Part 1

1298 Words
"Silakan tanda tangan disini," ujar seorang pengacara bernama William. Jendra bersama sang Mama didatangi oleh seorang notaris untuk urusan pembagian warisan. Beberapa hari lalu, Papa Jendra menghembuskan napas terakhirnya di rumah sakit Elizabeth ,Singapura. Tidak ada dari keluarga Jendra yang datang saat proses kremasi, begitupun dengan Mamanya yang saat ini tengah bersedih. Bagaimanapun juga, meski lelaki itu pernah menyakitinya, ia tetaplah seorang suami bagi Mama Jendra. "Mama udah dong nangisnya! Entar Jendra habisin nih duitnya," ujar Jendra yang mencoba menghentikan isak tangis sang Mama. "Jendra, kamu yakin kasih harta warisan ini ke adik tiri dan Mama ?" tanya William selaku pengacara keluarga Anthony. "Iya ,Om. Jendra ga mau terima warisan dari Papa." "Kenapa? Kan ini semua hak kamu." "Jendra udah cukup banyak terima uang dari Papa semasa hidupnya, dan sekarang uang itu udah berkembang jadi bisnis yang Jendra jalanin," jelas Jendra. "Anak baik, Papa pasti bangga sama kamu," ujar William. Setelah menandatangani berkas warisan itu, William berpamitan pada Devita dan Jendra. Semua harta yang dimiliki Anthony sudah terbagi rata tanpa adanya perebutan warisan. Bahkan anak kedua Anthony dari wanita lain pun mendapatkan warisannya. Meski pada dasarnya tidak ada ikatan pernikahan diantara Anthony dan wanita itu. "Mama, Jendra mau ke Pakuwon dulu ya?" "Iya, kamu malam ini pulang ga?" tanya Devita. "Kayaknya sih enggak ,Ma. Mama ada perlu apa? Nanti biar Jendra sempetin deh buat Mama," ujar anak yang selalu mengutamakan Mamanya. "Gak sih, ya udah kalo emang kamu maunya tidur dirumah sendiri, Mama mau shopping tapi tunggu kamu ada waktu aja," ujar Devita lagi. "Yaelah ,Ma. Baru juga balik dari Itali. Masak mau shopping lagi? Entar Jendra pikir lagi aja ya." "Iya." Jendra beranjak dari rumah Mamanya yang berada di kawasan perumahan Wisma Tropodo ,Sidoarjo. Pria itu kini mengemudikan mobil Range Rovernya menuju Pakuwon, sebuah perumahan elit yang dihuni para pengusaha kaya raya di wilayah Surabaya. Dan Jendra adalah salah satu pengusaha kaya itu. Tidak ada yang menyangka bahwa di usianya yang masih muda, Jendra sudah memiliki kekayaan yang tidak akan ada habisnya. Perjalanan dari rumah Mama-nya hingga Pakuwon memakan waktu kisaran satu jam perjalanan karena macet. Sesampainya Jendra di rumah, seorang karyawan memberitahukan bahwa sudah ada yang menunggunya di ruang tamu lantai satu. Jendra mengangguk mengerti lalu menghampiri wanita itu. "Udah lama nunggu?" tanya Jendra. "Baru sepuluh menit," jawab wanita keturunan China itu. "Ayo, naik," ajak Jendra. Wanita itu berjalan menuju lift bersama Jendra dan berhenti dilantai Dua. Jendra menyuruh wanita itu untuk duduk di sofa ruang tamu. Sementara Jendra masuk kedalam kantornya untuk mengambil beberapa berkas. "Jadi, mana bukti yang mau kamu kasih ke aku?" tanya Jendra. "Usia kandungan aku tiga bulan, ini foto USG, dan hasil  pemeriksaan di dokter," jelas waita itu sembari memberikan dokumen yang diminta Jendra. "Kapan kamu periksa lagi?" tanya Jendra sekali lagi. "Bulan depan." "Aku ikut, jangan sampai kamu berangkat ke dokter sendiri! Paham?"  "Iya." "Sebelumnya aku udah jelasin ke kamu, kalau hamil anak aku bakal aku tanggung semua biaya hidup untuk anak, dan untuk kamu sendiri juga akan ada. Tapi itu semua kamu dapat setelah melahirkan ,lalu melakukan tes DNA untuk aku dan anak itu. Selama kamu hamil, biaya keseluruhan akan aku tanggung. Ingat! Aku tidak akan mengikat kamu dengan pernikahan, aku hanya bertanggung jawab pada anak yang memang darah dagingku," jelas Jendra. "Aku tahu ,kok." Jendra memberikan contoh surat perjanjian pada wanita itu, Setelah itu Jendra mengantarkan wanita itu kembali ke rumahnya yang ada di kompleks lain perumahan elit itu. *** Jendra sedang berada di Thailand, lelaki itu sedang bersama teman-temannya berlibur di negara tetangga. Seperti biasa, semua bisnis ia jalankan ,bahkan saat sedang di Thailand untuk berlibur bersama dua teman lainnya, Jendra membuka jasa untuk barang-barang yang ada di Thailand. Jasa titip biasa dilakukan oleh Jendra dan teman-temannya untuk menambah pemasukan. "Jen, daftar orang yang titip baju branded mana? aku mau ke butik lokal, kalau yang ori kamu aja ya?" ujar seorang teman. "Oke, Man." Jendra sedang di Hotel , ia bersiap untuk pergi berbelanja bersama temannya. Meski sudah menjadi salah satu orang terkaya di Surabaya. Jendra tidak pernah berhenti untuk menjalankan bisnisnya. Ketiga lelaki itu menuju Pratunam Market, sebuah kawasan grosir untuk para turis yang ingin memborong barang-barang di sana. Termasuk yang akan dilakukan oleh Jendra sekarang ini.  "Jen, aku kesana ,kamu kesana ya?" ujar teman Jendra. "Oke." Jendra berjalan untuk mencari beberapa barang khas dari Thailand, seperti tas dan patung gajah. Sementara teman-teman Jendra mencari kaos dan pakaian dengan model kekinian. "Rame ternyata, bikin males antri nih," gumam Jendra. Lelaki itu kini memilih untuk duduk di depan sebuah stand makanan. Jendra memesan Khanom Buang, makanan ini jika di Indonesia bernama leker. Jika leker di Indonesia identik dengan isian cokelat, keju dan pisang, di kamu bisa menemukan leker yang lebih unik. Leker khas Thailand ini unik karena dibuat dengan olesan olesan meringue (terbuat dari putih telur dan gula yang dikocok hingga kaku) dan taburan topping. "Ini," ucap penjual dengan bahasa Thailand. "Terima kasih," jawab Jendra dengan bahasa Thailand. Jendra memiliki kemampuan sepuluh bahasa di dunia. Selain Indonesia dan Inggris, Jendra juga bisa berbahasa Spanyol, Itali, Perancis, Jepang, Korea, Kantonis, Mandarin, dan Thailand. Selain bahasa itu, meski tidak mahir tetapi Jendra juga bisa walau hanya menyapa atau memberi salam. Setelah menghabiskan makanannya, kini Jendra masuk kedalam toko yang menjual aneka hiasan khas negara itu. Setelah selesai, Jendra menghubungi teman-temannya untuk menanyakan keberadaan mereka. "Kalian dimana? Aku udah selesai nih!" ujar Jendra. "Kita mau ke Platinum nih, ketemu disana ya?" "Oke." Sambungan telepon itu terputus, lalu Jendra akhirnya menuju tempat yang dimaksud oleh temannya. Sembari memakan beberapa camilan yang ia beli lagi sebelum meninggalkan tempat itu, Jendra memilih menggunakan kendaraan umum yang disebut Tuk Tuk di Thailand. Tuk Tuk merupakan alat transportesi signature di Thailand, meski banyak alat transportasi modern ,pamor Tuk Tuk masih tinggi di negara ini. Sampai di Platinum, Jendra melihat kedua temannya menunggu di depan pintu masuk. Akhirnya mereka masuk kedalam sana dan berbelanja untuk para pembeli yang sudah membayar jasa mereka. "Lama banget sih, Jen?" keluh salah satu temannya. "Siapa suruh ninggalin aku tadi!" jawab Jendra kesal. Keduanya hanya terkekeh mendengar keluhan Jendra. Ketiganya kini membeli begitu banyak pakaian dan juga beberapa barang-barang yang memang hanya bisa didapat di negara itu.  "Mampir ke restoran dulu ya nanti? Laper nih," ujar teman Jendra. "Iya, iya." Selama tiga hari di Thailand, Jendra hampir menghabiskan puluhan juta hanya untuk berbelanja titipan dari mama dan teman dekatnya. Beruntungnya mereka karena tidak terkena razia saat berada di dalam bandara. Karena bagasi yang tersedia memiliki keterbatasan. Sedangkan barang-barang yang dibawa Jendra dan kedua temannya sangat banyak dan bervariasi. "Untung aja selamat kita," ucap teman Jendra. "Kamu juga ngapain kelihatan tegang? Bikin keamanannya curiga aja!" omel Jendra. "Maaf deh!" ucapnya menyesal. Setelah tiga hari berada di Thailand, baru saja Jendra tiba di rumahnya. Seorang wanita tengah berdiri didepan rumah lelaki itu. Jendra berdecak kesal melihat tingkah wanita satu itu. "Kan aku sudah bilang, kalau tidak kusuruh kesini, ya jangan datang! Bandel banget sih!" omel Jendra. "Semalem ada darah keluar dari bagian bawah aku, aku langsung ke UGD malam itu juga diantar supir. Aku coba hubungin kamu, tapi gak bisa," jelas wanita itu. "Jelas gak bisa, kan aku udah bilang kalau lagi di Thailand." "Ini hasil pemeriksaan, kata dokter sih cuma karena kecapekan aja. Ya udah ,aku pulang kalau gitu," pamit wanita itu. Jendra menahan tangannya, lalu berkata untuk mengantarkannya pulang. Keduanya kini berada didalam mobil milik Jendra, dengan sedikit ragu ,wanita itu mencoba bertanya pada Jendra. "Sikap kamu kayaknya berubah ya?" ucap wanita itu. "Udah deh, jangan mulai. Aku tahu kamu lagi sensitif karena hamil," jawab Jendra. Wanita itu bernama Indira Krisnanda. Berasal dari keluarga terpandang, dan sudah biasa hidup dengan bebas. Keluarganya tidak begitu peduli dengan Indira, dan semenjak hamil anak dari Jendra, kehidupan Indira tercukupi. Semua biaya kehidupan ditanggung oleh Jendra. Hanya dengan menyetujui perjanjian yang sudah mereka sepakati sebelumnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD