Mungkin Bukan Dia

1112 Words
Ini hari pertama dimana bos barunya mulai bekerja dan hari pertama dia lembur setelah bertahun-tahun tak pernah lagi melakukan hal itu. Semuanya sudah dia lakukan mulai dari membuat surat untuk rapat dengan direktur bidang operasional dan beberapa Kadiv dibawahnya; divisi layanan, divisi quality control, divisi kebijakan dan hukum tapi tidak untuk divisi SDM dan Humas, jika hal ini terjadi artinya notulen rapatnya adalah sekretaris CEO langsung, karena bagian sekretariat perusahaan dibawah divisi SDM dan Humas tidak ada yang diperkenankan untuk hadir. Sebenarnya memang permasalahan internal dari perusahaan ini cukup menggemparkan sampai akhirnya pimpinan mereka terjadi perombakan dan terakhir diganti adalah CEO nya, baru saja masuk CEO ini sudah menyuruhnya bekerja sangat keras. Dia sepertinya benar-benar akan menghabisi semua yang dirasa menggerogoti perusahaan. Tugas kedua yang dia lakukan adalah mencari tahu segala hal yang terkait dengan Malliaow Sejahtera Group dia merasa janggal pertama kali mendengar nama itu, tapi setelah dicari di internet dugaannya sepertinya benar. Malliauw Group yang dipimpin oleh ketua yang tak lain adalah bekas mertuanya, dan yang lebih mengejutkan lagi, New Golden Ekstrans adalah salah satu anak usahanya yang saat ini nama CEOnya adalah Nevan Mallory, mantan suaminya. Violet berharap agar orang lain banyak memiliki nama tersebut, tapi sepertinya tak mungkin. Mungkin Tuhan tidak memberikan cobaan yang melebihi batas kemampuan manusia, tapi saat membaca artikel-artikel tersebut membuat Violet makin ternganga. Nevan Mallory yang gambarnya jelas sekali dia adalah mantan suaminya dan kini menjabat sebagai CEO di New Golden Ekstrans, dia adalah CEO pertama dan perusahaan ini sudah berdiri selama dua tahun. Baru tahun kemarin akhirnya CEO ini kembali ke Indonesia setelah selama satu tahun dia mengendalikan perusahaannya dari jarak jauh. Bersama dengan seorang yang dia percayai, dia mampu membawa NGE melesat dengan keuntungan yang luar biasa. Seseorang itu bisa dibilang asisten pribadinya atau juga sekretarisnya, dia sangat berpengalaman dan selalu menciptakan berbagai macam peluang. Perusahaan ini bergerak dibidang jasa transportasi laut dan udara untuk urusan ekspor impor alat-alat kesehatan. Dia sangat brilian dan diakui luar biasa oleh para pesaingnya. Kenapa harus dia tahu tentang Nevan saat ini? Padahal sudah segala cara dia lakukan untuk melupakan laki-laki yang dia pikir sangat b******k ini. Dia berusaha mati-matian bekerja siang malam, menyibukkan diri agar tak lagi memikirkannya, tapi entah kenapa Nevan mulai membuat kepalanya penuh dengan berbagai macam pengalaman buruk itu kembali mengusik ketenangan yang sudah susah payah dia lupakan. Sesuatu yang besar yang sudah dia kunci rapat-rapat dalam hatinya. Untuk sesaat Violet menarik nafas panjang. Dia harus membuat laporannya, harus. Dia tak boleh lemah, lagipula Bu Anne memintanya untuk mendapatkan laporan itu pagi hari. Setelah hatinya tenang, Violet mulai membuat rangkaian kata-kata dalam komputernya. Dia mengetikkan berbagai macam hal-hal yang terkait dengan apa yang diminta oleh Ibu Anne. Dia melihat jam, sudah pukul delapan malam. Handphonenya berbunyi ada panggilan masuk dari Ayahnya. "Iya, Yah." jawab Violet. "Masih lama kamu pulangnya Nak?" Suaranya itu membuat ketenangan di hati Violet. "Sepertinya begitu Yah. Apa Ayah sudah makan?" "Tak perlu kau tanya, Ayah sudah makan dan Alby juga sudah. Daritadi Alby nanyain katanya tumben kamu baliknya malam." "Iya Yah, Vio masih banyak yang ingin dikerjakan, tapi nanti Vio akan berusaha secepat mungkin menyelesaikannya," jawab Violet dengan lembut. "Baik. Hati-hati pulangnya ya, Nak." Sambungan telpon terputus. Dia melihat wallpaper handphonenya dengan gambar Alby yang sedang memegang sebuah piala. Alby memang sangat pintar menggambar, mungkin bakat dari ibunya, adik Violet memang sangat pintar melukis, dia bahkan pernah mendapatkan beasiswa di NABA salah satu sekolah di Millan Italia, saat itu dia mengambil jurusan Painting and Visual Arts. Nila Silvera dia adik satu-satunya, kembalinya dari Italia dia sudah membawa seorang bayi dan menyerahkannya kepada Violet yang belum genap satu tahun bercerai. Ayahnya ketika itu marah besar, semua anak perempuannya benar-benar sangat payah. Padahal dia sudah mendidiknya dengan cara yang benar. Ibunya yang tak tahan dengan berbagai macam cobaan ini akhirnya merasa depresi dan meninggal karena serangan jantung. Semuanya lengkap sudah! Saat itu kehidupan Violet benar-benar hancur. Dia berada dititik terendah, untuk menyelamatkan nama keluarga akhirnya Ayahnya memutuskan bahwa Violet harus mengurusnya, karena bagaimanapun Violetlah yang pernah menikah. Nila Silvera tak kunjung datang walaupun Ibunya sudah meninggal. Dia pergi entah kemana setelah kemarahan Ayahnya. Yang tersisa hanyalah Ayahnya, bayi yang diberi nama Alby dan dirinya. Akhirnya mereka memutuskan untuk pindah ke kota lain agar kehidupan baru bisa dimulai. Jika mengingat runtutan masa lalu ini, terkadang Violet masih meneteskan air mata. Dia masih berusaha mencari adiknya, karena walau bagaimanapun dia harus tahu bahwa anak yang dilahirkannya tumbuh dengan baik dan sangat pintar. Dia harus bangga menjadi orang tuanya. Anak ini juga sudah tahu seperti apa kisah dirinya, dia bahkan berpikir sangat dewasa. Alby memang berbeda dari anak lainnya. "Ah ... tidak, tidak, tidak." Violet berkata sambil menggelengkan kepalanya. "Aku harus menyelesaikan semua ini agar cepat pulang." Dia mengerjakan semuanya dengan cepat, diperiksa sekali lagi laporan yang dibuatnya lalu dia tersenyum. Sudah menunjukkan pukul sembilan lewat. Dia harus segera membereskan mejanya. Tidak butuh waktu lebih dari lima menit akhirnya dia menyelesaikan semuanya. Dengan cepat dia turun dari gedung ini, dia memesan taksi online dan menunggu di halte yang ada di depan gedung tempatnya bekerja. Sambil menunggu di halte itu, dia melihat handphonenya yang terdapat banyak pesan masuk yang tak sempat dibacanya karena dia terlalu sibuk. Pertanyaan di group obrolan itu terkait dengan kepala divisi yang tidak diajak untuk rapat. Semua rata-rata menanyakan hal itu padanya, beberapa juga ada yang langsung chat pribadi dengannya. Jelas saja Violet adalah pemegang kunci rahasia yang tak akan bisa dibuka, dia hanya memberikan simbol pada masing-masing yang bertanya dan pernyataan darinya bahwa bukan otoritas dia untuk menjelaskannya, ditunggu saja beritanya besok. Hanya itu jawaban yang dia berikan kepada rekan-rekan kerjanya. Mereka juga tahu Violet integritasnya sangat baik wajar saja dia tak mau menceritakan apapun. Semuanya selesai Violet tersenyum dan dia mendongak melihat langit berharap bisa menemukan cahaya bintang, tapi sayang langitnya hanya hitam dan bias cahaya lampu di ibu kota menutupi sinar itu. Sambil menunggu taksi online datang dia akhirnya memutar lagu dari salah satu aplikasi musik yang ada di handphonenya, dan didalam hati dia selalu berdoa agar dirinya bisa bahagia. Agar dia bisa menemukan kebahagiaan yang diinginkannya. Kebahagiaan untuk mencari ketenangan jiwa. Taksi Online datang dan membawa Violet kembali ke rumahnya. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Sesaat sebelum Violet masuk kedalam taksi online itu, ada sepasang mata yang menangkap bayangannya, dia merasa bahwa sangat mengenal wanita itu. Tapi segera dia tepis perasaan itu. 'Ah mungkin bukan dia, hanya mirip saja.' ucapnya lagi sambil mengijak pedal gas dan mendahului taksi online itu. Walau dia mengatakan hal itu, dia merasa bahwa dia sangat mengenalnya, tapi tetap saja tidak mungkin, mana mungkin dia mau pindah le Ibu kota. Lagi-lagi dia meyakinkan dirinya bahwa itu bukan orang yang dimaksud. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD