“Rama!” Kouki terkejut dan segera menghampiri Rama yang sedang menggelepar di tanah.
“Rama!” Kouki menampar-nampar pelan ke wajah Rama yang sedang berekspresi sakit sambil memegang tangannya.
“Tolong!” Kouki berteriak meminta pertolongan berharap akan ada yang dapat mendengar teriakan minta tolongnya.
“ARGH!” Rama kembali berteriak kencang sampai kali ini suaranya terdengar lain, lebih berat dan juga ... menakutkan.
Kouki sampai terkejut dan mundur dan menjauh dari Rama.
“Ra-Rama!” panggil Kouki sambil mundur karena semakin lama teriakan Rama semakin menggelegar dan terdengar semakin menakutkan.
“Anak kurang ajar!” ucap Rama pada Kouki, matanya berubah menjadi berwarna merah, suaranya yang jelas bukan suara Rama dan dia perlahan-lahan bangkit dari tanah.
Matanya yang merah itu memandang lurus ke arah Kouki, bahkan bola matanya juga ikut berwarna merah seperti pantulan api. Kouki terdiam, tubuhnya mendadak lumpuh bahkan lidahnya juga terasa keluh. Meski ketakukan, yang bisa Kouki lakukan hanya memandang Rama yang semakin lama semakin mendekatinya dengan cara merangkak.
“Kamu benar-benar menguji, hah?” Rama semakin mendekat, air liurnya banyak menetes membuat Kouki semakin ngeri.
Rama bergerak cepat, dalam hitungan detik dia sudah bisa menghantam Kouki membuat Kouki hanya bisa menutup matanya dengan pasrah.
Buk!!!
Suara benda berat yang jatuh ke tanah membuat Kouki kembali membuka matanya dan kini melihat Lucian yang sedang menahan tubuh Rama dengan tubuhnya di atas tanah.
“Lucian!” teriak Kouki.
“Cepat panggil orang-orang! Aku akan menahannya!” teriak Lucian sambil berusaha keras menahan tubuh Rama.
Kouki mengangguk dan dengan cepat dia berlari menuju ke arah tempat pertunjukkan yang merupakan tempat terdekat dari tempatnya. Orang-orang yang melihat Kouki berlari jadi menghentikan latihan mereka dan segera menghampiri Kouki.
“To-tolong! Di sana! Ada! Orang! Kerasukan!” ucap Kouki dengan nafas tersengal-sengal.
“Siapa yang kerasukan?” tiba-tiba saja Pak Hendry dan Pak Jarwo sudah ada di dekat mereka.
Kouki menghadap ke arah Pak Hendry yang terkejut.
“Ra-Rama!” jawab Kouki masih membuat nafasnya teratur.
Tidak butuh waktu lama Pak Hendry beserta rombongan itu pergi ke arah rumah Kouki sementara pria itu menghempaskan tubuhnya ke tanah dan kembali menarik oksigen sebanyak-banyaknya.
“Ah, aku lelah sekali. Sepertinya aku memang butuh olahraga!” ucap Kouki sambil menutup matanya.
Setelah beberapa menit kemudian, nafas Kouki mulai teratur. Dia lalu bangkit dari tanah dan mengetahui bahwa dari tadi dia di tinggalkan sendirian karena semua orang sudah pergi ke rumahnya untuk menolong Rama.
Bunyi burung gagak dan juga semilir angin yang menerpa dedaunan pohon seketika itu juga membuat bulu kuduk Kouki merinding. Dengan cepat dia berdiri dan kembali berlari ke arah rumahnya, hari juga sudah bertambah gelap.
Sampai di rumah Kouki, hanya ada Pak Hendry dan juga Lucian yang berada di sana. Tampaknya Rama sudah diobati dan dibawa pergi.
“Lo dari mana?” tanya Lucian begitu Kouki memasuki halaman rumahnya.
“Aku beristirahat sebentar,” jawab Kouki.
“Jangan berkeliaran sembarangan!” ucap Lucian.
Kouki menggeleng, dia bahkan tidak punya rencana untuk keluar berjalan-jalan di tempat seperti ini di malam hari.
“Rama bagaimana kondisinya?” tanya Kouki.
“Sudah sadar, dia sudah dibawa kembali ke rumahnya,” jawab Lucian.
Kouki mengangguk lalu menatap ke arah Pak Hendry yang dari tadi diam namun terus menatap Kouki.
“Maaf,” ucap Kouki.
“Kenapa?” tanya Pak Hendry.
“Karena saya membuat kekacauan di sini,” jawab Kouki.
Pak Hendry hanya tersenyum, beliau maju dan menepuk bahu Kouki.
“Rama memang punya kondisi yang agak kurang stabil. Kamu tidak melakukan kesalahan apa pun,” ucap Pak Hendry.
“Untuk sementara, jangan dekati Rama dulu,” ujar Lucian.
“Kenapa?” tanya Kouki.
“Biar dia tenang dulu. Kamu mungkin terlalu banyak tanya padanya jadi dia agak sedikit tertekan. Yang aku dengar dia memang akan begitu jika sedang tertekan,” jawab Lucian.
Kouki hanya mengangguk pasrah, dia masih tidak enak hati pada Rama.
“Sebaiknya kamu pulang dan beristirahat, Lucian. Perjalanan kalian pasti sangat melelahkan,” ujar Pak Hendry sambil menatap Lucian yang sedang terduduk di tangga.
Lucian mengangguk.
“Kamu juga, Kouki. Pergilah beristirahat!” Pak Hendry kini menatap Kouki.
Kouki juga mengangguk, dia mengedarkan pandangannya ke segala arah untuk mencari tas dan barang-barang lainnya.
“Barang kamu sudah aku masukan ke dalam kamar.” Lucian mengarahkan pandangannya ke arah kamar Kouki yang berada di atas.
“Oh, terima kasih,” ucap Kouki.
Dia lalu naik ke atas, Pak Hendry betul ... dia butuh istirahat.
Pak Hendry berbalik lagi setelah dia melangkah beberapa langkah dari rumah Kouki, dia kembali merogoh kantongnya dan mengeluarkan sebuah kitab suci kecil yang sudah dia bungkus dengan kain hitam. Wajahnya berubah marah dan juga kesal namun beberapa saat kemudian dia tersenyum menyeringai.
“Kamu pikir benda kecil ini bisa melindungimu dan mengalahkanku?” Pak Hendry lalu meludah.
“Rama harus segera dipersiapkan!” Pak Hendry lalu segera berlalu menuju kembali ke rumahnya.
Sementara Kouki masuk ke dalam rumahnya yang terlihat cukup nyaman itu. Tidak ada sofa, hanya ada satu meja menghadap dinding dengan satu kursi, ada beberapa gantungan lukisan yang menambah klasik rumah yang terbuat dari kayu itu.
Hanya dua pintu yang ternyata adalah pintu kamar tidur dan kamar mandi. Kamar tidur Kouki berisi sebuah kasur berukuran sedang yang posisinya langsung menghadap ke arah jendela. Ada dua nakas di samping kanan-kiri kasur dengan lampu tidur di setiap nakas.
Di pojok ruangan ada sebuah lemari besar dan juga ada lemari kecil di sampingnya. Kouki membawa tasnya yang berisi pakaian dan segera dia letakkan di dalam lemari besar. Dia kembali lagi mengambil tasnya yang lain dan mengeluarkan alat musik portable yang memang sengaja dia bawa supaya dia juga bisa langsung membuat musik di sini.
Selesai menata rumahnya, Kouki duduk sebentar lalu mengeluarkan ponselnya. Tidak ada sinyal yang bisa ditangkap oleh ponselnya membuat Kouki sedikit frustrasi.
“Lebih baik mandi saja,” ucap Kouki pada dirinya sendiri.
Dia segera mengambil peralatan mandinya dan pergi ke dalam kamar mandi. Dia membuka penutup gentong besar yang dijadikan bak di sana lalu mengambil sebuah gayung yang terbuat dari batok kelapa. Kouki mulai membasahi tubuhnya sebelum membersihkannya lebih lanjut.
Tok ... tok ... tok.
Suara ketukan itu membuat Kouki menghentikan aktivitasnya menyiram tubuh. Dia mencoba untk menajamkan pendengarannya lagi.
Tok ... tok ... tok.
Suara ketukan itu kembali terdengar.
“Lucian?” teriak Kouki dari dalam kamar mandi.
Dia kembali menajamkan telinganya untuk mendengar jawaban namun dia tidak mendengar apa pun. Kouki merasa agak aneh namun dia terlalu menanggapi hal itu, dia ingin segera menyelesaikan mandinya karena dia sudah mulai kedinginan apalagi ternyata mandi dengan gayung kecil seperti ini ternyata membuatnya lebih lama di kamar mandi dan semakin kedinginan.
Kouki memejamkan matanya lalu mulai membasuh badannya namun yang dia rasakan bukan hanya air yang menyapu wajahnya. Kouki segera mengelap wajahnya dan membuka matanya lebar-lebar. Dia mengarahkan pandangannya ke segala arah namun tidak menemukan apa-apa.
Kouki kembali ingin mengambil air namun gerakannya terhenti setelah melihat pantulan bayangan di air tersebut. Kouki terdiam, matanya membulat sempurna dan pandangannya terpaku pada air di gentong itu yang masih beriak dan perlahan-lahan menjadi tenang membuat bayangan di air itu menjadi semakin jelas.
Kouki menelan salivanya saat dia menyadari bayangan apa itu, dengan perlahan-lahan dia mengangkat kepalanya menghadap sebuah sosok yang tengah menempel di langit-langit kamar mandi itu. Sosoknya seperti manusia perempuan dengan rambut panjang menjuntai ke bawah, pakaiannya putih lusuh terkena tanah.
Kouki terkejut dan mundur beberapa langkah, nafasnya naik turun karena ketakutan namun matanya masih menatap sosok itu. Perlahan-lahan sosok itu memutar kepalanya tiga ratus enam puluh derajat dan kini menatap Kouki dengan seringai menyeramkan.
“Argh!!!!” Kouki segera berlari keluar kamar mandi dan menuju kamarnya, dia lalu menutup pintu dan segera berpakaian. Dia ingin segera menuju ke rumah Lucian.
“Argh!!!” Kouki kembali berteriak begitu juga Lucian yang berteriak kaget.
“Lo ngapain di sini?” tanya Kouki.
Lucian yang saking terkejutnya sampai jatuh ke lantai itu hanya menatap Kouki dengan sebal sambil kembali berdiri.
“Gue tadinya mau ke rumah Pak Hendry tapi tiba-tiba Gue dengar teriakan dari rumah Lo ini, makanya Gue ke sini!” ujar Lucian.
Kouki mendengar itu hanya mengangguk paham dan kemudian dia teringat peristiwa yang membuatnya berteriak itu.
“Lucian! Lo harus percaya sama Gue! Gue baru aja ketemu hantu, itu kenapa Gue teriak!” ujar Kouki.
“Ngomong-ngomong, kenapa Lo basah gini?” tanya Lucian.
Kouki memegang rambutnya yang masih sangat basah begitu juga dengan bajunya yang jadi basah.
“Gue gak sempat handukan karena takut. Hantunya ada di kamar mandi!” Kouki menunjuk ke arah kamar mandi.
“Hantu?” Lucian mengeritkan alisnya.
“Gue gak bohong, Lucian! Lo lihat sendiri Gue sampe panik gini. Gue tadi rencananya mau langsung ke tempat Lo,” ujar Kouki berusaha meyakinkan Lucian.
Lucian segera menuju ke kamar mandi dan membuka pintu kamar mandi. Kosong. Kamar mandi itu sudah kosong, sosok hantu yang dilihat Kouki tadi sudah tidak ada lagi.
“Gak ada apa-apa, Kouki!” ujar Lucian.
Lucian mengambil handuk Kouki dan melemparkannya ke arah Kouki.
“Lo kayaknya emang capek banget deh. Nih! Keringin rambut dan badan Lo lalu segera makan dan tidur. Itu makanannya udah ditaruh di luar,” ujar Lucian lagi.
Kouki mengambil handuk itu dan mulai mengeringkan rambutnya, dia ikut Lucian yang keluar dari rumahnya. Ternyata benar, sebuah kotak makanan sudah diletakkan di atas meja terasnya.
“Makan, terus istirahat. Besok Lo ‘kan harus mulai latihan,” ucap Lucian sambil tersenyum.
Kouki mengangguk, mungkin Lucian benar. Dia mungkin saja berhalusinasi setelah melihat Rama yang bertingkah aneh tadi.
***
Langkah Kouki terasa berat, entah sudah berapa kali dia melewati jalanan yang sama di hutan yang tidak pernah ia datangi ini. Dia hanya berjalan terus dan terus menerus menemukan sebuah pohon besar yang membuat Kouki tahu bahwa dia hanya berjalan memutar dari tadi.
“Argh!!!” Kouki yang kesal akhirnya melempar pohon itu.
Namun sesaat kemudian dia terpaku, sosok itu kembali lagi. Sosok wanita yang dia lihat di kamar mandi itu terlihat berdiri di samping pohon besar itu, menatapnya dengan pandangan kosong.
Kouki kaget dan mundur beberapa langkah karena ketakutan. Namun kali ini berbeda, sosok hantu wanita itu tiba-tiba saja melayang dan mendekat ke arah Kouki tidak peduli sejauh apa Kouki melangkah mundur.
Tangan pucatnya terangkat ke depan dan dengan cepat tangan itu sudah berada di leher Kouki dengan badannya yang sudah menempel ke tubuh Kouki.
“Pergi!!”
.
.
Jangan lupa tap love dan komen ya :)