CARAVAN HOUSES

2411 Words
"Kau akan masuk kuliah setelah libur musim panas habis. Untuk sementara kau akan sering bertemu Mom, karena dia minta kau belajar di butiknya", ujar Liam dingin. "Kau juga akan bertemu Aunty Lucy, istri Uncle Dean. Kau akan berkenalan nanti, juga Skyla. Istri Zachary, kakakku. Kau sudah mengenalnya. Kau juga akan sering bertemu nenekku, Hillary Ross. Aku akan mengenalkanmu pada mereka secepatnya", ujar Liam lagi. Autumn melongo tak percaya. Menatap Liam dengan tatapan penuh tanya. Liam meraup wajah Autumn dengan telapak tangannya, membuat Autumn tersentak. Tersadar dari ketermanguannya. "Aku tidak yakin kau pintar menggambar, tapi karena kau adalah putri Uncle Andres...maka keraguanku sedikit menghilang. Sedikit saja", ujar Liam sambil menatap Autumn yang mencebik kesal di hadapannya. "Kau meragukan kemampuanku", ujar Autumn kesal. "Tidak", ujar Liam singkat. "Lalu apa itu? Kata-katamu itu sungguh kejam. Kau bahkan belum melihat kemampuan mendesainku", ujar Autumn semakin kesal. Bibirnya mengerucut lucu. "Karena aku belum melihatnya, maka aku bilang begitu. Tapi aku tidak meragukan kepandaianmu dalam satu hal", ujar Liam dengan muka datar. Autumn mendengus kesal. Dia merasa sebal dengan ekspresi Liam sekarang. Kenapa bisa pria seperti ini yang menjadi kekasihnya? Dan sialnya lagi...Autumn tergila - gila padanya. "Apa?", tanya Autumn akhirnya. "Kau pandai menciumku", ujar Liam tanpa ekspresi apapun. Wajahnya datar menatap Autumn yang terengah menahan kesal. "Aaaaaarghhh...William Leandro! Aku...ya Tuhan...hu...hu...hu...", tangis Autumn menguar. Tangis kekesalan karena Liam menggodanya tanpa ekspresi apapun di wajahnya. Autumn berdiri dan berbalik. Masuk ke dalam Van dan membanting pintu Van kencang. Liam hanya mengendikkan bahu dan meneruskan istirahatnya di kursi malas milik Ayah Autumn. Dia merasa harus istirahat sejenak setelah mengantar Ayah Autumn ke lahan kosong yang akan menjadi area proyek mereka. Sekarang Ayah Autumn sedang mengantar Ibunya ke rumah sakit untuk mengontrol kondisi tubuhnya. Sedari tadi Liam sudah hendak terlelap ketika Autumn datang dengan bunga - bunga kecil dan memasangkannya di rambut Liam dengan terkekeh geli. Lalu Liam menyampaikan apa yang menjadi keinginan Momnya dan Autumn menjadi kesal. Lalu di mana letak kesalahannya hingga gadisnya itu harus kesal dan masuk ke dalam Van dengan membanting pintu? Liam mendesah tak mengerti. Liam memejamkan mata. Pikirannya melayang. Yakin sekali bahwa wanita itu mahluk yang merepotkan. Di puji salah...di diamkan salah. Tidak seperti pria yang hidup dengan realita, bukan drama. Liam mendongak. Melirik ke arah jendela Van yang terbuka dan mendapati gadisnya duduk di dekat jendela. Masih dengan bibir mengerucut menggemaskan. Liam mendesah bingung dan beranjak. Melangkah masuk ke dalam Van. Mendekati gadisnya yang bahkan sekarang enggan menatapnya. "Apapun itu...aku minta maaf, tiny...", ujar Liam sambil memeluk Autumn dari belakang. Merengkuh pinggang kecil itu erat. Membelai perut Autumn dengan lembut. Kepalanya bersandar pada bahu Autumn. Autumn menghela napasnya pelan. Kalau sudah begini, apa yang bisa dilakukan? Liam sangat manis saat seperti ini. Sikap langka yang Autumn yakin tidak pernah di perlihatkan Liam pada dunia luar. "Kau kurus sekali", ujar Liam. "Aku makan banyak. Apalagi akhir-akhir ini", ujar Autumn sambil membelai pipi Liam. Autumn bergerak. Bersandar pada sandaran sofa. Dan dengan mudah Liam merebahkan tubuhnya dengan paha Autumn sebagai bantalannya. "Apa aku boleh bertanya sesuatu?", ujar Autumn. "Hmm", ujar Liam sambil masih memejamkan mata. Menikmati setiap belaian jari kecil Autumn di kepalanya. "Kita masih terlalu muda untuk memikirkan...hmm...sebuah pernikahan...jadi...akan bertahan berapa lama hubungan ini?", tanya Autumn hati - hati. "Selamanya", ujar Liam sambil membuka mata. Manik mata sehitam malam yang selalu membuat Autumn terpesona. Menatapnya tajam namun terasa lembut. "Aku menjanjikan selamanya", ujar Liam. Autumn membisu. Mencerna setiap kata yang terucap. "Walaupun aku yakin...akan banyak drama yang dramatis karenamu...tapi aku menjanjikan selamanya", ujar Liam sambil menatap Autumn dengan binar mata yang berubah geli, seakan membayangkan sesuatu yang sangat lucu. "Aaaah...aku benci ini! Aku membencimu! Kau menyebalkan", ujar Autumn sambil membuang pandangannya ke luar. Liam tertawa. "Jangan marah, kau sangat cantik saat marah seperti ini", ujar Liam. "Tidak ada orang marah yang cantik, Liam!", ujar Autumn semakin kesal. "Kau cantik, sangat cantik", ujar Liam sambil meraih dagu Autumn. "Huuuh...kau ini. Aku...kenapa aku bisa jatuh cinta padamu!", ujar Autumn kesal. "Karena aku tampan, pintar dan baik hati...apalagi?", goda William. "Kau jauh dari itu semua", ujar Autumn sambil mendengus kesal. Liam tergelak. Di raihnya leher Autumn hingga mendekat padanya. "Kau jatuh cinta padaku karena aku mencintaimu", bisik Liam. Liam mencium bibir Autumn dengan gemas. "Kau manis sekali", lenguh Liam saat bibir Autumn bergerak membalas. Ciuman itu tak berhenti bahkan saat Liam beranjak duduk dan meraih leher Autumn untuk memperdalam ciumannya. "Apa kita akan bercinta?", tanya Autumn di sela ciuman mereka. Liam terpaku. "Tidak. Kau bahkan masih kecil...", ujar Liam sambil beranjak. Autumn terpekik kesal. Apa maksudnya itu? Masih kecil? Dia sudah melewati tujuh belas tahunnya. Dia sudah besar.... Autumn menatap Liam yang memilih keluar dan berjalan ke arah kursi berpayung yang biasa di pakai Ayahnya untuk bermain kartu bersama teman-temannya. Autumn mencebik kesal. Liam sangat pandai membuatnya kesal! Liam sama sekali tak menoleh lagi ke arah Van. Dia memilih duduk membelakangi Van dan menekuri ponselnya. Satu hal yang terlewat oleh Autumn. Liam bukanlah pria yang  tangguh yang bisa bersikap dingin padanya. Liam akan bersikap dingin pada wanita manapun, tapi tidak dengan Autumn. Salahkan Autumn yang bersikap bar-bar tak henti mendekatinya...bukan! Bukan mendekati...tapi sikapnya yang terang-terangan mengibarkan bendera cinta. Mengibarkannya tanpa terlalu mendekat. Hal itu di lakukan dengan intens dan membuat Liam menjadi penasaran dalam dinginnya. Autumn berbeda dengan gadis lain yang terang - terangan merayunya dengan bertingkah seduktif dan sebagainya. Autumn melakukannya dengan...terlihat tulus dan seakan pasrah akan hasil yang di terimanya kelak. Dan menurut Liam, gadis seperti itu layak bahagia. Dan dia akan membahagiakannya. **** Liam hanya mencium pipi Autumn sekilas sebelum melajukan mobilnya pulang. Masih di ingatnya betapa gadis itu masih terlihat kesal. Tapi dia begitu pandai menyimpan semua di hadapan orangtuanya. Bahkan, Autumn melarang Liam membicarakan masalah pemukulan yang di lakukan Ayahnya. Karena gadis itu menyadari, semua bisa terjadi karena keadaan dan situasi ekonomi mereka yang begitu terpuruk, membuat Ayahnya begitu depresi. Sepanjang jalan Liam memikirkan satu hal. Pertanyaan tentang seberapa lama semua ini akan bertahan? Berapa lama hubungan ini akan berlangsung? Liam menggeleng. Bagaimana caranya menyampaikan pada gadis itu dan orangtuanya bahwa dia, William Leandro ingin menikah di usia muda? Apakah Autumn akan dapat menerimanya? Apakah mau menikah dengannya? Satu pemikiran yang membuat Liam mendesah putus asa. Yaitu kemungkinan Autumn akan menertawakan ide yang menjadi prinsipnya itu. Dan dia akan mengira Liam sudah menjadi gila. Siapa yang akan menyangka, salah satu sosok dalam klan Leandro yang selalu menjadi impian dan imajinasi pada gadis, mempunyai pikiran dan prinsip hidup seperti itu? William, adalah sosok imajiner bagi banyak gadis yang melihatnya. Sosok yang tidak mudah tersentuh dan seakan tidak akan tersentuh oleh wanita. Sebagian besar dari mereka membayangkan bahwa Liam hanya akan menikah dengan sebangsanya. Seorang gadis dari kalangannya yang juga merupakan seorang pewaris. Liam melajukan mobilnya pelan, melewati jalanan sunyi di tepi sungai Hudson. Liam berhenti dan melangkah keluar. Selalu ada cerita khusus yang di dengarnya tentang sungai ini dan sang Mom. Dari sungai inilah hidup Momnya berubah total. Dari sinilah, di salah satu bagiannya, hidup keluarganya menjadi bertalian erat dengan kakek Viktor Romanov. Liam menghela napas. Jatuh cinta pada Autumn adalah hal yang sangat mudah. Dia bukanlah Ice Man seperti penilaian banyak orang. Dia merasa dia hanya terlalu pendiam. Dan Autumn yang berhasil mendobraknya. Mendobraknya dengan sangat mudah dengan sesuatu dalam dirinya yang membuat Liam bertekad membahagiakannya. Sesuatu itu adalah luka. Luka dalam gadis itu yang membuatnya ingin menggantikan nya dengan sebuah bahagia. Ketidak beruntungan gadis itu berhasil membawa hati Liam terperosok dalam iba. Lalu...apakah itu dapat di sebut cinta? Jangan tanyakan hal itu, karena William bahkan sudah jatuh cinta pada gadis itu sejak pertama kali gadis itu terlihat melakukan hal aneh karenanya. Lalu perjalanan hidup gadis itu menguatkan segalanya. "Apa kau mau?", bisik  Liam. William menyugar rambutnya. Bergerak meregangkan otot - ototnya. "Aku akan bicara padamu dan Ayahmu, secepatnya", bisik Liam pada dirinya sendiri. Tekad itu sudah kuat. William berbalik dan melangkah ke arah mobilnya. Melajukannya cepat menuju mansion Leandro. Seseorang harus mengetahui semua ini. Momnya.   **** "Well...Mom percaya padamu. Tapi Autumn? Kapan kau akan bicara padanya soal ini?", ujar Cherry lembut. "Entahlah. Aku sepertinya tidak yakin. Dia itu...terlalu ramai...seperti banyak yang di pikirkannya. Sedang aku? Hidupku sederhana. Pemikiranku simpel. Aku tidak yakin dia bisa sesederhana pemikiranku", ujar Liam tidak yakin. "Cobalah. Kau sudah yakin dengan Autumn. Hanya tidak yakin dengan tanggapannya. Itu wajar. Kau akan tahu setelah memcoba", ujar Cherry lagi. "Aku akan bicara padanya. Aku belum tahu reaksinya, tapi sungguh Mom...dia gadis yang bisa membuatku tertawa...dalam hati", ujar Liam "Mommy tahu. Autumn itu gambaran Mommy waktu remaja. Seperti itu walau Mommy lebih beruntung. Dan...gadis itu lebih kuat lagi. Sangat kuat walaupun...kaulah yang paling tahu apa yang terjadi", ujar Cherry sambil membelai punggung William. Liam mengangguk. "Istirahatlah Mom", ujar Liam sambil beranjak. "Mom tidak keberatan kalau di berikan satu cucu lagi...segera", ujar Cherry menggoda. "Oh...come on Mom. Aku saja belum tahu bagaimana reaksi gadisku", ujar Liam tak percaya dengan pernyataan Momnya. Cherry tertawa. Dialah yang selalu tahu bahwa William selalu ingin menikah di usia muda. Dan Autumn? Gadis itu masih berada di zona abu-abu. Semua belum mengetahui reaksinya. Namun, siapa yang tidak mempercayai reputasi para pria di keluarga Leandro? Pria yang akan memuja wanitanya bila sudah menemukan satu yang tepat. Liam melangkah keluar dari kamar Momnya dan memilih untuk merebahkan badannya di kamarnya. Libur musim panas baru saja di mulai. Dan Liam sudah harus memulai proyeknya. Atau lebih tepatnya adalah tugas yang di berikan oleh salah satu dosennya. Liam menatap langit-langit kamarnya. Proyek yang melibatkan Ayah Autumn yang ternyata seorang arsitek itu layaknya sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Sambil menyelesaikan proyeknya, Liam juga ingin membantu memecahkan masalah keluarga Autumn. Pertama kali berbicara dengan Ayah Autumn, Liam sangat tahu pria itu berpendirian teguh dan menjunjung tinggi harga dirinya. Pria yang tidak akan mau menerima sesuatu dengan cuma - cuma. Karenanya Liam mengajaknya untuk sebuah proyek yang memang menjadi keahliannya di masa lampau. Bukan hal mudah meyakinkan pria itu, namun setelah berbincang dengan Ayah Autumn, Liam akhirnya berhasil membuat pria itu menyetujui untuk ikut ambil bagian dalam proyeknya. Caravan Houses Proyek rumah caravan. Rumah dari kayu dengan desain yang akan lebih modern dengan fasilitas yang lebih modern juga. Rumah bagi mereka, orang-orang yang terbiasa hidup nomaden, namun mereka ingin pensiun dan menetap. Seperti para pegawai sirkus yang beruntungnya adalah mereka telah menjadi warga negara Amerika, bukan lagi imigran seperti berpuluh tahun lalu, seperti nenek moyang mereka. Tuan Andres sangat antusias dengan proyek mereka dan sudah memberi tahu rekan-rekannya. Mereka sangat gembira karena selama ini mereka kesulitan untuk mendapatkan rumah dengan sewa murah apalagi bisa di cicil sebagai tempat tinggal permanen. Pikiran Liam melayang kepada Autumn. Liam tersenyum simpul. Yakinkan hatinya. Hanya Autumn yang mampu membuatnya tersenyum seperti ini. Tingkah gadis itu bahkan seringkali membuat gemas. Tapi terkadang gadis itu juga mampu bersikap begitu dewasa dan bijak. Seperti saat melarang Liam membahas masalah pemukulan yang kerap di lakukan sang Ayah di masa lalu. Dan rasa gadis itu.... Manis. Berada di dekatnya akan selalu menjadi candu yang memabukkan bagi Liam. Autumn, gadis itu membuat Liam yakin, dia tidak perlu kemanapun untuk melabuhkan hatinya. Bentuk tubuh luar biasa yang akan membuat para pria berliur-liur, adalah bonus. Kecantikan yang tersembunyi adalah bonus. Dan Liam rela  mengeluarkan jutaan dollar hanya untuk membatalkan kontrak Autumn dengan sebuah majalah ternama. Dia tidak ingin melihat Autumn menjadi santapan mata para pria di luaran sana! Ada banyak rencana yang di siapkan oleh Liam untuk Autumn. Gadis itu bahkan hanya bisa menganga dan berjalan mondar-mandir kebingungan saat Liam menyampaikan rencananya. Liam tersenyum geli. Autumn terkadang bisa menjadi sangat lucu. Mungkin benar, gadis seperti Autumn yang akan menggenapi dirinya. Melengkapi kekosongannya. Namun...apa tanggapan gadis itu saat Liam mengatakan segalanya. **** "Kau sangat seksi di majalah dewasa itu. Well...aku sudah tahu, bahwa di balik penampilanmu yang biasa saja ini, kau punya bentuk tubuh yang aduhai", ujar seorang pria sambil memerangkap paksa Autumn di dinding sebuah minimarket. Jonathan Blakwell. Autumn menyesali keputusannya untuk pergi membeli sesuatu di minimarket ini. Hingga dia harus bertemu dengan Jonathan, kakak tingkat William si kampus. Jonathan, pria ini sangat cerdas namun tidak di sertai etiket yang baik. Terlebih pada Autumn. Seringkali Jonathan berlaku tidak sopan pada Autumn saat sedang makan di kantin. Hal itu membuat Autumn risih dan merasa di lecehkan. "Lepaskan aku Jo. Apapun itu, aku sudah tidak terikat kontrak apapun dengan majalah itu. Dan apabila sudah tersebar maka itu adalah sebuah kesalahan", ujar Autumn. Jonathan tertawa sinis. Kau butuh banyak uang untuk kuliah? Kudengar seperti itu. Aku bisa membantumu ", ujar Jonathan dengan mata liar menelisik setiap inchi tubuh Autumn. "Maafkan aku. Tapi bisakah kau menyingkir? Kau membuatku tidak nyaman. Dan...aku tidak membutuhkan bantuanmu", ujar Autumn sambil mencoba menyingkirkan tubuh Jonathan dari hadapannya. Jonathan justru bertindak lebih gila lagi. Dia mulai menjamah tubuh Autumn di sana sini. "Kau tahu siapa aku Autumn? Aku bisa melakukan apapun padamu", ujar Jonathan. Siapa yang tidak mengetahui siapa Jonathan Blackwell? Dia adalah satu - satunya pewaris dari jutawan Jesper Blackwell, pengusaha perhotelan dan resort ternama di Amerika. Autumn tetap berusaha melepaskan diri dari Jonathan namun Jonathan semakin memepetnya ke tembok dan mulai melakukan gerakan cabulnya. "Dan kau pasti tahu siapa aku Mr Blackwell. Aku akan dengan mudah membuat Ayahmu murka padamu, dengan aku meminta keluargaku menarik semua saham mereka dari perusahaan keluargamu", ujar sebuah suara di belakang Jonathan. Jonathan menghentikan gerakannya dan menoleh. Autumn melihat seseorang yang ada dalam pikirannya saat ini. William Leandro. "Kemari Autumn. Dan...Mr Blackwell, pastikan dirimu berada paling tidak dua ratus meter dari Autumn Rhapsody, sejak saat ini. Atau...aku akan membuatmu merasakan menjadi gelandangan", ujar William dengan penekanan dalam setiap kata - katanya. Autumn berlari ke arah William yang berdiri tenang dengan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. William menatap Autumn tajam, membuat Autumn bergidik ngeri. "Masuk ke mobil sekarang", ujar Liam datar. Tanpa menunggu lagi Autumn segera masuk ke dalam mobil dan duduk dengan tungkai kaki yang gemetar. Jonathan berdiri di tempat semula. Menatap geram pada William tanpa bisa melakukan apapun. Kemarahan jelas terlihat dari sinar matanya. Bahkan hingga Liam berbalik dan masuk ke dalam mobil. Autumn bisa melihat Jonathan menendang bagian depan mobilnya geram.  "Jangan pergi sendiri ", ujar Liam dingin, saat Liam masuk ke dalam mobil dan menjalankannya keluar dari area parkir minimarket. "Maaf", ujar Autumn. "Kalau butuh apapun, bilang padaku", ujar Liam. Matanya masih menatap lurus ke arah jalanan. "Aku harus membeli pembalut. Apa aku harus bilang padamu? Kau kan tidak mungkin...", ujar Autumn lirih. "Aku akan membelikannya untukmu. Sudah aku bilang, apapun itu. Kau tinggal bilang. Pembalut sekalipun", ujar Liam dingin. Autumn menoleh. "Aku tidak akan melepaskanmu. Kalau kau menjauh kelak, aku akan mengejarmu", ujar Autumn. Liam menoleh. Lalu tertawa pelan. "Kenapa? Kau tidak percaya padaku? Mendengar kata - katamu barusan, aku menjadi takut...kehilanganmu", ujar Autumn lagi. "Maka...menikahlah denganku", ujar Liam datar, ringan dan... Mobil Liam berbelok ke arah gerbang lapangan. Liam menghentikan mobilnya tepat di depan tenda keluarga Autumn. Keluar dari mobil dan bergabung dengan Ayah Autumn dan beberapa rekannya yang tengah asyik menikmati bir. Autumn menatap punggung Liam tak percaya. Ada yang salah dengan pendengarannya. Hari ini hari yang luar biasa bagi Autumn. Hari yang membuatnya merasa...bahwa dia sudah mulai kehilangan kewarasannya. Tindakan tak senonoh Jonathan sudah membuatnya cukup mual. Menikah...?? Apakah Liam salah makan? Atau kepalanya baru saja terantuk sesuatu? Autumn masih belum mampu mencerna semua. Karenanya dia hanya bisa termangu di dalam mobil Liam sambil memukul kepalanya pelan, berulangkali. Menikah ya? Liam bilang...menikah ya? ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD