I am Feminist

1691 Words
Mitha menatap Edgar dan menunjuknya. “Yang itu, Mbak." "Wahhh ... Franja Marlina si bom seks ada di sini bersama adik kecilnya." Edgar menyeringai genit dan menatap mereka dengan tatapan merendahkan. Lalu dia menatap Ronan. "Roe! Perempuan ini mantan p*****r kelas kakap. Dia— arghhh ... !! Edgar tiba-tiba terjungkal ke lantai saat Franja menendang wajahnya. Bibir Edgar pecah mengeluarkan darah. “Perempuan b******k sialan!" teriaknya marah. Franja menarik Edgar dari lantai dan mendorong pria itu dengan kuat ke dinding dan dia mengangkat satu kakinya menekan leher Edgar, lalu berkata, "Laki-laki sampah sepertimu tidak pantas menyebut namaku. Bahkan aku yang seorang p*****r tidak pantas kau sentuh b******n!" Tiffany menutup mulutnya dengan ekspresi terkejut yang berlebihan. Ronan dan Stephen terbelalak melihat tendangan yang diberikan wanita itu pada Edgar, sedangkan Mitha melihat kejadian itu dengan gelisah. "Minta maaf pada adikku." Desak Franja dan semakin menekan telapak sepatu sportnya ke leher Edgar. “Aku tidak bisa bernafas breng– akhh!!" Franja memukul mulut Edgar dengan kepalan tinjunya. "Mbak, bisakah–" "Diam!" Franja membentak Ronan marah saat pria itu mencoba berbicara padanya. "Hajar aja, Mbak, itu si monyet!" seru Stephen semangat. "Semua bisa kita bicarakan dengan cara baik-baik, Mbak," sahut Ronan kembali mencoba menenangkan. Franja menatap Ronan tajam lalu menurunkan kakinya dari leher Edgar. Pria itu langsung terbatuk-batuk dan tersungkur duduk di lantai sambil mengusap mulut dan hidungnya yang berdarah. "Siapa kau?" "Saya Ronan Tahitu. Kita–" "Ahh ... kau yang namanya Ronan, si pemilik perusahaan?" Franja melipat tangannya di d**a sambil memperhatikan pria itu dengan seksama. "Benar ..." Ronan menatap wanita itu lekat dan dalam. "Ada masalah apa antara, Mbak dan Edgar? Kita bisa selesaikan semuanya dengan cara baik-baik." Franja mendengus muak, lalu menarik Mitha yang berdiri sambil menunduk takut. "Ini adikku. Namanya Mitha dan dia magang di salah satu perusahaanmu yang kebetulan dipimpin si b******n ini." Franja melotot pada Edgar yang meringis kesakitan. "Adikku ini umurnya masih tujuh belas tahun dan si b******k itu menciumnya paksa, menyentuh tubuhnya dan menghina adikku sebagai p*****r," ucap Franja berapi-api. Ronan langsung mengalihkan pandangannya pada Edgar yang terduduk dengan tatapan marah. "p*****r ini bohong Roe! Gadis bocah ini yang menggoda!" teriak Edgar marah dan menatap Franja penuh kebencian. "Bohong! Pak Edgar memang melecehkan saya, Pak," sahut Mitha menatap Ronan sambil menangis. Ronan langsung meradang dan menarik Edgar bangkit berdiri. "Kau benar-benar b******n, Edgar!” desisnya marah. "Kau jangan sok suci, Roe! Ibumu juga perempuan simpanan Ray Tahitu. Kau hanya anak haram si Ray!" sahut Edgar sambil membuang ludahnya yang bercampur darah ke lantai. Dengan sekali pukulan, Edgar kembali jatuh tersungkur ke lantai. Sekarang Franja dan Mitha yang terkejut menatap Ronan yang baru saja menghajar pria itu. "Stephen, tolong kau selesaikan si b******k ini," ucap Ronan dingin. "Dengan senang hati," sahut Stephen dan langsung menyeret Edgar yang meringis kesakitan. Lalu Ronan menatap Franja sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya. “Saya, Ronan." Pria itu memperkenalkan dirinya. “Franja," sahut wanita itu ketus tanpa menerima uluran tangan Ronan. Ronan pun menurunkan tangannya semakin tersnyum. "Mbak Franja, saya benar-benar minta maaf karena–" "Aku akan mengirim buku panduan etos kerja untukmu. Kau harus didik semua pekerjamu, supaya tau etika dan sopan santun." Franja menatap Ronan tajam. Ronan berusaha menahan senyumnya mendengar perkataan wanita itu. "Saya minta maaf, kejadian seperti itu tidak akan terulang lagi. Adik, Mbak Franja bisa tetap magang di perusahaan saya." Wanita itu mendengus dan berkata, "Adikku tidak akan magang lagi di perusahaanmu. Ayo Mitha kita pulang." Ajaknya pada gadis itu dan keduanya pun bergerak hendak meninggalkan ruangan itu. "Tapi, Mbak–" Franja dan Mitha terus beranjak pergi meninggalkan Tiffany dan Ronan, tidak menghiraukan panggilan pria itu. "Biasa aja dong liatnya, Mas Roe," celetuk Tiffany yang tidak mengikuti Franja. Ronan mengalihkan padangannya dari Franja yang berjalan meninggalkannya dan menatap Tiffany. "Tif ... kamu kenal dia?" "Ya kenal dong, Mas. Siapa sih yang Tiffany, nggak kenal?" sahutnya jumawa lalu menyipitkan matanya menatap Ronan. "Naksir ya, Mas?" Ronan tersenyum. "Kamu ada nomor kontak dia?" Tiffany tersenyum menggoda Ronan. "Najis gue liat senyum elu Tiffany! Dasar perempuan planet pluto lu," bentak Stephen yang tiba-tiba kembali muncul di hadapan mereka. "Biasa aja dong, Stip, sama sodara kembar." Tiffany mengedipkan matanya. "Mimpi apa gue dulu di kenalin mbak Yuma sama manusia kayak elu," Stephen menatapnya sinis sedangkan Tifanny hanya tertawa dan mengabaikan stephen yang kesal terhadapnya. "Eh ... cewek tadi cakep gila ya. Jago berantem lagi. Udah gitu seksinya itu bikin deg deg ser. Gue jarang langsung tertarik lihat cewek," ucap Stephen terpana. "Seksi kayak akika ya, Tip?" sahut Tifanny sambil mengedipkan matanya. "Kalau elu mah terlalu macho dibandingin sama itu cewek. Mimpi lu terlalu tinggi, ingat turun lu, Charles!" jawab Stephen sadis. "Eh setan! Jangan sembarangan ya sebut nama asli gue, ya!" Tiffany mendelik marah pada Stephen dan tsuaranya pun langsung berubah maskulin. "Aslinya elu langsung keluar ya, kalau nama asli elu dipanggil." Stephen sambil tertawa terbahak-bahak. "Diam lu!" bentak Tiffany kesal. Ronan mengabaikan pertengkaran dua manusia konyol itu. "Tiffany, aku minta nomor Franja," pintanya. Tiffany yang masih menatap Stephen sinis membuka ponselnya dan mengetikkan sesuatu. "Udah aku kirim, Mas. Emangnya, Mas Roe, mau ngapain sih sama mbak Fra?" "Nanti kamu juga tau. Thank you, Tif dan kalian berdua jangan ribut lagi. Stephen, kau yang membereskan Edgar." Stephen menjawab dengan mengacungkan jempolnya. *** "Mbak Fra, Pak Ronan itu baik ya?" ucap Mitha di dalam mobil saat mereka dalam perjalanan pulang. "Kamu jangan mudah percaya kalau laki-laki itu baik, Mit. Bisa saja itu hanya tipuan." "Tapi kayaknya pak Ronan itu beda, Mbak." Mitha tersenyum membayangkan wajah Ronan yang tampan. "Dia sama saja seperti yang lain," sahut Franja sambil mengemudikan mobilnya. "Mbak Fra, aku balik kampung aja ya, Mbak. Aku bantu ibu sama bapak di kampung." Tiba-tiba Mitha mengalihkan pembicaraan. "Habis itu kamu dinikahkan sama kepala desa jadi istri ke empat. Mau kamu?" Mitha menggeleng. "Soalnya aku sudah banyak merepotkan, Mbak Fra. Atau Mitha berhenti saja sekolah ya, Mbak." Franja menoleh manatap pada Mitha."Kamu harus sekolah supaya bisa menolong orang tua dan adik-adikmu." "Tapi aku nggak kuat, Mbak. Di sekolah sering kena bully, di tempat magang dilecehkan," kata gadis itu sedih. "Hidup tidak ada yang mudah untuk orang susah seperti kita, Mitha. Kamu harus kuat tidak boleh cengeng dan menyerah." Mitha mengangguk mengerti. "Tapi aku sering merasa nggak sanggup, Mbak Fra." "Kamu pasti sanggup. Kamu harus ingat bagaimana kehidupanmu dan keluargamu di kampung, jadikan itu menjadi semangat dan acuan untuk hidup." Mitha mengangguk kembali dan terisak. "Terima kasih ya, Mbak." "Kenapa kamu nangis?" tanya Franja heran. "Mbak Fra, baik sekali sama aku, sama kami semua yang di asrama. Mbak Fra pasti susah ya karena kami." Franja tersenyum mengusap kepala Mitha. "Kalau mbak merasa disusahkan oleh kalian, mbak pasti sudah mundur, Mitha. Makanya, kalian semua harus jadi perempuan-perempuan hebat dan pintar." Mitha tersenyum mengangguk. "Semoga Mbak Fra dapat jodoh yang baik." Franja terkekeh "Kamu ini, kecil-kecil malah bahas jodoh." "Di kampungku, seumuranku sudah menikah, Mbak." "Setelah itu dimadu. Kamu mau seperti itu?" "Tidak, Mbak." Gadis itu menggeleng. "Kalau begitu kamu fokus belajar. Jangan cerita jodoh." "Mbak Fra, tidak mau menikah ya? Kalau ganteng seperti pak Ronan tidak mau juga, Mbak?" Franja membuang nafasnya lelah. Sedangkan Mitha terkikik melihat Franja yang kesal. Mitha dan sepuluh perempuan remaja lainnya di sekolahkan oleh Franja. Mereka ditemukan wanita itu di jalanan atau yang lari dari desa seperti Mitha. Lalu Franja membangun sebuah rumah singgah untuk perempuan-perempuan yang mendapatkan kekerasan baik dari pasangan, keluarga atau lingkungan. Dua tahun yang lalu Franja berhasil keluar dari dunia pelacuran yang mengikat hidupnya selama ini. Dan dalam waktu dua tahun, dia berhasail membangun bisnis kosmetiknya. Franja memanfaatkan momen saat dirinya terkenal. Sejak dia diundang oleh Clara Wiraatmadja dalam acara talk shownya, dimana Franja diselamatkan oleh Murron Tesla dari dunia gelap tersebut. Wanita itu langsung terkenal dan mendapatkan banyak dukungan. Murron berhasil menolong Franja mengungkap kematian ayah dan ibunya yang seorang Dokter dan negara membayar konpensasi pada Franja bahkan dari si pembunuh ayahnya. Franja menatap ponselnya yang berbunyi tanda pesan masuk. Dia langsung menarik nafasnya bosan. Semenjak dari restoran kemarin saat Franja melabrak Ronan dan Edgar, ponselnya tidak berhenti mendapat pesan nmasuk dan juga banyak panggilan. Dan semua itu dari Ronan Tahitu. Wanita itu sudah memblokir nomor Ronan, tetapi pagi ini pria itu kembali menghubunginya dengan menggunakan nomor baru. Franja pun mengabaikan panggilan tersebut begitu juga puluhan pesan masuk dari Ronan yang meminta ingin bertemu dengannya. "Siska, tolong kirim buku ini ke perusahaan ini," Franja memberi bukunya dan memberi sebuah kertas yang bertuliskan alamat salah satu perusahaan Tahitu Group dan penerimanya. "Bungkus yang rapi ya, dan memo ini juga masukkan." Kemarin siang, Franja langsung membeli buku etos kerja dan hari ini dia akan mengirimkan kepada Ronan. Siska menatap bosnya heran dan memandang buku tersebut, serta kertas kecil itu secara bergantian. "Buku etos kerja ini untuk hadiah ulang tahun Mbak?" Ia mengangkat sebelah alis matanya. "Bukan. Anak buah perusahaan itu tidak tahu etos kerja." Siska tertawa sambil membaca tulisan di kertas kecil itu. "Tahitu Group. Ronan Tahitu," Lalu dia memandang Franja. "Dia ini adiknya Ringgo Tahitu lho, Mbak." "Lalu?" Franja mengangkat alisnya sambil menatap Asistennya tersebut. Siska pun balas menatap Franja dengan keingintahuan yang besar besar. "Kenapa, Mbak, kirim buku ini ke dia? Mbak, kenal Ronan Tahitu?" “Kamu tahu, Sis, si Mitha magang di salah satu cabang perusahaan si Ronan ini dan Direktur Marketing di cabang tersebut melecehkan Mitha." Franja menjelaskan secara berapi-api. “Kemarin aku sudah menemuinya dan mengahajar si Direktur Marketing b******k itu. Jadi buku ini aku kirim, supaya dia dan semua karyawannya belajar etika." Siska menatapnya tak percaya. "Masa sih, Mbak? Memangnya si Mitha di bagian apa? Kok bisa berhubungan langsung sama Direktur marketing?" "Nama si b******k itu Edgar. Katanya dia pernah melihat aku mengantar Mitha ke kantor itu, jadi sejak itu dia mengganggu Mitha, bahkan sampai melecehkannya." "Sebentar, Mbak," lalu Siska membuka ponselnya dan mengetikkan sesuatu dan menunjukkan sebuah foto pada Franja. "Edgar yang ini, Mbak?" Franja menatap Siska takjub. "Kamu kenal dia?" "Aku ‘kan follow Instagramnya Ronan.” Siska langsung menyengir. “Edgar ini salah satu temannya sepertinya." dia menatap foto Edgar di ** Ronan. "Sayang ya, ganteng gini tapi brengsek." "Ganteng dari hongkong!" cetus Franja kesal dan Siska langsung tertawa melihat bosnya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD