Khilaf 4

1798 Words
"Terima kasih bibiku yang seksi," ucap Egar saat Bi Titin seperti biasa masuk kamar dengan membawa dua gelas juice jeruk dan kue kering. Deg! Jantungku seketika berhenti berdetak. Sesuatu yang tak biasa mulai dipertontonkan Egar. Dia melakukan tindakan yang sangat atraktif menepuk-nepuk bamper wanita setengah baya yang sedang menghidangkan minuman dan kue di atas meja. Mataku kian terbelalak saat Egar dengan santainya meremas bongkahan p****t Bi Titin yang super bahenol. Ajaibnya, wanita itu sama sekali tidak marah. Bahkan raut wajahnya sama sekali tak menunjukan malu, risih atau jengah dengan pelecehan yang dilakukan anak majikannya yang sangat tidak senonoh. "Mas Egar memang suka nakal, Mas Ndra. Masa orang udah tua begini masih dibilang seksi, hehehehe," ucap Bi Titin genit dan tetap membiarkan tangan Egar yang mulai menggerayangi tubuh bagian depan termasuk selangkangannya. Bi Titin hanya sekali menepiskannya dengan sangat lemah lalu setelah itu kerlingan matanya malah berubah menjadi nakal dan genit menatapku. Benar-benar sangat mengejutkan dan sepertinya ucapan Egar mulai bisa dipercaya. Beberapa saat kemudian, aku terpaksa mengalihkan pandangan ke arah lain. Malu hati mendera jiwaku karena risih yang teramat sangat. Egar dengan cueknya mengangkat daster Bi Titin bagian depan, hingga bagian paling pribadi pada belahan s**********n terlihat nyata. Walau tak berlangsung lama, tetap saja mataku sudah ternoda. Setelah menyimpan semua bawaannya di atas meja, Bi Titin keluar kamar dengan langkahnya yang gontai, dia bahkan sengaja membiarkan daster belakangnya sedikit tersingkap. Paha dan sedikit bongkahan pantatnya terlihat begitu mendebarkan. "Gimana Jack, lu mau nyoba gak? Bi Titin udah gak pake daleman, loh. Tadi gua udah bilang kalau lu mau ke sini and mau nyoba main sama dia, hehehehe," ucap Egar tidak kepalang tanggung. 's**t!' makiku dalam hati namun anehnya tubuhku mendadak panas dingin terbakar gairah akibat pemandangan adegan erotis yang baru saja kusaksikan. Anganku mengelana dan isi kepalaku dipenuhi rekaman ocehan Egar yang selalu sangat detail menggambarkan pergumulannya dengan Bi Tititn dan beberapa wanita lain. Tak bisa dicegah lagi, adik kesayanganku langsung bereaksi frontal di balik celana seragam yang untungnya saat ini dilapisi celana dalam segi tiga. Padahal biasanya sangat jarang aku memakaianya. Seketik bayangan Bi Titin yang bugil menari-nari di kelopak mataku. "Kayanya gua tetap dengan pendirian semula. Tidak berminat, hehehe," balasku setelah kewarasan otakku sedikit demi sedikit mulai kembali pulih. "Tapi barang lu udah berdiri gitu, Jack. Tanggung kawan, kapan lagi bisa nyobain cewek yang sudah sangat berpengalaman." Egar tak mau menyerah. "Sorry, gua belum siap untuk begituan. Silakan lu aja duluan, kalau gak kuat mungkin gua onani aja, hehehe," tolakku kemudian. "Okelah kalau begitu! Gua mau ke dapur dulu, udah h***y berat nih. Kalau lu mau lihat atau ikutan main, nyusul aja. Kalau mau ngerekam juga boleh, tapi jangan disebar, entar lu kena UU ITE, hehehe," ucap Egar sambil membuka baju kemejanya. "Siap Komandan!" balasku sigap. "Satu lagi. Lu jangan kaget kalau Bi Titin ngomongnya vulgar dan frontal kalau sedang begituan. Sengaja gua yang ngajarin. Percaya atau tidak, sensasinya lebih dahsyat kalau partener seks kita ngomongnya jorok, hehehe," pungkas Egar sambil ngeloyor keluar dari kamar dengan hanya memakai singlet dan celana seragam sekolah. Aku hanya kembali melongo seraya menatap wajah sendiri di balik cermin yang terpasang di dinding. Wajah gantengku tampak memerah terbakar birahi yang entah mengapa gairahku benar-benar terasa lebih membara dari biasanya. Setelah tertegun beberapa saat, tanpa pikir panjang, aku segera mengambil hape dari tas sekolah dan menyusul Egar ke dapur yang lokasinya di lantai satu. Aku berjalan dengan gerakan yang pelan serta sedikit menjingkat. Walau Egar mengizinkan aku mengintipnya, entah mengapa aku ingin mereka melakukannya natural. Sebisa mungkin Bi Titin jangan sampai menyadari jika dia sedang kuintip. Aku jongkok di balik lemari perabotan yang berada diantara ruang makan dan dapur. Lokasi yang cukup strategis untuk mengintai. Tidak terlalu jauh juga tidak terlalu dekat, bahkan obrolan kecil mereka pun bisa terdengar dengan jelas. Bi Titin tampak menghadap kitchen set sementara Egar berdiri di belakangnya. Jarak keduanya sudah sangat dekat walau belum merapat. Setelah mengangkat jempol memebri kode padaku, Egar memulai aksinya dengan memeluk Bi Titin dari belakang. Sejurus kemudian aku dibuat terbelalak dengan mulut menganga. Tanpa basa-basi, terlihat Egar langsung mencumbu dan menciumi wajah bibir Bi Titin dengan sangat liar dan rakus. Bi Titin yang sepertinya sudah sangat siap itupun sama sekali tidak terlihat terkejut apalagi berteriak. Kedua tangan Egar kini sibuk meremasi bagian depan tubuh pembantunya. "Jangan di sini Mas, aaaaah.... Nanti kalau Mas Ndra ngeliat, gimana?" tanya Bi Titin lirih diantara lenguh manjanya. "Biarin aja, bukankah Bibi juga kepengen dipuaskan dia?" balas Egar dengan suara yang agak keras. Tampaknya sengaja dia menggodaku imanku. "Maaaaas Egaaar aaaah, gak sabaran banget sih," Bi Titin kembali melenguh saat anak majikannya makin buas mencumbu dan meremas buah d**a dari belakang. Aksi provokasi Egar tak sampai di situ. Dengan santainya dia membalikan tubuh Bi Titin, bertukar posisi hingga keduanya menghadapku. Bi Titin berada di depan sementara Egar memeluknya dari belakang. Tampaknya pelajar super m***m itu sengaja menampilkan view yang terbuka agar aku bisa leluasa menonton sekaligus merekam seluruh aksinya dengan sempurna. Sang pembantu yang mulai terbakar birahinya tampak sibuk melayani keberingasan perjaka ting-tung itu. Sang pembantu setengah baya itu menyandarkan kepala ke bahu kanan Egar. Wajahnya sedikit tengadah dengan mulut yang menganga. Desisan dan lengushan dari mulutnya terdengar seperti suara ular berbisa yang mendapati mangsa. Matanya merem melek hingga hanya terlihat warna putihnya. Si Jagur nan ganteng dan bengkok di balik celana seragamku semakin frontal menggeliat. Suhunya sudah diatas normal dan kekerasannya pun sudah maksimal. Bi Titin yang menggelinjang liar diremas payudaranya dengan sangat gemas oleh Egar. Satu persatau kancing dasternya lepas dan akhirnya satu-satunya pakaian yang membungkus tubuh Bi Titin terjatuh ke lantai. Istri Mang Sarnu itu kini telanjang bulat dalam pelukan anak majikannya. "Mas Egaaar aaaah, di kamar aja yu," ajak Bi Titin yang tampaknya sedikit merasa kurang nyaman. Namun rintihan dan kedua bola matanya makin menunjukkan jika sebenarnya dia tak terganggu dengan suasana dapur. Mataku makin fokus memperhatikan adegan super gila yang baru pertama kali disaksikan secara langsung ini. Tanganku yang sedang memegangi hape pun sedikit bergetar nyaris menggigil terbakar birahi. Tubuh Bi Titin yang sudah bugil terpampang jelas di layar hape, payudaranya yang bulat, kendur itu sedang dengan sangat ganas dirembas kedua tangan Egar. Desahan dan lenguhan dari keduanya makin terdengar nyata. Egar yang masih memakai singlet dan celana seragam, terus menggerayangi tubuh Bi Titin. Tangan kirinya meremasi p******a sementara tangan kanannya melata di perut hingga akhinrnya menelusup masuk dalam belahan s**********n Bi Titin. "Oooh Mas Egaaaaar.. nikmaaaat banget, aaaah..." Bi Titin melenguh panjang memebuat tangan Egar makin lincah memainkan kewanitaan yang kini tampak diangkat dan didorong ke atas oleh pemiliknya. Jakunku turun naik menelan ludah sendiri, adegan panas di depan mataku benar-benar membuat rongga mulut dan kerongkonganku kering kerontang. Tampaknya mereka benar-benar sudah sangat mahir, tak kalah dengan adegan yang diperankan para bintang panas yang ada di kolekasinya Fahmi. Adegan demi adegan terus mereka pertontonkan dengan sama sekali tak terganggu oleh apapun. Egar kini bahkan telah telanjang bulat berjongkok membelakangiku menghadap s**********n pembantunya. Kepalanya tampak bergerak-gerak lincah. "Aaaaaah mas enak bangeeet jilatannya, sama nikmatnya dengan ditusuk batang Mas Egar, aaaah aaah ssst." lenguh Bi Titin sangat keras. Jantungku benar-benar nyaris copot. Tak menduga Bi Titin sanggup mengucapkan kalimat sevulgar itu. "Aaaaa punya bibi enak banget...uuuuh harum lagi, aaah slruup slruuup." Egar pun memancing dengan kalimat yang tak kalah vulgarnya. "Aaaaaah nikmaaat Maaaas, aaaaah" Bi Titin semakin keras mencerau tampaknya jilatan dan permainan mulut Egar di kewanitaannya makin menggila. Sambil terus mendesah menahan nikmat, Bi Titin mengangkat sebelah kakinya lalu menumpukan pada dudukkan kursi yang ada di dekatnya. Sepertinya dia ingin memberikan keleluasaan pada anak majikannya untuk lebih liar dan ganas mengerjai kewanitaannya. "Teruuus mas, jilatin aaah nikmaaat bangeeet. Mas Egar pinter bangeeet aaaaah..." Bi Titin menyemangati dengan kepala mendongak ke belakang sementara wajahnya lurus menatap langit-langit dapur. Lenguhan dan erangan nikmat yang sangat vulgar terus meluncur dari mulut mereka. Beberapa kali aku menutup telinga karena benar-benar malu, risih dan tak nyaman mendengarnya. Wanita yang biasanya sangat alim, santun bahkan berpakaian terutup itu, sangat liar dan binal tak ubahnya p*****r pinggir jalan. Si ganteng bengkok pun tampaknya sudah tidak nyaman dalam celana seragamku. Suhu tubuhku makin tak terkendali, panas dingin silih berganti. Adegan live s*x yang dilakukan dua generasi tak seimbang yang dihiasi lenguhan vulgar benar-benar membuat udara dapur dan sekitarnya terasa panas membara. Beberapa kali aku memejamkan mata karena mulai tak tahan. Saat membuka mata kembali posisi mereka sudah berubah. Bi Titin dengan sangat bernafsu mengoral b***************n Egar yang ukurannya sangat standar. Wanita yang sudah memiliki dua cucu itu menjilati ujung kejantanan Egar yang tegak mengacung. "Mas Egar, bibi penasaran banget dengan isi tonjolan s**********n Mas Ndra. Keliatan banget kalau pakai celana seragam. Uuuh, gimana ya rasanya nyepong punya dia. Bibi penasaran, aaaaah sssst..." Bi Titin tiba-tiba bicara lantang dan aneh. Bulu kudukku kembali merinding merasakan jika wanita yang sedang menjilati kepala dan b***************n Egar itu bukan Bi Titin yang sebenarnya. Tapi jurig pohon sawo yang kehausan seks. Beberapa kali dia mengeluar masukan batang Egar di mulutnya sambil berceloteh vulgar membahas batang kejantanku. Egar mendesis-desis keenakan. Wajahnya yang ganteng, tubuhnya yang tinggi tegap, kekar atletis, tampak tidak seimbang dengan ukuran batang kejantanannya yang tidak seberapa. Bi Titin makin leluasa menjilati paha, selangakangan dan biji pelir Egar yang kini sebelah kakinya naik pada sandaran kursi. Setelah sekian lama dalam formasi demikian, Egar meminta Bi Titin menghentikan kuluman dan hisapan pada batangnya. Lalu dia mengambil posisi terlentang di lantai. Bi Titin pun langsung memposisikan diri di atas tubuh Egar. Tampaknya mereka akan segara ke puncak permainan. Kedua kaki Bi Titin mengangkangi tubuh Egar tepat di bagian s**********n. Dengan gerakan yang perlahan, Bi Titin menurunkan tubuhnya hingga posisi berjongkok. Wanita yang katanya kurang mendapat kepuasan dari suaminya itu menggenggam dan mengelus b***************n Egar yang tegak mengacung. Lalu kepala kejantanan sahabat laknatku diusap-usapkannya ke lubang kewanitaannya. Bi Tititn lalu menurunkan tubuhnya sekaligus hingga seluruh b***************n Egar hilang ditelan kewanitaannya. "Aaaaaaaaaaaaa....nikmatanya." Bi Titin melenguh panjang seiring dengan dinaik turunkan pantatnya. Deg! Jantungku kembali berdetak kencang saat Bi Titin yang bicaranya super jorok dan c***l itu memanggil-manggil namaku dengan sangat lantang, dia bahkan menjerit memintaku untuk menyetubuhinya. Sekujur tubuhku merinding terbakar birahi. Nafsuku yang meledak-ledak membimbing tanganku untuk semakin gencar dan kuat mengocok batang kejantananku sendiri hingga akhirnya si ganteng bengkok memuntahkan seluruh cairan super nikmatnya. Sementara pasangan m***m lantai dapur itu semakin menggila. Keduanya benar-benar sudah lepas kontrol, segala ucapan yang paling tabu dengan sangat lancar meluncur dari mulut keduanya. Kini posisi mereka pun sudah berganti. Egar yang menunggangi pembantunya dalam posisi anjing kawin. Sementara sekujur tubuhku mulai lemas, nafsuku hilang sirna berganti dengan penyesalan dan rasa berdosa yang tiada terkira. lenguhan dan desahan dua insan super c***l itu sama sekali sudah tidak menarik lagi untuk disaksikan. Tanpa mempedulikan jeritan Bi Titin yang terus memanggil-manggil namaku, aku segera beranjak dari persembunyian lalu berjalan setengah berlari menuju kamar Egar di lantai dua. Takuuuuuuut ^^^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD