Bab 2 Kencan yang kesekian kali

1014 Words
Malam minggu kali ini, malam yang kesekian aku lewati bersama Tio, kekasihku. Semenjak aku pacaran dengan Tio enam tahun yang lalu sampai hari ini, selalu kulewatkan bersama pria berlesung pipi itu, jarang sekali aku jalan bersama teman kantor atau teman kost-ku, begitu juga sebaliknya, Tio. Pokoknya kami sudah seperti lem, kemanapun selalu bersama, dunia milik kami berdua. Ungkapan klise? Hm, nyatanya itu yang kurasakan. "Kamu ga bosan yah, tiap hari jalan bareng pacarmu, ke kantor bareng, pulang pergi gitu, eh malam minggu ketemu lagi, sekali-kali jalan sama kita lah." "Terlalu intens bisa bikin bosan loh, entar udah nikah, bosenin, ga ada greget lagi." "Jangan terlalu menggantungkan harapan pada pacarmu, kalo putus kamu ga shock." Awalnya omongan-omongan itu begitu bising di telinga, tapi lama-lama aku terbiasa seperti halnya hubunganku dengan Tio, kami sama-sama menikmati hubungan yang sudah berjalan tahunan. "Yang, kali ini mau kemana kita?" Suara dalam Tio membuyarkan lamunanku. Aku berada di mobil yang belum lama dibelinya, mobil second sih, tapi tak apa kan? Asalkan kami tak kehujanan dan kepanasan kemana-mana. "Hmm.. Kemana yah enaknya?" Aku mikir keras. Ah, aku tipe yang susah mutusin sesuatu. "Nyari yang beda mau ga?"tanyanya sambil matanya tetap fokus ke depan karena sedang menyetir. "Hm, boleh!" "Ke angkringan yah, lesehan."usulnya. "Ow.. Hmm, yah, boleh juga." Kataku setengah ragu. Jujur, aku tidak begitu suka dengan yang namanya makanan hasil bakar-bakaran gitu tapi demi Tio, tak apalah. *** "Mbak, nasinya tambah dua lagi yah."pinta Tio mengacungkan dua jarinya pada si penjual angkringan. "Ga kenyang ya, yang.. "Kataku tersipu. "Iyalah, mungil gitu bungkusannya."timpal Tio membenarkan pendapatku. Jadinya aku tidak perlu malu kan jika nambah? Kan bukan salah di lambung ku tapi salahkan kenapa bungkusan nasi itu cuma berisi dua suap saja. Duduk bersila membuat kakiku pegal kesemutan, akhirnya aku menselonjorkan kaki. "Kesemutan?"tanya Tio mungkin matanya menangkap gestur wajahku yang gelisah. "Iya nih, kayak banyak semut gitu... " Aku meringis sambil memijat kakiku. "Itulah bedanya gajah sama semut." Celetuknya. "Maksudnya?" Dahiku berkerut. Mungkin otak ku agak low bat menangkap arah pembicaraannya. Tapi sedikit sensitivitas-ku melenting. Jangan bilang kalau gajah itu... "Gajah bisa kesemutan, tapi semut tak bisa kegajahan." Tio terkekeh. Aku ikut tertawa lega, bukan seperti apa yang kupikirkan ternyata. Pria yang punya hobi bercanda ini sering membuatku terbahak tapi kadang juga candaannya bisa keterlaluan. "Na... " "Hmm."dehemku karena mulutku penuh. "Mulai senin aku ga bisa jemput kamu kerja lagi ya... " Ijinnya. Aku mendongak. "Kamu kemana?"tanyaku setelah meneguk es jeruk, rasa dingin menyegarkan mengaliri kerongkonganku. "Aku sudah resign... "Ujarnya singkat. Glek. Mataku melebar menatap Tio. Bagaimana bisa? "Koq aku ga tahu?!?"protesku. Tentu saja aku kaget. Biasanya kami selalu bertukar pikiran sebelum memutuskan sesuatu. Lha ini? "Iya, Na, ini mendadak. Pamanku memintaku menjadi manager perusahaannya yang baru buka. Dia hanya percaya padaku saja. Ini juga tantangan bagiku karena aku juga mendapat saham, masih sedikit sih. Dukung aku yah biar masa depan kita semakin cerah," senyumnya memperlihatkan kedua lesung pipinya. Kalimat terakhirnya menyejukkan hati. Biar masa depan kita semakin cerah. Apa kubilang, Tio, pria yang bertanggung jawab, dia sudah punya rencana untuk masa depan kami. Apapun pendapat orang tentang hubungan kami yang katanya tiada berujung, buktinya sudah ada rencana dalam benak Tio. Hanya tunggu waktu saja hari itu digelar. "Iya, aku pasti dukung, yang! Tapi... Kita bakal ga sering ketemu lagi dong..?" rengekku melipat bibir. Yah, pasti akan ada perubahan kan? Dan aku harus siap kehilangan intensitas pertemuan kami. Tak apalah, memang butuh pengorbanan demi rancangan masa depan hubungan kami. Tio mengelap mulutnya dengan tissue sebelum berkata, "Ya, Na. Mau tak mau.. Mungkin aku juga bakal sibuk tapi kita masih ada waktu hari minggu kan?" Aku mengangguk mengiyakan. Bertahun-tahun pacaran selalu bersama sepanjang minggu dan baru kali akan berubah jadwalnya, memang akan terasa berbeda tapi jika untuk masa depan, tak masalahlah. Tokh ada baiknya juga supaya hubungan kami tidak membosankan seperti yang biasa didengungkan teman-temanku. Aku sampai dijuluki ratu bucin sama mereka. "Sebentar lagi hari jadi kita..." kataku mengingatkan Tio. "Hmm iya, ga terasa yah sudah enam tahun... Masih ingat pertama kali kita jadian.?" tanyanya. Aku melebarkan kedua sudut bibir membentuk senyum manis. Yes! Pria yang mempunyai alis tebal ini mulai menyinggung lamanya hubungan kami, aku yakin dia akan segera meresmikannya, melamarku menjadi pendamping hidupnya. "Kamu mau apa?" Matanya menatapku intens. Minta di lamar, suaraku tentu saja hanya di dalam hati. "Kali ini ga usah hadiah.... " tolakku. halus. Tio mengernyitkan dahinya. Mungkin heran karena biasanya aku selalu minta sesuatu tetapi tentu saja dalam batas wajar. "Hmm.. Kamu minta dilamar??" tembaknya langsung, sukses membuat wajahku merona dan terasa panas. Mata bulatku membola. Walau aku kepingin tapi ditanya begini jelas membuat jantungku berdetak lebih cepat dan rasa malu menggelitik hati. Tapi kenapa musti malu juga yah? Ini hal yang wajar kan? Tio terkekeh. Ah! Pasti dia senang melihat wajahku merona seperti kepiting rebus. "Sayang, aku juga mau cepat nikahin kamu... " katanya tersenyum. "Sungguhan?" Mataku berbinar. Jantungku berdebar-debar. Apa aku akan di lamar di sini? Tio meraih jemariku, meremasnya dengan lembut. "Iya, tapi kamu pasti mau dilamar di tempat romantis kan?" Mata yang dalam itu mengerjap. Rasa bahagia itu seketika membuncah, memenuhi rongga hatiku. Aku angguk mengiyakan disertai senyum termanis. Pria yang sangat kucintai ini mengelus pipiku, dapat kurasakan dia juga sangat mencintaiku. "Nanti aku pilih tempat yang bagus, biar ada kesan. Oke?" usulnya. Tempat yang berkesan dengan suasana yang super romantis seperti yang ada di drama Korea. Wow! Aku mengangguk malu-malu. "Udah selesai? Kita balik yuk... Mau ke pantai atau...?" Tio memberi opsi setelah dilihatnya piringku sudah kosong. "Ayok!"seruku semangat. Lalu kami pun berangkat ke tempat tujuan, pantai yang tak jauh dari pondok angkringan ini. Dan Malam itu menjadi malam yang indah yang tak kan kulupakan. Yah setelah ini, aku harap akan semakin memantapkan langkah kami menuju hubungan yang lebih serius, pernikahan tujuan akhirnya. Larut malam kami baru sampai ke tempat kost ku. Tio mencium keningku dan mengecup bibirku mesra. "Sampai jumpa besok yah, Na... " pamitnya. "Hati-hati di jalan ya... " kataku seraya melambaikan tangan. Tio pun melajukan mobilnya, tinggallah aku yang masih memandangnya dari kejauhan. Aku pun masuk ke dalam rumah kostku. Tio, apapun telah kuberikan padamu, jangan pernah tinggalin aku, batinku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD