Penasaran?

1649 Words
Bhanu masih penasaran dengan yang dimaksud oleh Yura siang itu. Ia pikir, siklus bulan yang dikatakan Yura waktu itu hanya bisa dialami oleh kaum-kaum wanita saja, seperti datang bulan misalnya. Apa hubungannya dengan zodiak? Yura membuat Bhanu semakin penasaran dengan teka-tekinya itu. Siklus bulan? Pertanyaan itu semakin memenuhi otaknya. Bukannya mencari informasi itu sendiri, Bhanu lebih memilih untuk menunggu. Menunggu Yura yang menjelaskan tentang hal-hal itu. Tentang hal-hal yang menurut Bhanu semakin ia selami dan ketahui, semakin membuatnya memahami hal-hal lain yang tidak pernah ia sadari. Hal-hal cukup klenik bahkan seperti ilmu-ilmu orang tua jaman dahulu namun masih bisa cocok di jaman penuh modernitas ini. Cowok itu diam-diam masih mengamati Yura. Seperti ada aura yang Bhanu kenali agar jangan mendekati cewek itu lebih dulu sebelum dia sendiri yang mendekat. Bahkan, Yura hanya tersenyum seadanya ketika berkumpul dengan teman-teman ceweknya. Beberapa kali dia tidak mendapati Yura terpisah dari gerombolannya itu. Ah, apakah dia benar-benar ingin sendiri?, batinnya. Hingga suatu waktu, Bhanu pernah mengoper sebuah permen chuppa chup rasa strawberry ke Yura ketika cowok itu melewati bangku cewek dengan kunciran rambut bulunya. Ia pun merasa lega ketika Yura langsung memakan permen itu sembari mengerjakan tugas LKS yang diberikan oleh guru untuk mengganti jam kosong kelas. Tandanya, Yura memang tidak marah padanya. Hanya, ingin menyendiri saja. Tentu saja, kelakuan Bhanu itu ditangkap oleh Dharma. Cowok itu menatap penuh curiga sesampainya Bhanu kembali ke bangku mereka. Dharma menatap penuh selidik dengan tatapan seolah mengatakan, “Lo berdiri dari bangku cuma mau kasih permen, seriously?” Tatapan penuh tanya yang hanya dijawab dengan endikan bahu Bhanu. Berharap siklus bulan—yang dimaksud dengan Yura itu—segera usai. Keesokan paginya, Bhanu menemukan Yura tengah duduk sambil mendengarkan lagu dengan kuping tersumpal earphone. Cowok itu mengetuk bahunya perlahan hingga cewek itu berbalik menatapnya. Tatapannya, masih sama. Awalnya selalu menusuk lalu sepersekian detik berikutnya berubah penuh binar ketika ia tahu bahwa Bhanu lah yang ada di belakangnya.  “Hei, pagi Bhanu!” ia menarik Bhanu untuk duduk dan menyumpal satu earphonenya untuk dibagi bersama Bhanu. “Sudah sarapan?” pertanyaan basa-basi pagi hari ala Yura yang kalau cowok manapun ditanya seperti ini pasti akan langsung terbawa perasaan. Bhanu? Sedikit. Karena Cecil sering menanyainya seperti ini dengan nada yang ‘friendly’ seperti “Woi, udah pada sarapan belom?” dengan gaya slengekannya. Tidak seperti Yura, ia tersenyum manis dengan nada lembut. Bhanu mengumpat dalam hati, mampus, sensasinya kok beda? “Udah, lo?” tanyanya dan Yura hanya mengangguk. Pagi hari itu keduanya isi dengan mendengarkan lagu milik Justin Bieber - Purpose sambil menatap birunya langit dengan matahari yang semakin meninggi itu. “Jadi, siklus bulan?” And you've given me the best gift That I've ever known You give me purpose everyday You give me purpose in every way   Lagu mengalun indah mengiringi awalan pembicaraan itu. “Iya, full moon udah lewat kok. Biasanya sih gue bakalan kena efek ketika sebelum dan sesudah full moon. Ini aneh, tetapi untuk beberapa orang bahkan bisa sampai ngerasa stressful banget.” Cowok itu hanya mengangguk dengan kepalanya bergoyang ke kanan kiri mengikuti gerakan kepala Yura. “Kok bisa sih kayak serigala gitu?” “Cause this world is full of magic, if you believe in.” kata Yura membuat Bhanu mendesis dalam hati, terlalu banyak fantasi ketika dia bersanding dengan Yura. Anak ini datang dari dunia lain kah? Kenapa sangat… sangat… unik?, batinnya. Di saat cowok dan cewek yang duduk di depan kelas lainnya sedang beradu argumen agar bisa saling berinteraksi dengan orang yang ia sukai—drama benci jadi cinta, atau anak yang pagi-pagi saling melempar gombalan, atau Dharma dan Cecil yang nampak saling pukul-pukulan melempar ledekan dan lelucon mereka sambil berjalan menuju kelas. Yura dan Bhanu malah berbicara soal fantasi? Namun, Bhanu tak masalah dengan itu. Ayolah, terkadang dia juga sering berbicara dengan pohon dan menganggap pohon itu bisa berkomunikasi dengannya melalui dedaunannya yang gugur setiap kali dia mengatakan atau bertanya sesuatu. Tak disangka-sangka, Yura mempercayai hal-hal itu. Siapa gadis ini? Apakah dia adalah orang yang bisa diajak olehnya untuk mengarungi dunia fantasi-fantasi hingga pikiran terliarnya terhadap alam semesta yang sering kali tak dianggap orang? Seperti penyihir, peri, dan mahluk-mahluk tak kasat mata lainnya? Bhanu bukan indigo, namun dia percaya tentang dunia lain itu. Yura, gadis itu pun juga. “Kadang gue juga percaya kalo peri itu nyata.” Bhanu membuka topik. “Elf? Yah, gue juga.” Bhanu tersenyum dan bergumam sedikit, “Eh Ra, lanjut dong. Lo bikin gue penasaran lama-lama.” Cewek itu tertawa. “Ini sebenarnya ilmu tua yang sudah ditinggalkan oleh orang-orang yah.” Jedanya. “Lo tahu, kan kalo posisi planet akan selalu berubah setiap waktunya. Perubahan posisi planet yang melewati konstelasi bintang-bintang ini bisa mempengaruhi suasana hati seseorang.” Bhanu memiringkan kepalanya tak paham. “Gue kemarin sempet baca tentang starseed yang lo kasih ke gue waktu itu. Dan, yah… kalo orang-orang percaya jika seseorang yang meninggal itu akan pergi ke surga bahkan menjadi salah satu bintang di atas sana, kenapa nggak dengan kita lahir berkat roh yang ada di bintang itu dan lahir kembali, ber-reinkarnasi?” Bhanu terhenyak, dia sama sekali tidak terpikirkan sampai sejauh itu. “Oh, itu kenapa anak-anak bintang beberapa punya keahlian istimewa. Seperti, Pleadian, Sirius, crystal, indigo, rainbow, dan kawan-kawannya?” “Iya, Nu. Lo ada benernya. Kadang ada beberapa anak yang dianugerahi sama kemampuan-kemampuan itu dan sering kali nggak merasa cocok di bumi karena tempat tinggal mereka aslinya di bintang sana. Roh asli mereka dari sana, mereka bukan roh asli bumi. Mereka datang ke bumi hanya untuk membimbing manusia di sini supaya berada di jalur yang seharusnya. Yang tidak akan merusak bumi.” “Gue belum baca bagian itu. Terus hubungannya sama zodiak gimana? Apa bener anak-anak Pleadian itu selalu turun di bulan-bulan ketika musim zodiak Taurus, virgo, dan Capricorn?” Yura berdeham. “Bisa jadi, Nu. Itu tuh kayak lo nyambung deh. Lo harus tahu kalau ilmu perbintangan atau astrologi ini memang digunakan orang-orang jaman dahulu untuk mengetahui sifat-sifat seseorang, mengetahui jati diri dan digunakan untuk menemukan sisi keseimbangan dan harmonisasi antara manusia dengan alam. Karena sesungguhnya, manusia itu bisa terkoneksi dengan alam semesta dengan kita melihat kesejajaran bintang itu. Lo pernah dengan weton?” Bhanu mengangguk, istilah jawa yang biasa mama dan papa sering dengar ketika ada saudaranya hendak melangsungkan pernikahan, “Kayak misalnya lo mau nikah harus pakai tanggal apa terus dilihat wetonnya gitu?” “Iyup, betul. Zodiak itu konsepnya sama aja lah kayak begitu. Kecocokan bintang-bintang itu bisa membentuk harmonisasi tertentu biar rumah tangganya adem ayem atau apa kek. Nggak ada bahaya pokoknya.” “Hmm, manusia sekarang udah jalan menjauhi tradisi dong?” Yura menghembuskan napasnya pelan, “Yah, beberapa begitu. Mereka memilih tidak mempercayai hal-hal ini karena ketika ada sesuatu yang buruk dan aneh, memangnya mereka mau mendekat? Padahal,  roh-roh dan ilmu perbintangan juga yang mengajarkan manusia buat memahami alam.” “Kayak, bulan apa nanti waktunya tanam ke sawah. Atau rasi bintang orion sebagai penunjuk jalan ke arah utara.” “Iya, bener.” Serunya. “Dan, siklus bulan juga bisa mempengaruhi, kok. Misal ketika full moon itu pergerakan bulan penuh sedang ada di titik zodiak tertentu dan bisa mempengaruhi zodiak lainnya. Percaya nggak percaya sih, kadang ada yang bisa sampai sakit, bisa sampai moodnya jelek. Karena gelombang cosmic yang mempengaruhi.” Yura mengendikkan bahunya. “Tapi, nggak semuanya kena dampak atau kena tapi sedikit banget. I can’t explain more, gue belum coba cari tahu lagi.” Cewek itu cengengesan di akhir. “Banyak tugas.” Bhanu mengangguk tersenyum kecil menatap cewek itu. Nampak sumringah setelah sekian lama hanya lekukan wajah horror yang selalu ia berikan kepada orang yang dia temui akhir-akhir ini. “Oh, di dalam siklus bulan juga ada namanya new moon atau bulan baru. Lo bisa meminta atau manifesting apapun permintaan lo sebelum full moon datang. Fungsinya semoga ketika posisi bulan yang saat ini sedang berevolusi melalui konstelasi bintang itu, semua doa-doa lo bisa dijabah.” “Kenapa nggak lo berdoa sama Tuhan aja kalo gitu? Apa bedanya? Doa kan nggak harus tiap bulan baru doang, Ra?” Yura terkekeh canggung. “Ups, sorry. Lo emang bisa berdoa setiap waktu dengan Tuhan kok. Tapi, lo juga bisa memohon layaknya nenek moyang jaman dulu yang percaya bahwa letak bintang-bintang di atas sana bisa membawa peruntungan untuk kita.” Bhanu terpengarah. Cewek itu bisa saja membolak-balikkan kata-kata dan pernyataan. Gadis itu teguh tak terpatahkan dengan apa yang dia percayai. Bhanu bingung ketika pagi-pagi dia harus menerima sebuah materi GILA ala Yura yang sangat mempercayai zodiak-zodiak itu. “Jadi, itu kenapa ramalan zodiak bisa beda setiap hari?” Yura mengangguk. “Karena planet selalu bergerak.” Cowok itu merasa kosong saat ini. Otaknya sudah seperti komputer Pentium I yang dipaksa memproses alias buffering ketika tidak mendapatkan koneksi. Hanya saja, dirinya tetap memaksa untuk mengetahui dan memahami. “Lo keren.” “Hm?” “Lo keren, lo bisa percaya begituan untuk mengenal diri lo. Mengenal orang lain, mengenal dan membaca alam. Lo bukan reinkarnasi pemangku agama atau ahli perbintangan peradaban yunani kuno bahkan mesir kuno, kan?” Yura terbahak-bahak, “Mana mungkin, gue hanya mempelajari apa yang mereka harus turunkan supaya pemikiran mereka tetap lestari. Kita tuh nggak boleh lupa sama alam. Alam kasih kita banyak hal untuk diketahui, tetapi manusia sekarang lebih suka mengeksploitasi alam dan mengeruknya untuk diri mereka sendiri.” “Ah, gue pernah nonton siaran di NatGeo tentang Ekonomi Lingkungan yang sudah mengarah ke kapitalisme.” Yura mengedip-ngedip. “Hah?” “Lo nggak tahu ya? Yeeee akhirnya lo nggak tahu sesuatu!” Bhanu tertawa kesenangan. “Ih, ceritain duluuuu!” ia menahan lengan Bhanu. Bhanu melepas earphone Yura dan memasangkan ke telinga lain milik Yura, “Nanti aja yah? Gue mau ke Dharma dan Cecil dulu. See you, Yura.” Bhanu berbalin dan membatin dalam hati, mampus penasaran kan lo? Hahahahah.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD