Part 3

1328 Words
Jendra berada di cafe starbum bersama Railo, pria itu tengah menjadi obat nyamuk karena Railo membohongi dirinya. Railo mengatakan bahwa ia akan menemui seorang rekan bisnis dari orang tuanya, tetapi pada kenyataannya pria itu menemui kekasihnya yang sudah satu minggu ini menjalankan hubungan jarak jauh dengan dirinya. "Sayang, kenapa kamu ngajakin Jendra sih, kan kita gak bisa mesra-mesraan?" protes pacar Railo. "Kalau dia pergi, bisa-bisa aku bakal di coret dari KK ,sayang," ujar Railo. "Aku balik duluan ya? Kerjaan aku gak cuma jadi babysitter doang!" tegas Jendra. Pria itu kini berjalan menjauhi Railo dengan kekasihnya. Tetapi, bukan Railo namanya jika memihak pada sang kekasih. Tentu saja Railo memilih untuk pulang bersama Jendra. Pria itu kini berjalan di sisi kanan Jendra, dengan memamerkan senyum pada rekannya itu. "Kenapa kamu itu? Udah sikat gigi belum sih? Gigi kuning gitu kasih liat ke aku," ujar Jendra. "Hah? Serius gigi aku kuning? Kemarin aku habis dari dokter gigi loh, cuma buat putihin gigi," terang Railo. "Ngaca dulu sana kalau gak percaya!" Jendra terus melangkah menuju basement, pria itu kini masuk kedalam mobilnya dan melaju menuju rumah Railo. Lebih tepatnya, rumah orang tua Railo. Sampai di rumah Railo, Jendra masuk tanpa mengetuk pintu. Memang disana Jendra sudah seperti keluarga bagi Marcell. Saat sampai di dalam rumah, Marcell menyapa Jendra yang masuk terlebih dahulu. "Kok malam sampeknya?" tanya Marcell. "Om tanya anak om aja deh, Jendra capek mau masuk kamar terus tidur," ujar Jendra malas. "Ya udah, makasih ya." Jendra tersenyum dan mengangguk pada Marcell. Sementara itu, Railo sedikit takut untuk melangkah mendekati Ayahnya itu. Marcell yang melihat tingkah laku anaknya, kini menatap tajam pada Railo. "Mau kamu apa sekarang?" tanya Marcell dengan tegas. "Apaan sih ,Pa. Kan Railo juga udah jalanin restoran yang ada di Surabaya dengan baik," ujar Railo membela diri. "Baik karena Jendra yang ikut membantu kamu. Coba aja kalo kamu sendiri yang pegang usaha itu, udah pasti satu hari kemudian bangkrut dan tinggal nama aja," omel Marcell. "Iya ,iya ,Pa!" "Iya apa? Kamu itu beruntung bisa lahir di keluarga kaya dan serba ada, cuman kalo Papa kesel terus lepasin kamu, apa kamu bisa hidup sendiri?" "Udah ,Pa. Railo ngerti kok." "Ngerti apa? Kalo kamu ngerti ,pasti kamu gak akan bikin Jendra sudah juga! Coba aja kalo tadi Jendra gak mau bantu Papa! Yang ada pasti kamu udah melarikan diri ke luar negeri." "Pa, udah malem. Papa gak mau istirahat?" "Gak usah ngeles kamu!" Railo menelan ludahnya kasar, kali ini akan menjadi malam yang panjang untuknya. Dan hal itu sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Railo menjadi membangkang ,padahal semua usahanya karena bantuan dari orang tuanya. Sementara Jendra di kamar menyumpal telinganya dengan headphone. Ia memilih untuk mendengarkan beberapa lagu yang ada di ponsel miliknya. Selain itu, Jendra juga sedikit jahil dengan meretas ponsel beberapa rekan dan pegawainya. Kali ini Jendra sedang melihat chat dari rekannya yang bernama Trishia. Trishia adalah salah satu anggota wanita di perusahaan yang Jendra pimpin. Wanita itu memiliki suatu keberuntungan, ia mendapatkan uang dengan mudah dari menjual salah satu akunnya. Lalu ia di arahkan oleh Azka untuk menanam saham pada perusahaan Manggala Group. Dan disinilah Trishia berada saat ini. Jendra melihat ada seorang duda yang mengirim pesan pada Trishia. Dengan kejahilannya, Jendra membalas pesan itu dengan nada yang sedikit jutek. Dan setelah pria itu membalas, Jendra kembali membalas pesannya dengan nada yang lebih jahat lagi dari sebelumnya. Hingga pria itu berhenti mengirim pesan pada Trishia. Lalu pesan selanjutnya adalah milik Azka. Jendra melihat ada tiga wanita yang mengirim pesan pada Azka. Salah satunya adalah istri Azka, seorang wanita asli Jakarta yang mengaku hamil anak Azka dan berakhir di sebuah acara pernikahan. Kali ini wanita itu tengah memohon ampunan Azka karena tidak mau mengikuti saran Azka untuk memeriksakan kandungannya. "Dasar pembohong kelas teri," gumam Jendra. Tiba-tiba saja ponsel Jendra berdering, tertera nama Trishia disana, dan Jendra langsung menyambungkan panggilan itu. "Ada apa, This?" tanya Jendra. "Mas Jendra! Siapa yang balas chat aku ini?" tanya Trishia dengan nada tinggi. "Loh, gak tahu ... emang siapa yang kirim chat?" tanya Jendra dengan santai. "Yang bisa balas chat aku kan cuma kalian bertiga! Azka aku tanyain lagi di luar, jadi gak mungkin kalo dia yang balas!" terang Trishia. "Terus?" "Mas railo lagi di omelin papanya, gak mungkin juga dia yang bales." "Sekarang nuduh aku nih?" tanya Jendra. "Kalo bukan Mas Jendra siapa lagi?" "Lagian chat ama suami orang! Gak mutu banget! Cari yang lebih lagi ada banyak!" gerutu Jendra. "Tauk ah! Kalian bertiga nyebelin!" Sambungan telepon itu terputus begitu saja. Dan Jendra kini terkekeh dengan kemarahan Trishia.  