Violet Goldie

1782 Words
Violet Goldie bekerja sebagai sekretaris di perusahaan yang bergerak dibidang kesehatan Atigro Health Grup. Dia ini terkenal sangat dingin, pintar dan tidak sombong dia hanya sedikit bicara saja, dia tidak lebih pintar dari bakal atasanya nanti tapi, dia yakin orang yang menggantikan posisi Pak Wiryo adalah orang yang bisa dengan mudah bekerjasama dengannya. Voldie sapaan akrab dikantornya, dia memang sangat cekatan dengan pekerjaannya, dia bisa dengan cepat membantu menemukan solusi untuk atasannya. Dia terkenal juga sebagai orang yang serba bisa, mereka menyebut Voldie multitalented. Sudah hampir enam tahun Voldie bekerja diperusahaan ini, dia sudah hafal apa yang harus dilakukan, dan sudah berkali-kali pula pimpinannya berganti sesuai dengan instruksi dari perusahaan induknya. Kabarnya kali ini yang akan menjadi pimpinannya adalah seorang wanita muda yang tak lain anak bungsu dari ketua Atigro Health grup. Dia masih muda baru saja lulus mengambil gelar doktor dari Australia, tapi walaupun demikian dia dikenal sangat pintar tapi berhati dingin, sedikit mirip dengannya lebih kurang. Dengan berbagai potongan-potongan informasi ini, sebenarnya sedikit membuat Violet merasa getir. Dia takut kalau saja bosnya ini bertindak tidak manusiawi, tapi segera ditepisnya pikiran itu. Dia harus selalu memberikan semangat diri agar bisa bekerja dengan lebih baik lagi dan membesarkan seorang anak yang ditinggal pergi oleh orang tuanya. Yah ... Violet tinggal bersama Ayah dan seorang anak berumur sepuluh tahun bernama Alby Kavindra. Dia adalah anak dari adiknya yang kini entah dimana adiknya berada. Saat itu adiknya yang sudah lama menghilang akhirnya kembali dengan membawa seorang bayi yang belum diberi nama, dia melahirkan bayi tanpa tahu siapa ayah dari anak itu, Ayah mereka sangat marah lalu dia pergi lagi tanpa memberi kabar. Jadilah yang menanggung semua ini adalah Violet. Dia bekerja dari satu tempat ke tempat lain, karena pada dasarnya Violet pintar dia akhirnya diterima juga di perusahaan besar yang sudah berskala internasional ini. Memang dia membuktikan bahwa dia mampu mengerjakan apa yang bisa dia kerjakan. Sebenarnya dia mampu dan harus karena dia juga sudah menjadi tulang punggung keluarganya, ayahnya yang sudah pensiun dan terkadang sakit-sakitan ini memerlukan biaya yang tak sedikit dan ditambah lagi seorang anak kecil. Dia harus mampu dan dia harus bisa. Itu yang selalu dia camkan pada dirinya. Tak ada waktu untuk memikirkan tentang cinta, bahkan kata itu sudah sangat lama dia lupakan, dia tak ingin pengalaman pahit terulang kembali. Cukup, dia cukup tahu bagaimana rasanya sakit hati dan dia sudah tahu apa maksud dari kata perpisahan yang dilontarkan setelah adanya janji suci yang sakral pernikahan itu adalah kata perceraian. Perceraian diusia muda! Setelah sampai kantornya, Violet mendongakkan kepala melihat tinggi gedung pencakar langit tempatnya bekerja. Hari ini, adalah hari dimana bos barunya mulai bertugas. Dia harus semangat. Betul bahwa bos barunya ini wanita dan umurnya tidak lebih dari tiga puluh. *** "Voldie!" teriak Asta ketika dia akan memasuki Lift. Segera dia menahannya. "Bos baru hari ini masuk?" tanya Asta padanya. "Ya begitulah, people come, people go," ucap Violet singkat sambil menekan angka tujuh belas dan delapan belas, karena dia akan berhenti di lantai delapan belas sedangkan Asta berada dilantai tujuh belas, tempat dimana para marketing berada. "Kabarnya dia baru lulus doktor dengan hasil memuaskan." Asta lagi-lagi berusaha untuk bergosip dipagi hari. Violet hanya menanggapinya dengan tersenyum. Yah satu lagi sifat Violet yaitu dia tak suka ikut-ikutan bergosip. Kalau ada yang bergosip dia hanya sebagai pendengar dan tukang tersenyum manis dan tertawa renyah. Dia malas untuk ikut membumbui cerita yang tak didengarnya. "Sepertinya begitu," jawab Violet singkat. Asta jelas tahu bahwa Violet malas untuk bergunjing. TING! Lantai tujuh belas. "Aku duluan ya." Ucapnya sambil melambaikan tangan dan keluar dari lift. Tinggal Violet yang tersisa, karena ini masih pagi di lift hanya mereka berdua saja jadi lift ini akan sangat cepat sampai karena tak banyak penghentian. *** Seperti biasa, pagi yang baru ini membuat Violet sedikit sibuk. Dia menyiapkan beberapa hal yang harus ditandatangani oleh pimpinan baru dan beberapa berkas-berkas pending dari pimpinan sebelumnya. Dia juga sudah menyiapkan minuman yang akan diminum oleh pimpinan ini, karena dia menyukai yang hangat, Violet hanya menyiapkan saja racikannya, nanti kalau dia datang baru teh ini diseduh dengan panas delapan puluh derajat celcius saja. Dia mendapatkan instruksi ini langsung dari pimpinannya kemarin. Benar suaranya sangat dingin tapi mungkin saja itu hanya dari telpon. Sudah hampir setengah hari Violet menunggu kedatangan bos barunya tapi, yang ditunggu tak juga datang. Jam sudah menunjukkan saatnya makan siang, tidak ada telpon juga darinya. Dia sudah mengatakan juga kemarin jangan menghubunginya jika bukan dia yang menghubungi, artinya dia harus menunggu saja. Benar-benar kegiatan yang membosankan. *** "Maaf, aku terlambat datang. Ada yang harus kuurus sebelum datang kemari." Suara itu mengejutkan Violet yang sedang asyik dengan kegiatan membaca novel onlinenya. "Ah selamat siang Bu Anne." ucapnya langsung berdiri dan tersenyum manis. Benar saja, wanita yang kini berdiri dihadapan Violet ini sangat sempurna secara fisik. Wajahnya bahkan seperti wajah yang ada dikartun dengan dagu runcing mata besar, hidung mancung. Benar-benar Violet mengagumi kecantikannya ini. "Kau boleh istirahat. Ini sudah jam istirahatmu kan?" ucapnya sambil menunjukkan jam tanganya lalu tersenyum kemudian dia masuk kedalam ruangan yang tertutup itu. Sebelum pergi Violet menyeduh tehnya lalu masuk memberikan teh itu pada Ibu Anne. Pemimpin perusahaan mereka yang baru. Sepertinya dia orang yang baik. Tidak benar gosip yang mengatakan kalau Ibu Anne orang yang kejam dan dingin. "Ini tehnya Bu. Beberapa berkas pending sudah saya siapkan disana dan sudah saya catat sumary-nya," ucap Violet. "Okay, terima kasih. Kau istirahat saja," jawab Anne singkat. "Baik Bu, saya permisi." Violet keluar dari ruangan itu dengan senyuman mengembang. *** "Voldie, gimana bos baru?" Riza bertanya saat mereka makan siang bersama di kantin basement gedung ini. "Enak," jawab Violet singkat sambil memasukkan suapannya lagi kedalam mulut. "Beneran orangnya enak? Gak seperti gosip yang beredar?" Kini Angga berkata dengan takjub. "Makanannya enak," jawab Violet lagi sambil terkekeh. "Ih ... kita serius loh," ucap Riza. Violet terkekeh karena dia berhasil mengerjai temannya yang kepo tentang bos baru. "Beneran orangnya enak kok, dia baik dan dia ingetin gue biar istirahat." Violet yang sebenarnya. "Ah ... semoga saja dia seperti itu dengan kita," jawab Angga. Violet, Riza dan Angga adalah teman dekat dikantor ini, mereka masuk bersamaan dan ditempatkan diposisi yang berbeda, jika Violet masuk di bagian sekretariat perusahaan dan menjadi sekretaris, satu divisi dengan Riza di Divisi SDM dan Humas, sedang Riza di bagian pelatihan, dan Angga di Divisi Bisnis bagian perencanaan penjualan. "Malam ini lo ada acara?" tanya Angga pada Violet. Riza jelas tahu dari awal Angga selalu ingin dekat dengan Violet, tapi wanita ini tak bergeming sedikitpun. "Ya ... malam ini gue ada urusan keluarga tak bisa ditinggalkan." tawab Violet. Jika sudah seperti ini artinya Violet tak menerima bujuk rayu temannya untuk hang out bareng. "Gue malam ini mau dinner ma laki gue," ucap Riza sebelum ditanya sama Angga. "Laki? Sejak kapan lo punya laki?" Angga mendengus kesal karena dua wanita ini tidak bisa di ajak hepi-hepi. Mereka bertiga jelas masih lajang, walau sudah berkepala tiga tapi mereka tak menghiraukan orang lain. Katanya tradisi masyarakat urban yang sibuk mengejar karir. Angga jelas playboy, dia gonta ganti pacar tapi dia jelas susah menaklukkan Violet. Dia berkata pencariannya akan selesai jika Violet mau menjadi istrinya. Riza sama saja, dia tak suka terikat sebuah kata pernikahan, karena orang tuanya beberapa kali bercerai dia cukup hidup bebas saja tanpa ikatan, asal sama-sama senang sudah cukup. Violet? Ah, dia malas untuk membahas tentang cinta-cintaan. Hanya Violet saja yang agak tertutup dengan teman-temannya, kadang ada yang berkata bahwa Violet mungkin tak menyukai laki-laki. "Guys. Gue balik dulu, bos baru mungkin akan banyak yang dia tanyakan," ucap Violet langsung berdiri setelah menyeruput habis es teh nya dan berjalan tanpa menghiraukan jawaban dari temannya. Mereka hanya geleng-geleng kepala saja. "Ngga, lo masih suka sama Voldie?" Selidik Riza pada Angga yang masih melihat belakang punggung Violet yang berjalan menjauh. "Begitulah, dia bikin penasaran," jawab Angga terkekeh. "Berhentilah, dia cuma cinta sama pekerjaannya. Bisa jadi dia juga gak suka sama burung laki yang bikin enak!" celetuk Riza tanpa saringan bicara. Yah Riza memang seperti ini, dia selalu ceplas-ceplos. "Gila Lo! Makanya itu gue penasaran. Apa mungkin dia gak doyan pisang," jawab Angga sekenanya sambil menghabiskan sisa makanan yang ada didalam mulutnya. *** "Voldie, keruang Saya sebentar!" perintah Anne saat melewati meja Violet. Anne memang dari pergi keluar, tapi mungkin itu urusan pribadi saja, karena dia tidak berkata apapun dengannya. "Baik, Bu." Violet langsung mengambil agenda dan penanya lalu berjalan mengikuti Anne. "Duduk!" perintah Anne sambil tersenyum membuat Violet menaruh simpati padanya. Tak seperti yang orang bilang, batinnya. "Baik, Bu." Violet menganggukan kepala dengan sopan lalu duduk dihadapan Anne. "Voldie, tugasmu cukup baik Saya ingin minta tolong lagi padamu," ucap Anne dengan sangat sopan pada bawahannya ini. "Silakan saja Bu. Memang sudah tugas Saya," kawab Violet sambil tersenyum tak henti dia mengagumi wanita yang ada dihadapannya ini. Memang usinya terpaut enam tahun dibawahnya tapi sikapnya sudah sangat dewasa dan dia benar-benar terlihat wanita karir sesungguhnya. Dia yakin dibawah pimpinan Anne perusahaan ini akan jauh lebih baik. "Buat Resume terkait perusahaan New Golden Ekstrans dibawah grup Malliow Sejahtera. Lihat track record perusahaannya. Kirimkan laporannya padaku besok pagi. Apa kau bisa?" perintah Anne yang begitu tenang ini menambah kekaguman yang dimiliki oleh Violet. "Baik, Bu." jawab Violet sambil mencatat yang diperintahkan atasannya ini. "Dan ... satu lagi, apa selama ini tidak ada perubahan kebijakan terkait SDM yang kita miliki?" tanya Anne menyelidik. Violet diam, dia nampak berpikir, sebenarnya dia tahu memang ada beberapa yang tak beres diperusahaan ini tapi tak mungkin dia katakan, rasanya kurang pantas kalau dia yang menyampaikan. Dia tak mau dikatakan sebagai seorang penjilat. "Kalau itu ... bagaimana jika Ibu bicara langsung saja dengan direktur operasional kita Bu, karena Saya pikir ini bukan kompetensi Saya untuk menjelaskannya." Violet dengan halus menolak. Anne tersenyum penuh arti. "Baik kalau begitu jadwalkan pada Saya, besok adakan rapat dengan direktur operasional beserta kepala divisinya masing-masing, kecuali kepala divisi SDM." perintah itu terdengar mantap. Membuat Violet mengerti arah dari rapat itu nantinya. "Akan Saya jadwalkan Bu. Pagi pukul berapa Bu?" "Sembilan pagi tanpa terlambat." "Baik Bu. Apa ada hal lain lagi?" Violet bertanya lagi. "Apa kau punya suami?" Pertanyaan pribadi ini membuatnya gugup. "Saya ... saya tidak ada suami Bu." "Apa kau punya pacar?" tanya Anne lagi. Jujur dia merasa agak risih dengan pertanyaan pribadi. "Tidak juga Bu," jawabnya lagi. "Baik kalau begitu, kau bisa bekerja sampai malam kan." Ucapan Anne ini membuat Violet ternganga. Maksudnya, dia bisa lembur begitu? God! Sepertinya hak untuk pulang on time akan disita, bos baru ini sedikit menakutkan "I ... iya Bu." Violet menjawab dengan terbata. "Kalau begitu silahkan kerjakan apa yang baru Saya katakan." ucapnya dengan senyum manis. "Baik Bu." Violet berdiri dan berjalan keluar. Dalam hatinya dia berkata, "sepertinya dia tak sebaik yang kukira." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD