bc

I Need Your Love

book_age18+
51
FOLLOW
1K
READ
brave
sweet
bxg
city
love at the first sight
like
intro-logo
Blurb

Masa muda Rayyan dirasa hancur saat pria itu tiba-tiba mendengar sesuatu yang sangat mengejutkan. Hari itu, Rayyan mendapati fakta bahwa dia sudah dijodohkan dengan seorang gadis muslimah bernama Mawar.

Anehnya, Rayyan selalu gagal menunjukkan penolakan. Bahkan sisi terburuk dalam hidupnya, pun sudah ia beberkan pada Mawar. Berharap gadis itu akan meminta perjodohan dibatalkan.

Namun, yang terjadi adalah, Mawar dengan senang hati menerima Rayyan apa adanya. Membuat pria itu mulai gila menghadapi sikap Mawar yang sangat menyebalkan.

chap-preview
Free preview
Pertemuan Pertama
Siang hari itu, matahari berada di puncak tertinggi langit. Membakar hampir setiap apapun di bumi. Pepohonan Nampak layu, manusia nampak lesu, bahkan air pun perlahan mulai menyurut. Meskipun cuaca sepanas itu, tapi tidak membuat Ray meninggalkan aktivitasnya seperti biasa. Dia menyibukkan diri di siang hari untuk berlatih, tidak pernah ia lupakan hal itu dari jadwal super padat yang sudah ia rancang sejak dua tahun belakangan. “Ray, lo terlalu bersemangat, deh. Panas tahu, istirahat kek sebentar." Aldo melemparkan handuk kecil ke arah sahabatnya itu, yang dibalas dengan tatapan sinis. “Ya elah. Rajin amat yang lagi besarin badan. Suka amat lo ya, kalau bikin cewek pada heboh liat body lo yang aduhai begitu.” Kali ini Mark melayangkan pujian sekaligus sindiran untuk Ray. Aldo dan Mark sama-sama tahu bagaimana fokusnya Ray dalam menjaga badannya. Sampai Ray mengesampingkan pekerjaan diusianya yang hampir berkepala tiga itu. Mereka heran dengan Ray yang selalu sibuk dengan jadwalnya tanpa pekerjaan yang jelas. Kecuali jelas menghamburkan uang dan bergonta-ganti pasangan. Bagi Ray sendiri, bekerja itu tidak penting. Kekayaan keluarganya bahkan tidak akan habis sampai tujuh keturunan. Lalu apa yang harus Ray pikirkan dan laukan. Ingin uang tinggal minta, ingin apa-apa tinggal perintah, bahkan saat ingi kepuasan pun, Ray masih berkuasa. Dia menjadi bahan rebutan banyak wanita. Udah tampan, tajir lagi. Siapa yang tidak suka coba. “Lo pikir Ray itu kaya’ wanita-wanita bohai, apa?” timpal Aldo yang tidak sependapat. “Ya kali, Do. Liat tuh, body seksi begitu lo bilang kagak bohai. Bahkan nih, ya. Kalau gue jadi cewek, satu-satunya yang bakal jadi keinginan gue adalah hidup sama dia, bro.” Mark menunjukkan tampang serius. Membuat bulu kuduk Aldo meremang seketika. Tiba-tiba sesuatu melayang ke arah Mark, mengenai kepalanya. Dia mengaduh sakit. “Kampret lo, ya. Lo jadi Gay sekarang? Sejak kapan? Jangan aneh-aneh deh, lo. Pake suka sama gue lagi.” Dari belakang Ray muncul seraya menyeka keringatnya. Mark yang melihat tubuh Ray dibalik baju olahraganya, seperti sedang melihat wanita seksi menari-nari di atas pentas. Tuk! Mark kembali mengaduh ketika Ray menjetuk kepalanya. Sakit. Ray seketika berubah seperti singa galak, bukan lagi wanita seksi yang menggiurkan. “Apa liat-liat. Lo suka sama gue?” hardik Ray kesal dan hampir melayangkan tinju ke wajah Mark, jika pria itu tidak cepat menundukkan kepalanya. “Tau tuh anak. Tiba-tiba otaknya keluyuran jauh banget. Entah habis nonton apaan dia,” celetuk Aldo merasa Mark bertingkah aneh hari ini. “Lo jangan rendahin gue dong. Gini-gini gue normal kali.” Mark membela diri. Tidak terima saat tuduhan dua sahabatnya itu yang sangat menyakitkan hingga ke ulu hati. Untung saja Mark bukan orang yang gampang marah. “Udah ah. Yuk cabut!” ajak Ray mulai bosan dengan celoteh mereka berdua. Jika lagi bersama, Aldo dan Mark memang susah sekali untuk diam. “Lo mau kemana? Udah selesai emang, baru juga 20 menit. Biasanya kan dua jam.” Aldo melihat layar ponsel yang dengan sengaja memasang Stopwatch untuk menghitung berapa lama waktu yang Ray habiskan di Gym. “Gue mau cari makan. Lapar. Kalian nggak ikut juga nggak papa, malah senang karena duit gue nggak habis.” Ray langsung meninggalkan mereka berdua. Mendengar makanan, mata Aldo dan Mark langsung berbinar seperti mendengar menang dari undian. Tanpa menunggu lama, keduanya langsung menyusul Ray dengan berlari kencang. “Makanan gratis siapa sih yang nggak mau, Ray.” Aldo merangkul bahu Ray di sebelah kanan. Dia tersenyum lebar, memperlihatkan kesenangan yang nyata. Inilah kesenangan sesungguhnya, saat sahabat mentraktir makan. Mark juga melakukan hal yang sama. Merangkul Ray di sebelah kiri. “Sayang kalau dilewatin.” Seolah Mark menambahkan kalimat Aldo yang kurang sempurna. Ray tidak menggubris, dia tahu bagaimana Aldo dan Mark. Sebagai seorang teman yang sudah mengenal mereka selama lima tahun, Ray tidak jarang menunjukkan sikap baik pada keduanya. Karena memang Aldo dan Mark adalah dua manusia yang sangat berbeda dengan dirinya, keduanya hidup pas-pasan dengan status yatim piatu. Setiap hari harus memikirkan bagaimana mencari sesuap nasi untuk esok hari. “Lo pesan apa, Ray?” tanya Aldo setelah mereka duduk di meja dan seorang pelayan restoran datang. “Seperti biasa,” sahut Ray singkat. Sedangkan matanya sedang fokus pada seorang gadis berjilbab yang sedang menekuni laptop di depannya. Mark yang sedang memegang daftar menu, langsung berkata pada pelayan di sebelahnya. “Mbak, pesan yang biasa tiga.” Memperlihatkan barisan giginya yang kurang rapi, karena ada gigi yang tumbuh berlapis akibat lama dicabut saat kecil. Pelayan wanita itu mengerutkan kening, merasa sedang dipermainkan oleh Mark. Tatapannya juga kesal, mengarah ke arah Mark dengan malas. “Lo kira dia jual yang biasa apa.” Aldo langsung membantu, merasa iba saat pelayan itu diberi lelucon oleh Mark. “Mbak, katakan aja pada yang punya restoran kalau Ray datang dan ingin makan.” Pelayan terlihat masih bingung. Dia masih bergeming dengan memegang pena serta buku kecil di tangannya. “Mbak ini tuli, ya. Kok diam aja dari tadi.” Mark kembali melontarkan kata yang berhasil membuat pelayan itu bersuara. “Mas, ngomongnya yang sopan, ya.” Hardiknya sedikit keras. Namun, tidak cukup untuk membuat Mark yang memang bukan sifatnya pemarah itu untuk marah ataupun kesal. Malah dengan santai memperlihatkan ekspresi yang mengesalkan. “Wih … galak amat ternyata kalau bicara.” “Huss. Jangan gangguin dia.” Aldo melerai. Lantas melihat ke arah pelayan tersebut. “Mbak ini orang baru, ya? Nggak kenal kami?” “Iya. Saya orang baru. Dan baru tahu kalau ada pelanggan yang tidak sopan seperti kalian,” sahut pelayan itu dengan berani. “Oh, pantas aja nggak kenal kita. Ternyata dia orang baru, Ray.” Aldo menatap Ray yang sejak tadi tidak merespon. Ray terlalu lelah untuk meladeni mereka yang kebiasaannya memang seperti itu. “Maafin sikap teman saya yang kadang-kadang memang kurang waras ya, Mbak.” Aldo menatap pelayan itu dengan wajah memelas. “Kampret lo, ya. Bilang gue nggak waras.” Mark melemparkan kotak tisu ke arah Aldo. Karena lemparannya sedikit keras, saat Aldo mengelak, kotak tisu itu malah melayang ke arah gadis berkerudung tersebut. “Astaghfirullahal’azim.” Gadis itu memegang dadanya karena terkejut. Sontak, tiga pria itu menoleh bersamaan ke arah gadis tersebut.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
84.6K
bc

Tentang Cinta Kita

read
186.5K
bc

Siap, Mas Bos!

read
9.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
12.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook