Makan Malam Keluarga

1144 Words
Terlihat jelas bahwa Anne sangat malas untuk ikut ke acara keluarganya, tapi dia tak punya pilihan dan dia harus menerima jika harus dijodoh-jodohkan dan melakukan pernikahan bisnis. Dia sangat hafal dengan karakter Papinya, Antonio Arago. Tak terbantahkan dan kejam. Walaupun dia anak kesayangan tapi tetap dia malas untuk beradu argumen dengan laki-laki itu. Toh nikah hanya sekedar nikah. Hatinya sudah seperti batu, keras dan dingin dengan kata cinta, tidak ada rumus dalam hidupnya jika cinta bisa merubah segalanya. Nevan, yah laki-laki yang akan dijodohkan itu adalah Nevan, enam tahun lebih tua darinya, perawakannya sangat luar biasa menggoda, memiliki wajah tampan dengan wanita-wanita yang lekat dengan dunianya. Anne sudah menyelediki tentang calon suaminya bahkan saat bertemu langsung pagi sebelum dia datang ke kantornya laki-laki itu dinilainya sangat arogan. Malam ini satu jam lagi di restoran Ariade salah satu restoran mewah kota itu kedua keluarga akan bertemu mungkin akan membahas terkait kedua anaknya untuk dijodohkan. Anne pergi menyetir sendiri kesana, sedang kedua orang tuanya akan datang bersama supir mereka. Keluarga Nevan sudah terlebih dahulu ada di sana, tapi sang anak belum juga menampakkan batang hidungnya. Terlihat jelas ibunya gelisah menunggu kedatangan putra mereka. Sama halnya dengan keluarga Anne yang sudah ada disana, orang tuanya juga menunggu Anne yang belum terlihat. Meyda mengirim pesan pada kakaknya bahwa Anne belum datang dan menanyakan keberadaan Nevan saat ini. Nevan tersenyum miring saat melihat pesan dari adiknya. Dia membalas pesan Meyda bahwa dia lima menit lagi akan sampai. "Anne ... kita lihat sejauh apa kau bisa bertahan dengan kesombonganmu itu," ucap Nevan. *** Nevan tiba di ruangan private itu, dia tersenyum dan menyadari bahwa Anne memang belum terlihat. Dia tahu wanita itu pasti sedang merencanakan sesuatu. Mereka mengobrol santai, Nevan hanya menanggapi sekilas dan dia masih sibuk berchat ria dengan adiknya yang duduk berjarak dua kursi darinya. Dia duduk tepat disebelah Ayahnya, sedang Meyada disebelah Ibunya. "Maaf Saya datang terlambat." Anne berkata saat masuk ruangan ini. "Ah akhirnya kau datang juga. Nevan sudah tak tahan ingin bertemu denganmu," ucap Ibunya Nevan langsung berdiri dan memeluk gadis bernama Anne ini. Dia datang dengan gaya yang sama, elegan wanita kelas atas. Dres hitam, rambut lurusnya dibiarkan terurai sama seperti saat dia datang kekantor tadi pagi bedanya sekarang telinganya dihiasi anting panjang. "Senang bertemu denganmu Tante Mali," ucapnya ramah. Ini sungguh berbeda dengan ucapannya dikantor Nevan tadi. 'Dasar licik,' batin Nevan. Meyda jelas tau apa yang ada dipikiran kakaknya ini. Sejujurnya dia juga tak terlalu menyukai bakal calon kakak iparnya ini. "Ah ini pasti Meyda ya!" Anne berkata ramah pada Meyda. "Iya ... senang bertemu langsung denganmu Kak Anne." Meyda berkata dengan pura-pura dan jelas juga Nevan mengetahuinya. 'Dasar wanita pintar sekali akting,' ucap Nevan dalam hati. "Ah ... Nevan, kita sudah jumpa tadi pagi." Anne langsung duduk bersebelahan dengan Nevan, sedang Nevan hanya tersenyum. Mereka berbicara tentang perjodohan ini, tak ada penolakan dari Anne tidak seperti sebelumnya yang dia seperti tidak menginginkan perjodohan ini. Nevan hanya diam, dia hanya ingin tahu permainan apa sebenarnya yang sedang dilakukan Anne. "Bagaimana menurutmu Van?" tanya Ayahnya pada Nevan yang daritadi sibuk dengan pikirannya sendiri. "Ah ... aku ... ikut kata Dad Saja," ucap Nevan santai yang dia tak tahu topik permasalahannya. "Wah kau memang benar-benar anak Dad!" ucap laki-laki ini disambung dengan tawanya, sedang Meyda terkejut mendengar ucapan kakaknya barusan. "Ehm ... Kak Nevan, bisa temani aku dulu sebenatar?" Meyda bertanya pada kakaknya setelah Ayahnya tertawa senang. "Kau mau apa?" Tanya Ibunya. "Aku—" "Oke, ayo!" Nevan sudah mengerti arah dari pembicaraan adiknya. Dia kemudian keluar bersama Meyda. "Apa Kakak gila?!" Meyda berkata sesaat seelah keluar dari ruangan itu. "Kenapa?" Nevan masih tak sadar dengan apa yang baru dia perbuat. "Kau mau menikah dengan perempuan itu?" Meyda mendengkus kesal. "Siapa yang mau menikah?" "Lah, tadi kakak bilang terserah Dad, artinya bulan depan kalian akan bertunangan dan tiga bulan setelahnya kalian menikah. Apa kakak sudah gila?!" Meyda benar-benar kesal dengan kakaknya ini. "What?! Gak mungkinlah." "Tapi si Anne itu tidak menolak dia mengatakan terserah pihak keluarga saja. Artinya kalian tidak ada yang menolak. Coba kakak jujur denganku, Apa kalian memang pernah bertemu sebelum ini? Apa kakak menyukai si Anne?" Cecar Meyda pada kakaknya. Nevan hanya terdiam, dia benar-benar tak menyangka bahwa hal sebesar ini terlewat olehnya, daritadi dia memikirkan hal lain. Lagipula dia berpikir bahwa Anne akan menolak karena dia datang kekantor dengan menabuh genderang perang. "Hei kak Nevan! Denger aku gak sih?!" Meyda membuyarkan lamuan Nevan yang berpikir macam-macam. "Apa yang sebenarnya sedang direncanakan wanita itu." Nevan terkesan bertanya dengan dirinya sendiri sedang Meyda terlihat makin kesal dengan kakaknya ini. Meyda adalah adik yang dengan rela akan menyeleksi kira-kira wanita itu baik atau tidak untuk kakaknya, tapi kali ini Meyda dibuat kesal karena sejak awal Meyda memiliki insting kalau Anne itu wanita licik. "Pulang ini kakak harus cerita padaku tentang yang aku tidak ketahui diantara kalian. You promised me to do that! Gak ada rahasia diantara kita kan." Meyda berjalan masuk meninggalkan Nevan yang masih tak habis pikir dengan apa yang baru saja terjadi. 'Dasar sial!' umpat Nevan. Dia kemudian berjalan masuk lagi keruangan itu saat dia masuk dia mendapati senyuman kepalsuan Anne padanya. "Kalian sudah setuju berarti pesta pertunangannya akan diberlangsungkan tiga bulan lagi, karena Anne bilang barusan dia tak bisa buru-buru, dia harus menyesuaikan diri dulu di perusahaannya yang baru, dia tak ingin pikirannya terbagi-bagi, untuk saat ini kalian harus lebih sering bertemu agar bisa lebih akrab lagi." Ayah Nevan menjelaskan padanya. Nevan berusaha untuk menahan wajahnya untuk tidak terlihat kalau dia tidak menyukainya dan Anne dia hanya tersenyum manis didepan semuanya. 'b******k!' umpat Nevan lagi dalam hati. *** Tak terasa pertemuan keluarga ini berjalan sesuai rencana, Nevan dan Anne mengantar orang tua mereka sampai depan pintu depan. Selepas kepergian kedua orang tua mereka masing-masing Nevan berjalan mendekati Anne yang terlihat dengan santai membuka smartphonenya. "Apa yang sebenarnya sedang kau rencanakan, Nona?" Bisikan Nevan ditelinga Anne ini membuat getaran itu kembali datang. Dia terdiam sejenak, mengatur agar kata-katanya keluar dengan baik. "Menikah denganmu," jawab Anne singkat. "Kau itu lucu, bukankah kau mengatakan bahwa kau tak menginginkannya? Apa kau tak konsisten terhadap ucapanmu?" Nevan berkata sambil menyeringai. "Maaf, aku berubah pikiran setelahnya. Maafkan aku calon tunanganku." ucapnya lembut sambil melingkarkan tangannya dipinggang Nevan. Nevan terkejut mendapatkan perilaku agresif barusan. Dia bahkan tak menyukai wanita yang terlalu agresif seperti itu. Lebih baik mencari yang lebih sedikit malu-malu, itu akan membuat sesuatu yang lain terasa berbeda. Jika Anne bertindak begitu, Nevan merasa bahwa wanita itu tidak enak untuk dijadikan tantangan karena dia sudah terbiasa dengan wanita yang berani. "Tapi, aku tidak akan melakukannya Nona. Mimpi saja jika ingin menikah denganku," Nevan melepaskan tangan Anne yang melingkar di pinggangnya, lalu berjalan pergi. Anne yang mendapatkan perlakuan seperti barusan menjadi sangat penasaran siapa sebenarnya laki-laki itu. Sombong dan angkuh, dia menjadi tertantang untuk mendapatkannya. "Kita lihat saja sampai dimana kesombonganmu itu," gumam Anne pelan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD