Bab 71

1366 Words
Dear Alpha, Hai Kak, terima kasih atas segalanya yang telah Kakak berikan untukku selama ini. Kamu yang selalu menjadi di benteng utama dalam setiap pergerakanku, kamu yang selalu ada menjadi garda terdepan dalam setiap persoalan yang sedang kuhadapi. Alpha, aku suka rangkaian dalam setiap huruf yang membentuk namamu. Alpha Riandra, nama yang Ayah berikan kepadamu adalah deretan kata yang kusukai di setiap kali aku mengucapkannya. Kamu yang selalu ada di sampingku, selalu ada bersamaku di tiap kali kumembuka dan menutup mata. Kamu yang bertingkah layaknya pangeran berkuda putih yang datang dari negeri dongeng. Dear Alpha, Apakah kamu tahu perasaanku yang sesungguhnya terhadapmu? Aku begitu sangat menyayangimu. Lelaki kedua yang menjadi cinta dalam hidupku sejak aku membuka mata di dunia ini. Ayah dan dirimulah yang sejauh ini mampu membuatku tersenyum dan tertawa bahagia. Kamu yang menorehkan luka di masa lalu, kamu yang pernah mencabik-cabikku sebesar itu, yang membuat rasa kesakitan dalam diriku terus muncul setiap saat setiap waktu. Kebencianmu yang kala itu membuatku ingin meringis sampai menangis di batas kesabaran yang selalu ku terapkan dalam diri. Kamu mampu melukai diri ini, meski tanpa menyentuh seujung kuku pun dari tubuhmu. Namun kau juga bisa menyembuhkanku sampai sesembuh ini hanya dengan kalimat-kalimat yang membuatku merasa membaik. Sentuhan yang sarat akan kasih sayang darimu seringkali membuatku lupa akan torehan luka yang pernah kau ukir di hatiku. Dear Alpha, Kamu yang selalu berbuat sesukamu sedari dulu, kamu yang tak pernah memandangku menggunakan dua matamu saat itu, dan kamu yang selalu menjadikanku bahan kebencian dalam setiap perkataanmu. Tapi sekarang, kamu yang menjadi penawar luka itu saat ini. Hanya kamu yang bisa mengaburkan kesedihan mendalam yang ada padaku. Dear Alpha, Jika saat ini ku katakan aku mencintaimu apakah aku salah? Cinta yang sebagaimana seorang wanita miliki dalam hatinya untuk seorang pria lain. Bukan sebagai adik kepada kakaknya. Tapi, itu dulu. Ketika aku masih belum bisa membedakan dirimu yang secara nyata atau khayalan saja. Kini, rasa sayang dan cinta yang kumiliki terhadap dirimu adalah murni sebagaimana seorang adik kepada kakak laki-lakinya. Dulu aku mungkin memang pernah jatuh cinta kepadamu tapi, aku pikir itu hanya perasaan sesaat karena kebaikan hatimu dan kelembutan yang selalu kau berikan kepadaku. Namun dengan segera aku sadar, bahwasannya itu semua adalah proses penyembuhan yang kamu lakukan padaku. Dan ternyata benar, kamu memang bisa menyembuhkanku sebaik itu. Dear Alpha, Jika ada kalimat yang lebih dari kata terima kasih maka, aku ingin mengucapkan yang sebanyak-banyaknya itu pula kepadamu. Terima kasih karena sudah mencoba untuk menyembuhkan dan kamu berhasil. Dear Alpha, Aku sangat menyayangimu. Aira membuka matanya perlahan, hal pertama yang ia lihat adalah sosok Alpha yang sedang melepaskan kulit apel dari dagingnya. "Selamat malam precious ..." Kalimat itu dari Alpha yang masih menekuni kegiatannya mengupas apel. Namun, Aira dibuat salah fokus dengan senyum lebar yang menghiasi pualam kakaknya tersebut. Kak Alpha yang terlihat sangat ramah dan begitu menyayanginya. "Selamat malam Kak Alpha," jawabnya membalas dengan lirih yang menggelitik. "Tidurmu nyenyak sekali Sayang." Dan setiap kata sayang terucap dari lisan Kak Alpha, Aira merasakan adanya debaran dalam hatinya yang meronta ingin pertanggungjawaban pasti. "Kamu tidur nyenyak sekali sampai hari gini baru bangun ya?" Alpha terkekeh sejenak. Melihat raut wajah adiknya yang berubah memerah ia semakin gemas dan menyematkan satu kecupan ringan di pipi putih itu. Deg! Dan Aira kembali merasakan debaran itu menggila di dalam sana. Akankah dia bisa mengatasinya secara baik-baik saja? Semakin memerah saja wajah Aira, yang awalnya serupa kepiting rebus kini lebib terlihat seperti kanvas yang disiram cat air berwarna merah pekat. Jauh lebih jelas dan ketara sekali merahnya. Menetralkan ekspresinya, Aira hanya tersenyum kecil tanpa berucap sepatah kata pun. Namun, sepertinya Alpha menyadari warna merah yang terlalu mencolok itu. Teramat sangat merah hingga membuat sisi khawatirnya kembali. "Aira, kamu baik-baik saja kan?" "Ha? Memangnya Aira kenapa Kak?" Aira kembali bertanya. Dia bahkan merasa jauh lebih baik dari hari-hari yang sebelumnya. "Apa kamu kesakitan?" Aira menggelengkan kepalanya. "Kepala kamu pusing? Atau punggung kamu lelah ya karena berbaring saja ya?" Aira mengerjap sebentar kemudian kembali menggeleng. "Tidak, Kak. Aira tidak kenapa-napa. Tidak ada yang sakit juga kok," jawabnya pelan. Sebelah tangan Alpha terangkat mengelus pipi lembut serupa squishy milik Aira. Mencoba menlenyapkan kemerahan yang membuatnya khawatir itu. "Wajah kamu merah sekali, Kakak takut terjadi sesuatu denganmu, Aira," kata Alpha. Aira terkekeh kecil. Perasaan hangat kembali menelusuri ruang hatinya sampai rasanya ingin ia jadikan hal yang kekal sampai nanti-nanti. "Bukannya sudah biasa wajah Aira memerah seperti ini?" Benar, dan Alpha pun mengangguk atas pertanyaan itu. "Tapi tetap saja Kakak selalu khawatir kalau hal ini terjadi pada kamu Aira. Kakak tidak mau kamu kenapa-napa lagi." Kalimat yang menenangkan hatinya keluar dengan mulus dari lisan sang kakak. "Oh ya, sekarang jam berapa Kak?" tanya Aira. "Jam setangah dua dini hari," jawab Alpha santai. "Kakak masih harus jaga malam kan, Kak?" Terdengar nada khawatir dari lisannya. "Tenang, jangan panik begitu dong. Kakak cuma mau mengisi perut dulu sebentar. Lapar tau dari tadi kerja terus," jelas Alpha. Ngomong-ngomong Aira tidak tahu kalau yang sejak tadi menungguinya ketika sedang tidur adalah dokter Tae Young. Syukurlah, bisa panjang ceritanya kalau Aira tahu kan. "Kakak ini bagaimana sih, kalau lapar makan makanan yang berat dong Kak. Ini tengah malam dan Kakak bekum makan dari kemarin sore kan?" Aira mulai mengomel dan Alpha senang mendengarnya. Bukannya merasa kesal karena omelan sang adik, Alpha justru terkekeh. Dan kekehan itu malah terlihat menyenangkan sekali di pandangan Aira. "Kak ... ih ..." "Kamu ini, suka deh Kakak kalau kamu sudah lancar jaya ngomelnya begini. Kan lebih enak dilihat," kelakar Alpha. Aira memangunkan bibirnya beberapa centi. "Sudah, Kakak dengarin aku bicara. Jangan makan buah disaat perut kosong, apalagi Kakak kerja lembur begini." Masih belum selesai omelannya. "Yang bilang perut Kakak kosong siapa?" Gantian Alpha yang bertanya. Kini, Aira yang terdiam. Tak tahu harus menjawab apa. Iya ya, sejak tadi kan aku tidur. Mana tahu kalau Kak Alpha sudah makan atau belum. Suara hati Aira yang hanya bisa ia dengar sendiri. Tangan Alpha terangkat membelai lembut puncak kepala adiknya itu beberapa kali. Juga terlihat beberapa kali mengerling jahil ke sosok cantik yang sedang menatapnya itu. "Kakak sudah makan tadi bersama dokter dan perawat lain yang juga kebagian jaga malam. Di meja resepsionis dekat sini. Dengan Dokter Tae Young juga," kata Alpha. Alpha sengaja menyebutkan nama Tae Young di sana. Agar Aira mulai terbiasa dengan sosok itu. Lagi pula mulai sekarang kan Aira akan mendapatkan perawatan yang akan dipegang langsung oleh dokter Tae Young. Jadi, tidak seharusnya Aira merasa asing apalagi takut dengan Dokter Tae Young kan. "Dokter Tae Young ada di sana juga?" tanya Aira pelan. Alpha tersenyum karena adiknya mau merespon nama itu. "Iya, Dokter Tae Young juga kebagian shif malam bersama Kakak dan yang lainnya malam ini." Aira mengangguk sekenanya. "Bahkan yang dari tadi menjaga kamu saat tidur adalah Dokter Tae Young," ungkap Alpha. "Benarkah?" "Uhum, Kakak berada di bangsal yang jauh jadi tidaka bisa memeriksa kamu sesering itu. Untungnya Dokter Tae Young bertugas malam di bangsal ini, tempat kamu dirawat jadi, Kakak bisa minta tolong sekalian." Aira jadi merasa bersalah. Pada kakaknya yang selalu saja mengkhawatirkannya sebanyak ini. "Kak, maaf ya Aira jadi merepotkan Kakak dan dokter lainnya lagi. Apalagi Dokter Tae Young, dia kan dokter dari Korea yang sangat terkenal itu. Pasti dia juga memiliki kesibukkan yang lain selain menjagaku." "Ck, jangan berkecil hati seperti itu Aira. Bahkan Dokter Tae Young sendiri yang menawarkan untuk menjaga kamu. Dia tidak semenakutkan yang kamu kira, Ra. Lihat, wajahnya saja tampan sekali." Iya, Aira juga tahu kalau dokter Tae Young itu tampan. Sangat bahkan. Tapi, di mata Aira tetap yang paling tampan adalah kakaknya. Alpha Riandra. "Iya-iya, maaf." "Jangan minta maaf terus!" "Iya," sahut Aira cepat. Pagi datang dengan cepat, sinar mentari menerobos masuk melalui celah-celah jendela ruang rawat Aira hingga sinarnya terjatuh tepat di atas wajah cantik putih pucat tersebut. Karena merasa silau akan sinar yang mengenai wajahnya, Aira perlahan membuka matanya. Hangat, adalah hal pertama yang ia rasakan karena sengatan lembut sinar ultraviolet tersebut. Betapa syahdunya pula angin pagi semilir masuk dan menerpa helai-helai rambutnya yang kusut karena sehabis bangun. "Good morning, Princess." Suara tidak asing menyapa gendang telinganya. Dan saat Aira melihat ke arah sana ada Chandra yang tengah berdiri tidak jauh dari ranjangnya. Itu membuatnya memekik senang, "Kak Chandra!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD