Di hari yang sama, Vega berencana mengunjungi beberapa perpustakaan di ibu kota. Ia ingin segera mengungkap pesan dalam mimpinya yang selama ini ia alami. Vega mencari informasi mengenai sejarah negeri Terrazura dan Braden Kingdom. Ia berpikir jika menemukan informasi tersebut, maka ia akan menemukan titik terang tentang sejarah hutan kegelapan.
Vega pernah bertanya tentang legenda hutan kegelapan Donkerwald pada ayahnya, tapi Zorguch hanya tersenyum pada Vega. Ia tidak menjawab dengan tegas dan jelas. Hal ini membuat Vega semakin penasaran mengenai kebenaran legenda hutan kegelapan Donkerwald dan hubungannya dengan Braden Kingdom di negeri Terrazura. Sebab mimpi yang ia alami setiap hari, membuat hidupnya sangat tidak nyaman dan selalu dibayang-bayangi rasa penasaran.
Ketika Vega bepergian ke ibu kota, Vega berpakaian layaknya rakyat biasa bukan dari kalangan bangsawan. Rambut panjang yang biasanya tergerai indah, kini selalu ia kepang. Gaun yang biasa ia gunakan, berganti baju layaknya seorang kesatria lengkap dengan celana dan jubah yang menutupinya. Ia tidak malu dengan penampilannya yang terlihat seperti kesatria. Cadar dan jubah merahnya yang selalu ia kenakan ketika berkuda, membuatnya terlihat misterius. Vega akan mengenakan gaun indah dari sutera, dengan riasan wajah dan rambut yang tergerai indah, jika ia datang ke istana, entah menghadiri acara atau saat ia belajar di sana, barulah ia mengenakan baju layaknya seorang putri bangsawan.
Vega melenggang bebas menuju ibu kota, dengan membawa busur panah Victor yang ia pinjam kemarin. Vega selalu pergi bersama kuda kesayangannya yang bernama Jitender kuda berbulu putih nan lembut, terlihat cantik juga kokoh dan kuat. Vega tidak memiliki pelayan pribadi layaknya putri bangsawan lainnya. Ia lebih senang berjalan sendiri ke mana pun ia suka.
Vega menitipkan kudanya di tempat penitipan kuda yang berada di salah satu sudut ibu kota. Ia melepas jubahnya juga cadarnya. Lalu mulai berjalan menuju perpustakaan pertama yang ia kunjungi hari itu. Vega melangkah menuju rak yang berisi buku-buku sejarah dan Buku filosofi. Dengan teliti ia memilih buku sejarah negeri Terrazura. Namun yang ia temukan di sana, ternyata isinya sama dengan buku-buku lainnya yang sudah pernah ia baca.
“Tidak ada informasi yang lebih detail. Bahkan buku sejarah negeri Terrazura di perpustakaan kerajaan juga tidak memberikan informasi yang lebih rinci.” Lady Vega masih berusaha keras menemukan apa yang ia cari. Ia tidak mengenal kata menyerah.
Ia kembali berjalan menyusuri jalanan ibu kota. Sampailah ia di depan sebuah kedai makanan. Vega mencium aroma makanan yang menggoda lidah dan perutnya.
“Oowwwhhh... Aromanya membuat perutku bernyanyi... Hahaha... Baiklah rasanya aku akan mampir dan makan di sana.” Dengan wajah berseri-seri ia mampir ke kedai itu.
Lady Vega memakan cukup banyak sup ikan yang menjadi menu utama kedai itu. Sup hangat dengan aroma yang nikmat membuat siapa saja yang lewat tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk mampir dan mencicipi menu andalan kedai itu.
“Rasanya nikmat sekali... Lain kali aku akan mampir lagi kemari.” Vega berjalan dan membayar makanannya. Kemudian melangkah untuk melanjutkan perjalanannya. Namun saat ia melewati dua orang pembeli yang masih berbincang di kedai itu, ia mendengar mereka sedang menceritakan hutan kegelapan Donkerwald. Vega menoleh dan melihat seorang pemuda bersama seorang kakek di sana. Akhirnya Vega duduk lagi di meja yang berdekatan dengan dua orang itu.
Lady Vega menguping pembicaraan mereka. Ia sangat antusias mendengar cerita kakek tua kepada pemuda di sana.
“Berarti kakek tahu tentang hutan kegelapan?” tanya pemuda yang duduk bersama pria tua itu.
“Bahkan aku pernah tersesat di dalam hutan lotus, aku kira itu masih kawasan lotus ternyata aku memasuki Donkerwald, tapi belum masuk terlalu dalam sehingga aku menemukan jalan keluar,” jawab kakek tua itu.
“Kakek bertemu seseorang di sana?” Mata pemuda itu terbelalak.
“Bahkan aku bertemu dengan salah satu Xylina yang merupakan penjaga hutan kegelapan Donkerwald... Aku dibiarkan keluar begitu saja, aku tidak berani menatapnya... Sejak saat itu aku meyakini tentang legenda Donkerwald dan Xylina yang hidup di dalamnya.” Jawaban kakek tua itu membuat Vega semakin penasaran.
“Ternyata Xylina memang ada, mereka tinggal di dalam hutan kegelapan Donkerwald.” Vega mengernyitkan dahinya seraya pikirannya berjalan membayangkan makhluk seperti apa yang berada di sana.
Tak lama kemudian kakek dan seorang pemuda berjalan meninggalkan kedai. Lady Vega berusaha mengikuti ke mana mereka pergi. Namun Lady Vega mengalami kebingungan saat sang kakek dan pemuda itu berpisah di persimpangan jalan.
“Apa? Mereka berpisah? Aku harus mengikuti siapa? Kakek tua atau pemuda itu?” Vega berhenti beberapa saat. Kemudian ia memutuskan mengikuti salah satu di antara mereka yang masih terlihat dari pandangan Vega.
Vega menoleh ke sebelah kirinya, tapi sang kakek sudah tidak terlihat sama sekali, walau bayangannya sekali pun. Kemudian Vega menoleh ke sebelah kanannya, ternyata pemuda itu masih terlihat. Ia sedang berada di depan tempat penitipan kuda. Vega bergegas mengambil kudanya, karena ia melihat pemuda tadi sudah pergi menaiki kudanya.
Lady Vega mengejar pemuda itu. Ia berharap memperoleh informasi mengenai asal usul negeri Terrazura dan teka-teki tentang hutan kegelapan Donkerwald. Ia melajukan kuda Jitender dengan cepat, karena pemuda tadi melesat dengan cepat bersama kudanya.
Putra mahkota Argan sudah merasa dibuntuti oleh seseorang sejak di tempat penitipan kuda. Ia sengaja pergi ke lereng bukit untuk mengetahui siapa orang yang membuntutinya. Saat putra mahkota Argan sudah berada di lereng bukit, ia menghentikan kudanya dan berputar balik agar mengetahui siapa yang membuntutinya.
Alangkah terkejutnya putra mahkota Argan mengetahui bahwa seseorang yang membuntutinya adalah seorang yang misterius dengan jubah yang menutupi dirinya. Lady Vega pun merasa terkejut saat pemuda berkuda itu berputar arah, karena Lady Vega tidak akan bisa menghindar darinya. Jubah penutup kepala yang Vega kenakan tertiup angin kencang di lereng bukit, sehingga wajah Vega terlihat sebagian karena tertutup cadar. Namun rambut yang ia kepang sangat terlihat jelas bahwa si penunggang kuda adalah seorang perempuan.
“Kamu?” Putra mahkota Argan terkejut melihat seorang perempuan menunggang kuda dengan sangat berani.
Lady Vega menatap pemuda yang tak lain adalah putra mahkota Argan. Ini adalah momen pertama kali putra mahkota Argan bertemu dengan Lady Vega. Sorot mata berwarna biru milik Lady Vega membuat putra mahkota semakin penasaran dengan wajah gadis yang tertutup cadar itu.
Vega yang terkejut tidak bisa menghindar. Ia melihat seorang pemuda tampan sedang menunggang kuda di hadapannya. Tubuhnya tegap proporsional, kulitnya bersih dan terlihat sangat terawat. Matanya berwarna cokelat menatap tajam yang membuat Vega merasa berdebar.
Begitu juga dengan pangeran Argan yang terpukau karena baru kali ini ia melihat seorang perempuan yang bersikap bagai ksatria penunggang kuda.
“Perempuan itu? Aku pikir dia seorang pria... Lalu mau apa dia menguntitku sampai sejauh ini?” pangeran Argan berbicara dalam hatinya sambil menatap Vega dengan penuh curiga.
“Siapa kamu?” Pangeran Argan menegur Vega yang terpaku di atas kuda putihnya.
“Hah? Ap... Apa maksudmu?” Vega berlagak polos, seolah tidak mengerti maksud pertanyaan pria berkuda di hadapannya.
“Mau apa kamu mengikutiku?” Pangeran Argan menghampiri Vega dengan kudanya.
“Tidak... Sama sekali tidak mengikutimu!” Vega menatap sengit pemuda itu.
Pangeran Argan memperhatikan busur panah yang Vega bawa saat itu. Busur panah berwarna hitam dengan corak kemerahan, sangat kokoh dan terlihat indah.
“Sepertinya busur panah itu tidak asing buatku?” Pangeran Argan masih mengingat busur panah seperti itu.
“Tidak salah lagi itu adalah busur panah milik Victor, karena hanya ada satu busur panah seperti itu, hadiah dari Ayah untuk Victor saat pertama kali ia diangkat menjadi pengawal pribadiku... Lalu dari mana gadis ini memperolehnya? Apakah gadis ini seorang pencuri?” Pangeran Argan berbicara dalam hatinya, karena semakin curiga dengan Vega.
Vega merasa pemuda tersebut akan berbuat jahat padanya. Sehingga Vega menatapnya dengan tajam.
“Hei! Apa yang kamu lihat?” Vega menatap sengit pemuda di hadapannya.
“Seharusnya aku yang bertanya! Untuk apa kamu mengikutiku?” Pangeran Argan menatapnya kembali.
Vega merasa salah sasaran. Seharusnya ia fokus pada kakek tua tadi, bukan pada pemuda itu.
“Anggap saja tidak terjadi apa-apa, tidak ada apa-apa, dan biarkan aku pergi!” Vega memutar kudanya. Namun pangeran Argan yang penasaran dengannya menghadang Vega bersama kudanya.
“Katakan apa yang kamu incar dariku? Aku hanya seorang ksatria pengelana! Tidak ada harta atau benda berharga lainnya selain kudaku.” Pangeran Argan menatap dengan sangat berkarisma.
Tatapan dan cara bicara pangeran Argan membuat Vega terbelalak bingung untuk menjawab pertanyaannya.
“Sial! Dia pikir aku perampok? Dasar culas!” Vega menggerutu dalam hatinya sambil menatap tajam tatapan pangeran Argan.
Vega diam sejenak sambil berpikir alasan yang tepat agar ia bisa segera pergi dari lereng bukit itu.
“Kamu pikir aku perampok? Dasar pemuda culas! Minggir!” Vega melajukan kudanya dengan cepat menuruni lereng bukit.
“Hei... Tunggu! Siapa namamu?” Pangeran Argan berteriak dan berusaha mengejar gadis itu.
Pangeran Argan menghentikan kudanya. Ia terpaku melihat sikap gadis itu. Ia terkejut mendengar jawaban senggak dari gadis itu.
“Dasar! Gadis bar-bar! Aneh! Membuatku penasaran saja! Awas kalau sampai kita berjumpa lagi! Aku akan menghukummu!” Pangeran Argan kembali berkuda menuju desa Samai, untuk menyerahkan kuda Karan pada Lean.
Vega melajukan kudanya dengan sangat cepat. Ia melarikan diri dari pemuda yang ia kuntit tadi. Kuda Jitender sangatlah bisa diandalkan karena dapat berlari dengan sangat cepat. Sehingga Vega berhasil kabur dari pemuda tadi.
“Untung saja aku bisa kabur dari pemuda culas tadi! Tidak ada ramah sama sekali! Dasar pemuda culas! Awas saja kalau sampai kita berjumpa lagi! Akan aku beri pelajaran!” Vega masih kesal dengan sikap pemuda yang ia temui tadi yang tidak lain adalah putra mahkota Argan.
Vega memberikan kuda Jitender pada salah satu pelayan di rumahnya, yang khusus ditugaskan untuk merawat semua kuda milik keluarga Herzog Louis Zorguch.
Vega telah sampai di rumahnya. Ia berjalan menuju kamarnya dan mendapati kakaknya duduk di kamar Vega dengan raut wajah penuh amarah.
“Aduh... Gawat! Wajah Victor sudah ia tekuk, alamat memarahiku lagi!” Vega merasa takut pada kakaknya, ia berusaha tersenyum walau selalu menggerutu dalam hatinya.
“Victor? Hai....” Vega merasa takut kalau kakaknya memarahinya lagi. Ia menyapa kakaknya sambil tersenyum dengan sedikit gelisah.
“Dari mana saja seharian ini?” Wajah Victor sangat datar menatap Vega.
“Seperti biasa mengunjungi perpustakaan di ibu kota.” Vega berkata jujur pada kakaknya.
“Lain kali jangan membawa busur panahku tanpa sepengetahuanku!” Victor merasa kesal pada adiknya.
“Ma... Maaf Kak!” Vega menunduk karena merasa bersalah.
“Gara-gara busur panah ini! Lagi-lagi aku dimarahi ayah! Hari ini seharusnya aku menemani putra mahkota latihan memanah! Tapi karena busur panahku tidak ada di rumah... Aku harus mencarinya seharian, mencarimu yang entah berada di mana! selama itu pula putra mahkota lagi-lagi kabur dari istana! Rasanya ingin marah... Teriak!!!! Menjadi pengawal seorang pangeran bandel! Lebih tepatnya kalian berdua selalu membuatku menghadapi kesulitan!” Victor kesal sembari mencurahkan isi hatinya pada adiknya.
“Aku ingin tertawa tapi takut terkena karma.” Vega menunduk tetapi matanya menatap Victor. Wajah Vega terlihat memelas di hadapan Victor.
“Haaasshhh!!!! Sudah... Tidak usah berekspresi seperti itu! Aku sangat tahu itu salah satu jurus ampuhmu meluluhkan hati Kakak! Lalu apa kamu masih mempersoalkan mimpimu?” Victor merasa iba jika adik kesayangannya sudah memajang wajah memelas.
“Masih memimpikan hal yang sama, Kak! Vega merasa tidak tenang selama pesan dalam mimpiku belum terpecahkan.” Vega duduk di sebelah Victor.
“Sudahlah! Mungkin esok kamu tidak akan memimpikan hutan kegelapan lagi!” Victor tersenyum sembari mengusap kepala adiknya.
“Aku akan kembali ke istana!” Victor berpamitan pada adiknya.
Setelah Victor meninggalkan kamar Vega, lantas Vega kembali memikirkan pertemuannya dengan ksatria pengelana itu.
“Andai saja tidak bertemu dengan pemuda culas itu! Waktuku tidak akan terbuang sia-sia!” Lady Vega masih duduk menatap sekeliling kamarnya.
“Tetapi berita baiknya... Hari ini aku tahu bahwa Xylina benar-benar ada, bukan hanya mitos dari sebuah legenda... Aku akan terus mencari arti dan pesan dalam mimpiku.” Lady Vega masih bersemangat dengan tujuannya. Ia berharap menemukan titik terang dengan semua pertanyaan dan rasa penasarannya itu.
Bagaimana kelanjutannya? Tunggu update episode selanjutnya ya! Terima kasih sudah mampir untuk membaca.
Jangan lupa follow dan tap lovenya ya! Maaf jika masih banyak typo, silakan meninggalkan komentar.