan dengan cuek, seolah tidak peduli dengan kekesalan lelaki itu. “Ikut gue!” perintah Kiara mengabaikan tuduhan Alan yang memang benar. “Enggak! Gue mau balik ke kontrakan aja!” gerutu Alan dengan kesal. Siapa juga yang tidak kesal jika dipermainkan sedemikian rupa. Meskipun niatnya positif tetapi tetap saja menyebalkan. “Gue bilang ikut gue!” bentak Kiara yang membuat Alan menatapnya diam beberapa saat. “Lo emang ditugasin buat ngerubah gue, tapi ini udah keterlaluan,” Desis Alan yang untuk pertama kali menunjukkan amarahnya. Ia benar-benar tidak menyukai sikap Kiara yang memerintahnya seperti ini. Kiara menelan ludahnya, sebagai seorang wanita memang sudah sewajarnya ia memiliki rasa takut, namun egonya sekan menolak. “Apanya yang keterlaluan? Lo pikir gue nggak repot ngurusin bayi besar kayak lo?” “Kalo gitu gausah ngurusin hidup gue! Dan jangan panggil gue bayi besar!” Kiara berdecih, menatap Alan dengan pandangan mencela. “Kalau gue nggak diperintah Ayah gue, kenal lo aja gue udah males! Dan sorry aja ya, di mata gue lo emang kayak bayi besar, bahkan lebih parah!” ucap Kiara penuh ejekan. Alan menutup matanya, wajahnya sudah memerah. Namun, dalam hati ia meyakinkan bahwa sangat tidak gentle jika harus berdebat seperti ini dengan seorang wanita. Sial! Alan menggelengkan kepalanya, guna menghilangkan kata-kata kotor yang hampir saja ia lontarkan. Dan tanpa melihat Kiara lagi, Alan memilih untuk pergi meninggalkan gadis itu dengan amarah yang masih meluap. *** Malam ini, Alan memilih untuk menyerah pada godaan setan yang terkutuk yang tidak lain dan tidak bukan adalah Roy. Sore tadi lelaki itu membisikkan hasutan-hasutan pada Alan yang tengah dalam mood terburuknya. Lelaki gondrong itu lalu memilih untuk menuruti Roy dengan dalih hanya untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Alan mengangguk-anggukkan kepalanya, mencoba menikmati musik yang berdentam hingga memenuhi kepalanya itu. Club malam ini tidak seperti yang ia pikirkan, tak ada orang yang menari di lantai dansa, juga tak ada pasangan-pasangan m***m yang biasanya terlihat di video-video club malam yang pernah disodorkan Roy padanya. Alan memesan cola tanpa alkohol, ia lalu menoleh kearah Roy yang asyik merangkul mesra pacarnya. “Roy, kok agak sepi ya. Nggak kayak yang gue bayangin,” Alan berucap dengan suara yang keras. “Belum jam dua belas Al, nanti tengah malam baru deh lo bisa turun ke panggung,” sahut Roy yang setelahnya sibuk mengecupi pipi kekasihnya. Alan memanyunkan bibirnya kesal, kenapa Roy tega sekali bermesraan di samping jomblo seperti dirinya. Lelaki dengan jaket denim dan celana sobek itu mulai sibuk mengedarkan pandangannya. Ada sedikit kelegaan di hatinya saat mengetahui apa itu club malam. Sembari menyesap colanya, Alan menatap kearah pintu masuk, sesekali mengangguk dan melebarkan matanya saat beberapa gadis dengan pankaian minim mulai memenuhi club malam. Lelaki gondrong itu tersedak cola-nya saat secara tidak sengaja menangkap seorang gadis yang sangat ia kenal. Mengabaikan pertanyaan dari Roy dan sibuk memusatkan perhatiannya pada gadis dengan hotpans jauh diatas lutut itu. Alan mengusap-usap matanya, mungkin saja matanya jadi salah sistem akibat asap rokok bercampur vapor yang sedikitnya membuat matanya perih. Namun, pemandangan itu tidak berubah. Disana, Kiara Andzikriadi, anak dari Ketua Jurusan yang terkenal disiplin dan taat aturan sedang tertawa-tawa dan berpelukan dengan teman-temannya. Gadis itu bahkan berpenampilan seksi dengan hanya memakai tanktop hitam yang begitu ketat. Astaga, yang benar saja!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD