Putra mahkota menunggangi kuda Karan untuk kembali ke rumah Lean. Ia menyerahkan kuda kesayangannya untuk di rawat kembali oleh Lean.
“Aku akan merawat kuda yang mulia dengan baik.” Lean tersenyum pada pangeran Argan.
“Terima kasih... Tapi aku ingin berbincang sebentar denganmu.” Pangeran Argan duduk di bawah pohon rindang sambil melihat pemandangan perbukitan yang sangat indah di negeri Terrazura.
Lean mengikatkan tali penuntun kuda pada salah satu batang pohon yang ada di sana. Lean berjalan menghampiri putra mahkota Argan.
“Yang mulia tampaknya sedang memikirkan sesuatu?” Lean masih berdiri di samping pangeran Argan.
“Kemari! Duduklah!” Pangeran Argan memerintahkan Lean duduk bersama.
“Sudah anggap saja aku sahabatmu!” Pangeran Argan menatap Lean sembari melontarkan senyum ramahnya.
“Dengan senang hati yang mulia!” Lean duduk agak berjauhan dengan Argan, karena merasa menghormati putra mahkota.
“Aku memang merasa resah memikirkan sesuatu dalam hutan kegelapan.” Pangeran Argan menatap Lean.
“Apa yang membuat yang mulia resah?” Lean merasa bingung karena tuannya terlihat murung.
“Beberapa waktu yang lalu, aku sempat mendengar perbincangan antara Herzog Louis Zorguch dan Ayahku... Sepertinya mereka membahas seseorang yang bernama Samantha... Yang aku dengar dia tinggal di dalam hutan kegelapan... Sampai saat ini, nama Donkerwald masih saja mengganggu pikiranku... Tidak lama lagi aku akan naik Tahta... Namun aku sendiri tidak tahu dengan pasti semua wilayah Braden Kingdom... Jika hutan lotus masih termasuk ke dalam wilayah Braden Kingdom... Mengapa tidak dengan Donkerwald? Padahal Donkerwald berada di dalam hutan lotus.” Pangeran Argan terlihat sedang berpikir keras mencari jawaban atas semua pertanyaan itu.
“Seperti yang mulia ketahui... Legenda Xylina yang tinggal di dalam hutan kegelapan Donkerwald sudah ada sejak zaman nenek moyang kita... Lebih tepatnya sejak berdirinya Braden Kingdom... Konon katanya Xylina adalah bangsa Elf, bukan manusia... Namun makhluk seperti apa mereka kita juga tidak mengetahuinya... Apa yang mulia tidak bertanya saja pada Herzog Louis Zorguch?” Lean menatap tuannya.
“Kau ini seperti tidak tahu saja! Bisa-bisa aku mati berdiri jika berhadapan dengannya! Tapi... Apa aku bisa mencari informasi itu melalui Victor?” Pangeran Argan menoleh ke arah Lean.
“Ide bagus yang mulia.” Lean tersenyum.
“Tapi aku tidak yakin... Karena Victor itu sosok yang misterius, tidak banyak bicara, dan dia mudah sekali untuk aku kelabui... Tapi akan aku coba mengorek informasi dari Victor... Sebenarnya tadi aku bertemu dengan seorang kakek yang tinggal di desa Nebula... Di bercerita bahwa ia pernah melihat Xylina secara tidak sengaja... Tapi ia dibiarkan hidup dan keluar Donkerwald begitu saja.” Pangeran Argan masih bertanya-tanya.
“Mungkin agar kakek itu menyampaikan berita pada semua orang tentang keberadaan Xylina dalam hutan kegelapan adalah suatu kebenaran bukan hanya mitos atau legenda.” Lean menatap Pangeran Argan dengan mengernyitkan dahinya.
“Benar sekali... Berarti para Xylina menginginkan semua penduduk tahu tentang keberadaannya... Jika mereka jahat... Sudah sejak dulu mereka akan menyerang kita... Tapi sejauh ini mereka tidak melakukan itu! Tapi mengapa Donkerwald menjadi hutan terlarang untuk dilalui manusia?” pangeran Argan masih bingung memikirkannya.
“Aaarrrgggghhh!!!” Semua membuatku semakin bingung!” Argan merasa buntu memikirkan hal itu. Sesuatu hal yang belum ia ketahui kebenarannya.
“Apakah yang mulia Rex Alexis Marlon pernah bertemu dengan Xylina?” Lean merasa penasaran juga.
“Mungkin... Tapi mengapa? Bagaimana? Dan untuk apa?” Pertanyaan ini membuat pangeran Argan merenung.
Argan memutuskan kembali ke istana sebelum matahari terbenam. Seharian ia keliling wilayah Braden Kingdom. Namun bukannya menemukan titik terang tentang Samantha dan hubungannya dengan hutan kegelapan Donkerwald, justru semakin banyak saja pertanyaan yang memenuhi isi kepalanya.
Hari semakin sore, Argan mempercepat langkah kakinya menuju pintu rahasia. Ia sangat paham dengan jadwal prajurit patroli yang berkeliling istana. Argan kembali berganti pakaian sebagai putra mahkota dan melipat kembali pakaian saat ia menyamar menjadi Gama si kesatria pengelana. Dengan cepat Argan memasuki pintu rahasia dan melewati kebun istana sebelum ia kembali memanjat pohon yang tidak terlalu tinggi di kebun istana, agar ia bisa meraih ujung tembok pembatas. Ketika ia sampai di atas tembok, dengan cekatan ia meraih ranting dan dahan pohon yang lebih besar untuk dapat kembali turun dan berjalan menuju paviliunnya.
“Selalu seperti ini... Tapi tidak masalah buatku! Selama aku bisa dengan bebas melihat keadaan rakyatku yang berada di bawah naungan Braden Kingdom.” Putra mahkota kembali mengendap-ngendap agar dapat memasuki paviliunnya.
“Aku yakin... Mereka sedang sibuk mencariku... Maafkan aku Ayah, Ibu, dan juga Victor karena dia pasti sudah dimarahi Herzog Louis Zorguch...” Pangeran Argan sudah semakin dekat dengan paviliunnya. Punggawa penjaga paviliun sudah berganti shift penjagaan, sehingga Putra mahkota Argan bisa melenggang memasuki paviliunnya kembali.
Ketika pangeran Argan membuka pintu paviliun, seperti biasa yang mulia ratu Alena sudah menunggu putranya.
“Ibu....” Argan sudah tidak lagi terkejut. Sebab Alena sangat lembut dan mengerti keinginan putranya.
“Sudah kembali, Nak? Kemari duduklah di samping Ibu!” Alena tersenyum pada putranya.
“Maafkan aku Ibu... Sepertinya Ibu sudah sangat memahamiku?” Argan menatap Ibunya yang berada di sampingnya.
“Ibu tidak pernah melarangmu untuk berkeliling melihat keadaan penduduk... Tapi yang ibu khawatirkan adalah keselamatanmu, Nak! Kamu harus tahu... Saat ini statusmu adalah seorang putra mahkota yang sebentar lagi akan diangkat menjadi raja, menjadi Rex Alexis ke tujuh... Karena kamu adalah satu-satunya anak laki-laki dari kami, yang merupakan garis keturunan Rex Alexis pertama... Nenek moyangmu! Ketiga kakakmu adalah perempuan... Jika keselamatanmu terancam... Maka akan terjadi peperangan memperebutkan Tahta Braden Kingdom... Lagi pula tidak mudah mempersiapkan seorang pangeran menjadi putra mahkota... Butuh waktu dan proses yang panjang, hingga ia siap diangkat menjadi seorang raja.” Ratu Alena menasihati putranya.
“Maafkan Argan, Bu! Tapi ini adalah cara Argan Untuk mengetahui keadaan rakyat Braden Kingdom.” Argan berlutut di hadapan ibunya.
“Ibu tidak pernah melarangmu... Setidaknya berjanjilah pada Ibu, di mana pun dan ke mana pun, jagalah dirimu, Nak! Atau setidaknya pergi bersama Victor?” Ratu Alena memberi saran.
“Justru ketika aku menyamar menjadi Gama sang ksatria pengelana lebih aman ke mana pun aku melangkah di luar sana, Bu... Karena mereka yang ingin mencelakaiku tidak pernah mengira Gama adalah Argan sang putra mahkota... Itu alasan mengapa aku pergi diam-diam... Maafkan putramu ini, Bu!” Argan tersenyum dan mencium punggung tangan ibunya.
“Ibu mempercayaimu, Nak! Tapi ingat! Jaga dirimu baik-baik demi masa depan rakyat Braden Kingdom!” Alena tersenyum pada putranya.
“Iya, Bu!” Pangeran Argan memeluk ibunya dengan penuh kasih sayang.
Setelah Ratu Alena pergi meninggalkan paviliun putra mahkota, pangeran Argan membersihkan dirinya setelah seharian berada di luar istana. Seperti biasa ia berendam air hangat bertabur kelopak bunga mawar, karena bunga mawar berkhasiat untuk menangkal radikal bebas pada kulit, meregenerasi sel kulit, aroma terapinya dapat menangkal stress dan depresi. Sehingga putra mahkota selalu berendam air dengan taburan kelopak mawar yang menjadikan kulitnya cerah dan bersih.
Malam mulai menyelimuti negeri Terrazura. Pangeran Morgan tengah duduk termenung di taman dekat paviliunnya. Kali ini ia duduk sendiri, beberapa prajurit dan dayang yang menjaga paviliunnya terlihat beberapa meter dari tempat duduk pangeran Morgan.
Pangeran Morgan menatap bintang di angkasa. Pikirannya melambung bersama indahnya cahaya bulan. Hampir setiap hari, kesepian seakan menemani hati dan jiwanya. Pangeran Morgan merasa jika Rex Alexis Marlon lebih menyayangi pangeran Argan. Itu sebabnya ia merasa minder karena ia hanya anak seorang selir. Putra pertama Rex Alexis Marlon adalah pangeran Morgan. Ia merupakan anak Rex Alexis Marlon dengan selir Livia. Namun justru Pangeran Argan yang diangkat menjadi putra mahkota walau ia lebih muda dari pangeran Morgan. Karena putra mahkota Argan adalah putra dari Rex Alexis Marlon dengan ratu Alena.
Ibu dan paman pangeran Morgan selalu memberikan doktrin pada pangeran Morgan untuk menebar kebencian pada Rex Alexis Marlon. Mereka selalu mempengaruhi pangeran Morgan agar membenci ayahnya dan adik tirinya yang tidak lain adalah pangeran Argan.
Hati pangeran Morgan sering bergejolak jika mengingat hal itu. Terkadang ada rasa iri yang ia pendam ketika melihat pangeran Argan belajar dalam kelas khusus untuk putra mahkota.
Namun saat pangeran Morgan mengingat masa indah dan kebaikan yang selalu ditebar oleh pangeran Argan, perasaan iri dan prasangka jahat terhadap adik tirinya hilang seketika. Hal ini membuatnya menjadi pribadi yang tertutup. Ia lebih memilih kehidupan bebas di luar istana. Berburu ke hutan dan menolong rakyat jelata yang berada dalam kesulitan. Hal itu dapat membuat perasaannya bahagia.
Dahulu, Rex Alexis Marlon menikah dengan Ratu Alena karena perjodohan. Sesungguhnya cinta pertama Rex Alexis Marlon bukanlah Alena. Dua tahun pernikahan, barulah mereka dikaruniai momongan seorang putri. Rakyat merasa ada sesuatu yang salah dengan Raja dan Ratu mereka. Karena mitos yang beredar di negeri Terrazura, jika anak pertama dari seorang raja Braden Kingdom adalah perempuan, itu pertanda bahwa raja telah dikutuk seseorang. Suasana ibu kota dan istana mulai ricuh dan memanas setelah tiga kali Ratu Alena selalu melahirkan anak perempuan. Rakyat pun menginginkan Rex Alexis Marlon turun dari Takhtanya.
Namun semua bisa dilerai karena perdana menteri Solon memberikan sebuah solusi pada Rex Alexis Marlon. Ia meminta Rex Alexis Marlon untuk menikah lagi atau dengan kata lain, Ratu Alena harus menerima jika suaminya memiliki selir yang tak lain adalah adik dari perdana menteri Solon bernama Livia.
Perhelatan batin ratu Alena sangat bergejolak. Sebagai seorang wanita tentu saja tidak menginginkan jika dia harus berbagi cinta dengan wanita lain. Namun jika memikirkan keamanan dan keberlangsungan masa depan kerajaan, maka ia harus menerima Livia menjadi selir Rex Alexis Marlon, lelaki yang ia cintai.
Seiring berjalannya waktu, selir Livia melahirkan seorang putra yang mereka beri nama Morgan, saat itu ratu Alena merasa pasrah dan kalut. Tak lama kemudian ratu Alena mengandung, ia sudah pasrah jika anak ke empat yang ia lahirkan perempuan. Namun takdir berkata lain, karena anak ke empat ratu Alena ternyata seorang putra yang mereka beri nama Argan. Sejak kelahiran Argan, Rex Alexis Marlon sudah menentukan pewaris Tahta putra mahkota akan diberikan pada pangeran Argan. Hal itulah yang memicu selir Livia dan perdana menteri Solon merasa kecewa. Sehingga mereka berencana merebut Tahta putra mahkota pangeran Argan untuk pangeran Morgan. Namun pangeran Morgan selalu menolak bujukan ibu dan pamannya.
Pangeran Morgan masih berada di taman dekat paviliunnya. Menatap jauh angan yang tak pasti. Menikmati setiap sepinya hati. Pangeran yang kesepian adalah julukan yang tepat untuk pangeran Morgan.
Perdana menteri Solon berjalan menghampirinya. Hampir setiap hari perdana menteri Solon menemui keponakannya yang terlihat sedang duduk sendirian di taman.
“Yang mulia.” Perdana menteri Solon menyapa pangeran Morgan.
“Paman.” Pangeran Morgan terkejut dan menoleh ke arah pamannya.
“Duduklah!” Pangeran Morgan mempersilakan pamannya duduk di sampingnya.
Perdana menteri Solon duduk di samping pangeran Morgan. Ia menatap pemuda itu, ada rasa iba dan juga keinginan membara untuk menjadikan keponakannya sebagai putra mahkota.
“Ada angin apa yang membuat paman menemuiku malam ini?” Pangeran Morgan selalu bersikap dingin pada siapa pun kecuali ibunya.
“Paman datang menemuimu karena sudah beberapa hari ini yang mulia Morgan tidak terlihat mengikuti pembelajaran di kelas bersama putra bangsawan lainnya.” Solon menatap pangeran Morgan.
“Karena aku pergi berburu dengan Arsenio... Aku ada atau pun tidak di istana, tidak akan berpengaruh....” Morgan menatap langit yang penuh bintang yang mampu mendamaikan hatinya.
Perdana menteri Solon terdiam sejenak setelah mendengar alasan pangeran Morgan. Ia merasa lebih iba dan berhasrat menjadikan keponakannya seorang raja.
“Apa ada hal yang membuat pangeran merasa tidak nyaman berada dalam istana? Atau ada hal lain yang mengganggu pikiranmu?” Perdana menteri Solon kembali berpikir sembari menatap pangeran Morgan.
“Tidak ada yang aku pikirkan, hanya saja di luar sana sepertinya lebih bisa menerima kehadiranku... Tidak seperti di istana ini yang sulit menerimaku sebagai putra seorang selir.” Morgan menatap pamannya.
Perdana menteri Solon terbelalak mendengar perkataan keponakannya. Ia merasa bersedih melihat keponakan yang ia sayangi merasa tidak bahagia.
“Misi paman masih sama, paman akan berusaha membuat yang mulia menjadi raja.” Solon menatap Morgan.
“Lebih baik, paman urungkan saja niat paman... Karena aku lebih nyaman berada di luar istana... Permisi paman, aku akan beristirahat, karena besok aku akan pergi ke hutan lotus.” Pangeran Morgan memberi hormat pada pamannya, kemudian melangkah menuju paviliunnya.
Perdana menteri Solon termenung dan berusaha mencari celah untuk menjadikan pangeran Morgan sebagai pewaris Tahta.
Siapakah sebenarnya Samantha? Bagaimana jadinya, jika Vega dan Putra mahkota bertemu kembali? Yuk ikuti terus ceritanya ya! Terima kasih sudah mampir untuk membaca. Cerita bergenre fantasi romance ini, semoga membawa angin segar buat para pembaca. Jangan lupa follow, tap love, dan komen ya! Semangat!