Ceklek  Railo membuka pintu kamar Jendra dan masuk begitu saja ke dalam sana. Jendra yang merasa privasinya terganggu, kini menatap tajam pada Railo. Pria itu memang tidak terlalu suka jika ada yang masuk tanpa izin darinya. "Maaf deh. Itu tadi Tisia telepon, katanya ada yang balas chat dia," ujar Railo yang terlihat lemas karena selama dua jam mendengarkan omelan dari ayahnya. "Iya tahu! Ya udah sana keluar! Ganggu aja." "Astaga ... tega banget sih! Lemes nih aku! Hampir aja di coret dari KK," celetuk Railo. "Salah siapa?" "Iya, salah aku sendiri." "Pinter ... berarti omelan om Marcell masuk di otak kamu," celetuk Jendra. Railo berdecak kesal mendengar ucapan Jendra, ia kini memilih untuk keluar dari sana dan kembali ke kamarnya sendiri. *** Pagi ini, Jendra sudah duduk di meja makan keluarga Railo. Di sana sudah hadir kedua orang tua Railo, sementara Railo sendiri masih tidur di kamarnya.  "Om, Jendra langsung balik ke Surabaya ya?" tanya Jendra. "Oh iya, makasih ya, udah bantu Om buat jagain Railo," ujar Marcell. "Iya ,Om. Sama-sama." "Jendra , tante makasih banget ya ... maaf loh kalo Railo itu nyebelin, dan sering bikin repot kamu," tambah ibu Railo yang bernama Natalia. "Iya ,Tante." "Oh ya, nanti Tante titip oleh-oleh buat Mama, ya?" "Oke." Natalia dan Devita memang saling mengenal sejak lama, bahkan mereka sempat menjadi sahabat baik, dan sering pergi ke luar negeri bersama. Kali ini, karena Devita tidak bisa ikut dengan Natalia ke Eropa, dengan senang hati wanita itu membawakan oleh-oleh untuk sahabatnya. "Pati tas ya?" tanya Jendra menerka. "Biasalah, tau sendiri kalau perempuan itu pasti yang di cari ya gak jauh-jauh dari barang ginian," ujar Natalia dengan terkekeh. "Oke, nanti Jendra kasih tau Mama." Setelah menghabiskan sarapan paginya, Jendra kembali menuju bandara untuk kembali ke Surabaya. Pria itu memang tidak pernah berlama-lama selama di luar kota atau luar negeri. Ia lebih sering menghabiskan waktunya di rumah dan bekerja. Saat menunggu pesawat yang akan ia tumpangi, Jendra memilih duduk di cafe Je G. Jendra menikmati secangkir cappuchino dengan roti isi ditangan kanannya. Namun ,saat Jendra sedang menikmati makanannya, seorang wanita mendekatinya. "Permisi, apa tempat ini kosong? karena semua tempat duduk penuh, apa aku bisa duduk disini?" tanya Wanita itu. "Boleh, silakan." "Terima kasih." Wanita itu kini duduk didepan Jendra, dengan menikmati satu cup moccachino panas. Awalnya mereka hanya diam, dan tidak ada yang memulai percakapan. tetapi, tak lama kemudian ,wanita itu bertanya pada Jendra. "Mau kemana?" tanya Wanita itu. "Surabaya," jawab Jendra singkat. "Sama dong, naik City Lank juga?" tanya wanita itu lagi. "Iya." "Sama juga, sendirian aja?" "Iya." 'Ini laki-laki manusia apa robot sih? Kaku banget jadi orang,' batin wanita itu Jendra menghabiskan rotinya, lalu menghabiskan minumannya.  "Pesawat udah siap, kamu gak mau naik?" tanya Jendra yang menyadarkan wanita itu dari lamunannya. "Eh, iya." Akhirnya ia berjalan mengekor pada Jendra hingga masuk ke dalam pesawat. Tidak disangka ,ternyata bangku keduanya saling bersebelahan. Dan hal itu sedikit membuat Jendra terkejut. "Satu seat juga ternyata," celetuk wanita itu. Jendra mengulurkan tangannya, lalu disambut oleh wanita itu. "Jendra," ucap jendra memperkenalkan dirinya. "Adelia, panggil Adel aja," jawab wanita itu. "Tinggal dimana?" tanya Jendra. "Di apartemen Marina, ehm ... Puncak Marina, tau kan?" "Iya tahu, pemiliknya kan temen aku," celetuk Jendra. "Oh ya? Keren dong." "Gak juga, China pelit ... jadi gak begitu keren kalau buat aku." Adel terkekeh mendengar ucapan Jendra. Kini ia memilih untuk diam dan berkutat dengan ponsel miliknya. Sementara Jendra memilih untuk mengenakan headphones dan memejamkan matanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD