Abi mengerutkan keningnya saat di meja makan hanya tersedia sebuah roti dengan selai cokelat dan kacang. Mata laki-laki itu menatap Alleta yang tengah meminum s**u dengan wajah kesal.
Pria itu mendudukkan dirinya di hadapan Alleta, tangan Abi terulur mengambil sebuah roti dan selai kacang. Sikap Alleta hari ini berhasil membuat Abi kebingungan, gadis yang berstatus sebagai istrinya itu seolah mengabaikan dirinya.
Alleta sempat melirik sekilas pada Abi yang tengah menikmati sarapannyq. Gadis itu berdecak sebal saat Abi ikut mengabaikan dia, suaminya itu bahkan tak berniat untuk melontarkan sebuah pertanyaan. Dengan kasar Alleta meletakkan gelas berisi s**u membuat Abi menatap sang istri dengan kening berkerut.
"Kamu kenapa?" tanya Abi.
Alleta yang mendengar itu mendengus pelan. Dia menatap nyalang ke arah sang suami. Mulutnya rasanya sangat gatal untuk mengumpati seorang Abi, tetapi Alleta masih sayang terhadap nyawanya sendiri.
Gadis itu tak menyahut, dia memilih mengambil tasnya yang diletakkan di kursi sebelah. Hari ini, Alleta berniat untuk berangkat ke kampus sendiri dengan mobilnya. Dia segera beranjak dari duduknya, langkah kaki Alleta yang ingin meninggalkan meja makan harus terhenti karena Abi kembali membuka suara.
"Alleta Acyla Raikhanza, saya enggak minta kamu untuk meninggalkan meja makan." Abi memandang Alleta dengan sorot mata tajam.
Alleta yang baru saja melangkahkan kaki harus kembali meletakkan kakinya di lantai. Dia membalikkan tubuh lantas memandang Abi dengan tatapan kesal.
"Apa lagi sih, Kak? Aku mau ke kampus, aku tuh kuliah pagi tau! Kalau aku telat gimana?" jawab Alleta dengan raut wajah tak suka.
Abi menaikkan sebelah alisnya. "Saya tanya, kamu kenapa?" ulang Abi.
Alleta mengembuskan napas. Dia sungguh muak dengan drama di pagi hari. Dia memandang Abi yang tengah membersihkan sudut bibirnya dengan tisu, gadis itu berdecak sebal saat kembali mengingat Abi yang bahkan tidak membahas perkara di perusahaan milik Rendi kemarin.
"Dosa apa sih gua sampe punya lakik modelan kulkas? " keluh Alleta di dalam hati.
"Ayo berangkat bareng saya." Abi bangkit dari posisi duduknha. Dia merapikan kembali penampilannya lantas berjalan mendahului Alleta.
Alleta yang melihat itu menganga tak percaya. Suaminya itu benar-benar manusia datar sekaligus tidak peka!
"Alleta, buruan! Katanya kamu enggak mau telat."
Teriakan Abi membuat gadis itu mencibir. Dengan kaki yang dihentakkan ke lantai gadis itu berjalan menghampiri Abi yang tengah menunggunya di depan pintu masuk. Wajah Alleta tertekuk, kali ini dirinya berada di dalam kekesalan tingkah maksimal.
"Ayo!" ketus Alleta.
Abi yang melihat itu menggelengkan kepala, tetapi tak ayal dia mengikuti langkah Alleta di belakang. Pria itu tetap terdiam meskipun sedari tadi istrinya itu memberengut kesal.
***
"Muka lu kenapa ditekuk gitu dah, Ta?" Cindy menatap Alleta dengan tatapan bingungnya.
Kalea dan Mila sontak saja mengalihkan pandangannya pada Alleta yang menekukan wajah. Kalea menepuk jidatnya saat melihat wajah tak enak dipandang milik Alleta.
"Tadi gua mau nanya cuman kelupaan." Kalea meringis saat sahabatnya memandang dia dengan delikan kesal.
"Lu belum tua, tapi udah pikunan," cibir Mila sembari mengikat tinggi rambutnya.
Keempatnya memang tengah berada di ruang ganti untuk mengganti pakaian mereka dengan pakaian basket, karena rencananya mereka akan bermain basket bersama.
"Ye, lu malah kaga nyaut, Ta," celetuk Cindy menatap Alleta dengan kesal.
Alleta yang mendengar itu mendongak, dia menatap Cindy lantas menggeleng dengan lesu. Para sahabatnya saling pandang lantas mengedikkan bahu mereka.
Alleta berjalan mendahului sahabatnya menuju lapangan. Mereka yang melihat tingkah Alleta semakin bingung dibuatnya. Tak biasanya Alleta bersikap demikian.
"Tuh bocah kenapa?" bisik Mila pada kedua temannya.
Dia menggeleng pelan. "Enggak tau, dihukum sama bapaknya kali," sahut Kalea sembari merapikan pakaian olahraga.
"Udah ah, ayo susul Alleta." Cindy menarik tangan Mila membuat Mila menarik tangan Kalea mengikuti langkah Cindy.
Di lapangan, Alleta memandang malas pada sosok laki-laki yang kini berdiri di hadapannya. Gadis itu menghela napas kasar saat laki-laki di hadapannya itu tak juga kunjung berbicara.
"Kenapa?" tanya Alleta.
Laki-laki itu berdeham singkat. Dia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Tatapa n laki-laki itu tertuju pada wajah cantik Alleta, pemuda itu hanyut dalam wajah teduh milik gadis di hadapannya.
"Kamu ada waktu engg—"
"Enggak ada," potong Alleta dengan cepat.
Alleta memandang tak suka pada laki-laki di hadapannya. Tanpa mengatakan apa pun, gadis itu membalikkan tubuhnya berniat menjauhi laki-laki di hadapannya. Namun, tangan Alleta lebih dulu dicekal oleh laki-laki yang sedari tadi mengobrol dengan Alleta.
"Ta, sebentar aja," ucapnya dengan tatapan memelas.
Alleta berdecak kesal lantas menyentak kasar tangan pemuda itu. Dia kembali membalikkan tubuhnya memandang nyalang pemuda di hadapannya.
"Paham kata enggak ada, 'kan, Kak?" ujar Alleta dengan kesal.
"Kamu kenapa?" Pemuda itu memandang Alleta dengan sorot teduh.
Alleta yang mendengar itu menggeleng cepat. Dia mengembuskan napas kasar, laki-laki di hadapan Alleta benar-benar keras kepala.
"Gua sibuk, paham? Bisa enggak jangan ganggu dulu?! Gua lagi enggak mood, sialan!"
***
Abi mendesah frustasi. Setibanya dia di rumah dia justru melihat meja makan yang kosong. Istrinya itu justru dengan santai bermain ponsel di ruang keluarga. Alleta bahkan tak menyambut kepulangannya. Tingkah Alleta hari ini berhasil membuat Abi kesal.
Pria itu menghampiri Alleta dengan setelan kantornya. Dia menggeram tertahan saat melihat Alleta justru cekikikan sembari memandang ponsel.
Abi berjalan cepat mendekati sang istri, dirampasnya ponsel itu dari tangan Alleta berhasil membuat Alleta terkejut. Gadis itu dengan cepat berdiri dan membalikkan tubuhnya, matanya memandang Abi dengan tatapan tak suka.
"Apa-apaan, sih?!" sentak Alleta sembari berjalan maju menjangkau ponselnya.
Abi yang sadar pergerakan Alleta langsung menjauhkan ponsel milik sang istri. Dia memandang datar Alleta yang kini tengah mencak-mencak di tempatnya.
"Balikin HP aku!" protes Alleta terdengar frustasi.
Abi menggeleng cepat. "Enggak akan! Sebelum kamu jawab pertanyaan saya," putus pria itu.
Alleta berdecak. "Iya udah, apa?" sahutnya malas-malasan.
"Kamu dari tadi sebenarnya kenapa? Pagi tadi kamu juga enggak masak, sekarang juga enggak. Kamu ini kenapa?" tanya Abi beruntun.
Alleta meliriknya sinis. "Kenapa emangnya? Minta makan aja sana sama pegawai situ yang udah usir saya," balasnya tanpa takut.
Abi yang mendengar itu mendelik kesal. Jadi sedari tadi istrinya bertingkah aneh karena masalah semalam? Pria itu memijat keningnya yang berdenyut setelah mendengar ucapan Alleta. Dia tak habis pikir dengan tingkah istrinya sendiri.
"Jangan kekanakan! Pegawai kemarin bahkan udah saya pecat karena udah usir kamu," seloroh Abi dengan kesal.
Mata Alleta membulat mendengar itu. Dia memandang berbinar ke arah Abi. Gadis itu berjalan lebih mendekat ke arah Abi, memandang Abi dengan tatapan puas.
"Kakak serius?!" seru Alleta tertahan.
"Iya," balas Abi malas.
Alleta melompat kegirangan, dia menabrak tubuh Abi dengan pelukan. Senyum puas tercetak di wajahnya.
"Makasih! Dari tadi dong gitu."
Abi yang mendapat serangan tiba-tiba mematung, tubuhnya mendadak kaku bahkan untuk sekadar di gerakan. Alleta masih memeluknya dengan erat, gadis itu seolah tak ingin melepaskan Abi dalam pelukannya.
"Ekhm."
Abi berdeham membuat Alleta tersadar. Cepat-cepat gadis itu melepaskan pelukannya, wajahnya memanas. Dia memandang Abi dengan tatapan kikuk.
"Maaf main peluk," ucap Alleta kaku.
Pria itu mengangguk. "Enggak papa. Kita makan di luar aja," jawab Abi.