1. Kouki dan Teman Lama

1635 Words
“Betapa kamu telah jatuh dari langit, hai bintang pagi, putra fajar! Kamu telah dibuang ke bumi, kamu yang telah mengalahkan bangsa-bangsa.” Suara piano yang berpadu dengan bunyi ketukan drum elektronik terdengar dari ruangan studio saat pintu dibuka. Kouki yang sedang berada dalam studio itu membuka matanya dan melihat pada sosok yang baru saja membuka pintu. Astro-teman satu bandnya berdiri di hadapannya. “Lo mau makan apa? Gue sama anak-anak mau makan di warteg bu Ijah,” ujar Astro. Pria dengan hoodie hitam itu kemudian melirik ke arah jam yang sudah menunjukkan pukul satu siang. “Gue apa aja deh,” jawab Kouki. Dia lalu meneruskan kegiatannya yang akan membuat musik untuk Band mereka. “Ya udah, kita cabut dulu, abis ini Lo istrihat deh, Ki. Lo kelihatan kurang tidur banget,” ucap Astro. Kouki hanya mengangguk namun matanya sudah memandang layar komputer di mana semua nada sedang ia rangkai untuk dapat membuat sebuah lagu yang bagus dan indah. Astro menghembuskan nafas pasrah kemudian menutup kembali pintu studio lalu pergi bersama dengan teman-temannya yang lain. Band Kouki bernama Lucens, beranggotakan Kouki, Astro, Tama dan juga Cruz. Band mereka beraliran pop-elektronik di mana Kouki bertugas sebagai orang yang membuat musiknya, Astro yang akan mengaransemen dan Tama dan Cruz yang akan menyanyikan liriknya. Kouki yang pertama kali membuat Band Lucens ini. Dia merekrut Astro yang merupakan seniornya di kampus, dan kemudian mengajak Tama yang merupakan teman mainnya lalu Astro mengajak Cruz untuk bergabung. Kepribadian mereka juga berbeda-beda, Kouki adalah orang pendiam dan tidak banyak dibicara bahkan cenderung tertutup. Sedangkan Astro adalah orang yang paling dewasa di antara mereka karena memang usianya yang lebih tua daripada anggota yang lain, dia juga yang paling rajin beribadah dan bijaksana, karena itulah dia dipilih sebagai ketua mereka. Tama adalah yang paling memiliki pesona di antara mereka, dia selalu menawan setiap kali berada di atas panggung membuat dia sangat menikmati posisinya sebagai vokalis. Tidak jauh berbeda dengan Tama, Cruz juga adalah orang yang menawan namun dia masih sedikit lebih pemalu dibandingkan dengan Tama yang seorang playboy idaman. Sayangnya Band mereka bukanlah band yang berhasil malah cenderung gagal. Berkali-kali mereka ditolak oleh produser musik dan label rekaman bahkan lagu mereka dijadikan bahan olokan di internet. Karena itulah Kouki bekerja berkali-kali lipat untuk menghasilkan musik yang bagus namun dia tidak juga bisa menciptakan satu musik pun. Kouki meremas pelan rambutnya karena frustrasi, dari semalam dia tidak bisa membuat satu pun musik yang bagus. Ditambah dengan lagu mereka yang diolok di internet karena dibilang plagiat membuat Kouki semakin frustrasi. Dia lalu memutuskan untuk keluar dari studio dan pergi ke sebuah kafe yang menjadi tempat favoritnya. Biasanya di sana kalau siang begini akan kosong sehingga Kouki merasa agak damai duduk berlama-lama di sana sambil memperhatikan orang yang lalu-lalang di jalanan. Kouki tersenyum pada seorang pelayan yang sudah sangat mengenalnya, dia lalu menuju sebuah kursi yang terletak di pojok ruangan di samping dinding kaca. Kouki mulai memasang penyuara telinganya dan mulai memainkan musik sambil memperhatikan jalanan. Tiba-tiba seorang pelayan datang membawa secangkir kopi cappucino kesukaan Kouki seperti biasa. Kouki mengucapkan terima kasih dan pelayan itu segera pergi, Kouki ingin kembali menatap jalanan tapi matanya bertemu dengan sepasang mata yang juga tengah menatapnya. Kouki melepaskan penyuara telinganya dan menatap lagi pria yang duduk tidak jauh darinya itu. Kouki merasa pernah melihat orang itu begitu juga dengan lelaki itu, Kouki terus mengingat sampai akhirnya mereka sama-sama mengenali. “Kouki?” “Lucian?” Keduanya kompak menyebutkan nama lawan bicara mereka. Senyum mengembang di wajah keduanya yang sekarang kompak berdiri dan mendekat. “Kouki kan?” tanya pria itu. Kouki mengangguk, “Lucian kan?” Pria itu mengangguk. Setelah itu keduanya berpelukan sebentar lalu Kouki mengajak Lucian untuk duduk di meja yang dia tempati. “Wah sudah lama sekali kita gak ketemu,” kata Lucian. Kouki mengangguk, “Mungkin sekitar sepuluh tahunan ya?” “Mungkin,” jawab Lucian. Lucian adalah teman SMP Kouki, keduanya berpisah setelah Kouki kembali ke Jepang untuk tinggal bersama Ayahnya yang memang orang Jepang asli dan bersekolah SMA di sana. Saat kuliah, Kouki memutuskan kembali ke Indonesia dan mulai hidup secara mandiri terpisah dari orang tuannya yang memang sudah bercerai sejak lama. “Gimana kabar Lo?” tanya Lucian. “Ya, begini-begini aja. Gak ada yang spesial,” jawab Kouki. Dia merasa sedih saat menjelaskan dirinya yang seperti tidak mengalami perkembangan. Apalagi saat dia melihat Lucian yang tampak rapi, dengan kemeja yang lumayan bagus, sepatunya juga bagus, dan sebuah kamera mahal yang dia letakkan di atas meja. “Lo gimana?” tanya Kouki. “Baik, gue baru aja balik dari liputan di area terpencil gitu,” jelas Lucian. “Oh ya, emang kerjaan Lo apa?” tanya Kouki. “Gue jurnalis di buat majalah Adventorous,” jawab Lucian. “Gilaa! Keren banget Lo. Gue suka banget majalah itu, mereka suka datang ke tempat-tempat unik di seluruh dunia,” ujar Kouki yang mendadak antusias ketika nama majalah yang biasa ia beli itu disebut Lucian. Lucian tersenyum tipis, dia merasa bangga akan hal itu. “Lo udah berapa lama kerja di Adventorous?” tanya Kouki. “Ya udah mau jalan empat tahunan gitu,” jawab Lucian. Mata Kouki semakin melebar. “Gilaa! Lo keren banget sih. Lo akhirnya berhasil mencapai cita-cita Lo dari dulu,” puji Kouki. Dia tahu bahwa sedari dulu Kouki sangat menyukai dunia jurnalis. Dari SMP saja dia sudah menjadi ketua eskul jurnalis dan selalu memuat berita sekolah di mading. “Makasih. Kalau Lo? Lo kerja apa sekarang?” tanya Lucian. Matanya menjelajahi Kouki mencoba menebak profesi teman lamanya itu dari penampilannya. “Gue punya Band, band kecil lah,” jawab Kouki ragu dan juga agak malu. “Lo musisi? Gilaa keren banget!” puji Lucian. “Cuma musisi kecil lah, gak ada yang spesial,” ujar Kouki. “Ya tetap aja keren. Dibanding gue yang megang gitar aja fales,” ujar Lucian yang membuat keduanya tertawa. “Gue lagi nyari inspirasi buat musik gue selanjutnya tapi gue gak dapat-dapat. Ngeselin abis,” ujar Kouki. “Emang aliran band Lo apaan?” tanya Lucian. “Pop-elektronik gitu,” jawab Kouki. Lucian berpikir sebentar, “Gimana kalau musik Lo ditambahin musik tradisionalnya?” Kouki langsung menatap Lucian setelah mendengar usul dari teman lamanya itu. Kouki pikir itu adalah ide yang bagus, musik pop-elektronik yang bergantung pada bunyi drum elektrik itu pasti akan indah jika diberi sentuhan bunyi alat musik tradisional. “Kebetulan, gue di tempat yang baru aja gue liput, mereka adalah sebuah kampung yang terdiri dari beberapa sanggar musik tradisional. Dan mereka udah pada pro kalau kata gue,” ujar Lucian. Kouki mulai tertarik. “Lo malu lihat video yang gue ambil pas mereka tampil?” tanya Lucian. Kouki dengan cepat mengangguk. Tentu saja dia sudah semakin penasaran. “Bentar.” Lucian segera mengambil tablet-nya dan mulai mencari video yang dia maksud. Setelah itu dia menunjukkannya pada Kouki yang langsung terpesona melihat video itu. Lantunan berbagai musik tradisional itu begitu indah dan harmonis masuk ke dalam indra pendengaran Kouki. “Bagus kan?” tanya Lucian begitu videonya selesai. “Mereka juga nerima orang loh untuk belajar sama mereka. Tapi Cuma terbatas orang-orang yang bisa belajar sama mereka,” ujar Lucian. “Gue mau ke sana, Lucian. Gue mau belajar sama mereka, Gue suka banget sama musik mereka, “ ujar Kouki antusias. “Tapi agak susah untuk ke sana. Jalannya sih udah bagus Cuma agak jauh dari kota,” ujar Lucian. “Gue minta alamat mereka deh. Lo bantuan gue dong, biar gue bisa masuk dan belajar musik di sana.” Kouki memohon. Lucian tampak berpikir sejenak. “Gak bisa, mereka cenderung menutup diri soalnya. Gue ke sana aja harus sampai nginep pake tenda di depan kampung mereka selama seminggu baru dikasih masuk,” ujar Lucian lagi. Kouki terdiam mencoba untuk memikirkan cara untuk dapat diterima oleh para penduduk kampung itu. Dia meyakinkan diri bahwa dia juga bisa melakukan hal yang sama yang dilakukan Lucian. “Gini aja deh, Gue bakalan balik lagi ke sana untuk liputan selama dua minggu. Gue ke sana lusa, kalau Lo mau ikut langsung ikut aja sama Gue. Cuma Gue gak bisa jamin Lo bisa langsung diterima ya?” ujar Lucian. Mata Kouki langsung melebar bahagia, dia mengangguk dengan senang. Sebentar lagi dia akan pergi mempelajari hal yang akan membantunya menciptakan musik-musik indah dan juga disukai oleh banyak orang. “Oke kalau gitu. Gue minta nomor telepon Lo dulu,” ujar Lucian lagi. Kouki lalu menyebutkan nomor teleponnya dan dia juga menyimpan nomor telepon Lucian. Dia merasa sangat beruntung karena memutuskan untuk keluar dibandingkan mengurung diri dalam studio dan malah membuatnya semakin stres. Kouki yakin hari ini adalah hari keberuntungannya karena dia akhirnya bertemu dengan Lucian yang akhirnya bisa membukakan pintu ide dan imajinasinya yang selama ini tertutup. Keduanya kemudian lanjut mengobrol membahas cerita masa lalu mereka dan apa saja yang mereka jalani saat tidak bertemu satu sama lain. Kouki kagum dengan Lucian yang sekarang sudah dapat dikatakan berhasil. Dia sudah punya rumah, mobil dan karier yang bagus. “Jadi selesai penelitian ini Lo bakalan pindah ke cabang di Amerika?” tanya Kouki. Lucian mengangguk, “Doain aja, seharusnya sih akhir tahun ini berangkat.” Kouki adalah orang yang tertutup tapi tidak untuk Lucian. Lucian yang selalu menjadi teman sebangkunya itu adalah orang yang selalu membuat Kouki terbuka akan banyak hal. Karena itulah keduanya menjadi dekat dan mungkin bisa dibilang bersahabat meski jarang bersama-sama. “Eh, gue harus pergi nih. Ada meeting abis ini,” ujar Lucian. “Oh Oke, oke,” ucap Kouki. “Lo kalau mau pergi langsung hubungin gue aja,” ujar Lucian lagi. “Sip! Nanti gue kabarin,” balas Kouki. Setelah itu Kouki melihat Lucian yang segera keluar dari kafe itu dan menuju mobil mewahnya yang terparkir di parkiran kafe itu. Kouki tersenyum senang karena teman lamanya itu sudah berhasil dan sekarang mau membantunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD