***
Vega sudah tiga hari mengikuti rombongan tim marketing dari Jaya Agency. Setiap pagi ia harus bangun subuh, siap-siap, dan kemudian tiba di kantor Jaya pukul lima pagi dan mereka segera berangkat ke berbagai kabupaten di Jawa Barat.
Hari pertama mereka berangkat ke Garut, hari kedua ke Tasik, dan hari ketiga mereka ke Cianjur. Ada satu mobil yang penuh sesak dengan tiga orang staf angkut, tiga orang SPG, supir, dan barang-barang promosi. Produk yang sedang mengadakan promo keliling Jawa Barat ini adalah shampoo Luxe yang baru mengeluarkan varian baru.
Luxe ingin menggerakkan pemasaran di akar rumput, yaitu di tingkat pedagang pasar dan eceran. Kelompok Vega datang ke dua pasar di kota tujuan dan membuka stand kecil yang dihiasi banner dan perlengkapan promosi lainnya.
Vega dan kedua SPG lain akan menjajakan produk baru tersebut dengan memberikan lucky draw bagi pembeli yang membeli sejumlah tertentu. Hadiah yang mereka bawa bermacam-macam, mulai dari piring, setrika, rice cooker, dispenser, dll.
Hadiah undiannya sebagian besar sangat murah, bahkan dari 200 kertas undian, 170 di antaranya adalah kertas kosong, alias tidak beruntung, tetapi dengan adanya rice cooker dipajang sebagai hadiah utama, banyak pengunjung yang tertarik mencoba peruntungan mereka dan membeli produk untuk mendapatkan hadiah.
"Biasanya kertas berisi hadiah yang bagus-bagus kita sembunyikan dulu, soalnya kalau semua hadiahnya kita masukkan ke dalam mangkuk undian, bisa jadi ada pembeli beruntung yang akan langsung mendapatkan hadiah utamanya. Kalau hadiah utama dan yang bagus-bagus sudah hilang, pembeli menjadi tidak semangat," kata Ella saat ia dan Vega menggulung kertas berisi tulisan nama hadiah untuk dimasukkan ke dalam mangkuk undian.
Ella buru-buru mengantungi kertas berisi 5 hadiah utama dan menjelaskan alasan perbuatannya. Vega mengangguk paham. Ia setuju bahwa kalau di konter mereka sudah tidak ada setrika dan rice cooker, tentu pembeli tidak akan mampir.
Setelah mereka selesai mengatur mangkuk undian dan barang-barang jualan, Lucy mengambil toa dan mulai memberi pengumuman agar terdengar ke seantero pasar bahwa Shampoo Luxe sedang mengadakan promosi besar-besaran dan ini merupakan kesempatan mereka untuk mendapatkan hadiah langsung dari produk ini dengan membeli satu renteng produk Luxe varian terbaru.
"Bapak-bapak, Ibu-ibu... ayo beli produk Shampoo Luxe dengan wangi jeruk untuk menghilangkan ketombe. Ini adalah produk baru kami. Untuk setiap pembelian satu renteng, Anda berhak memperoleh kesempatan untuk mendapatkan puluhan hadian menarik!! Ayo... tunggu apa lagi?"
Tak henti-hentinya Lucy mengulangi pengumumannya. Pembeli yang mendengar suara Lucy kemudian berbondong-bondong datang untuk membeli shampoo.
Dengan cekatan Vega melayani mereka. Ia memberikan rentengan shampo dan menerima bayaran dari pembeli, Lucy terus memberikan pengumuman tanpa henti lewat megaphone (toa), sementara Ella mengurusi mangkuk berisi kertas undian.
Pembeli yang membeli satu renteng shampoo berhak mendapatkan satu kertas undian, dan itu berlaku kelipatan. Jika ada pembeli yang mendapatkan hadiah hiburan seperti kipas, perangkat sikat gigi dan odol, atau handuk kecil, maka Ella akan memberikan hadiahnya kepada mereka.
Semua pemenang akan difoto oleh staf agensi untuk dokumentasi. Setelah puluhan pembeli mengambil kertas undian dan tidak juga memenangkan hadiah menarik, diam-diam Ella akan menyelipkan satu kertas undian berisi hadiah utama ke dalam mangkuk.
Bila tidak ada juga pembeli yang memenangkan hadiah utama setelah berjam-jam, dan mulai terdengar protes dari mereka, maka ia akan menyelipkan kertas undian berisi hadiah utama tersebut ke tangannya saat pura-pura membuka kertas undian orang yang menurutnya pantas mendapatkannya.
Seperti siang ini, matahari sudah berada tepat di atas kepala dan panasnya cukup membuat kepala pusing. Jualan mereka mulai habis dan ada seorang nenek renta yang terseok-seok datang hendak membeli satu renteng shampoo, hendak mencoba peruntungannya. Ella menyodorkan mangkuk undian kepadanya.
"Silakan ambil undiannya, Nek."
Dengan wajah penuh harap, nenek itu memilih satu kertas lalu menyerahkannya kepada Ella. Gadis itu kasihan melihat si nenek dan diam-diam membuang kertas pilihannya setelah melihat nenek itu hanya memenangkan handuk keringat yang hanya seharga empat ribu rupiah.
Ia lalu mengambil kertas berisi tulisan rice cooker dari sakunya dan dengan gerakan dramatis membuka untuk membaca isinya.
"Nenek mendapatkan... Wahhhh!! Nenek beruntung sekali!! Ini isinya rice cooker, Nek! Dari tadi banyak lho, orang yang menginginkan hadiah ini..."
Wajah si nenek renta tampak bersinar-sinar bahagia. Air mata membasahi pelupuk matanya dan ia hanya bisa menggumam dengan suara tidak jelas.
"Wahhh... selamat ya, Nek..." Vega ikut menyalami nenek itu lalu bertepuk tangan. Para staf yang lain, termasuk Ella dan Lucy juga bertepuk tangan sangat meriah.
Mereka memfoto nenek itu di samping rice cooker. Vega sangat tersentuh melihat wajah renta dan keriput itu diliputi kebahagiaan yang luar biasa, seolah rice cooker itu adalah barang yang sangat mahal.
Hari ini Vega merasa sangat senang ia bekerja sebagai SPG dalam kegiatan promosi seperti ini. Ia dan teman-temannya setidaknya memiliki sedikit kewenangan untuk menentukan siapa yang akan mereka buat bahagia hari itu dengan hadiah dari produk yang mereka jajakan.
***
Setelah seminggu bangun jam empat pagi dan pulang jam sebelas malam demi melakukan pekerjaan SPG ke beberapa kabupaten, Vega mulai terbiasa. Tubuhnya sudah seperti robot yang bergerak hampir tanpa berpikir. Pagi-pagi sekali dengan terkantuk-kantuk ia sudah keluar kamar kosan dan naik angkot menuju kantor Jaya Agency.
Begitu semuanya siap untuk berangkat ke kota atau kabupaten berikutnya dengan mobil, ia akan meneruskan tidurnya di kursi paling belakang. Lumayan juga perjalanan selama tiga atau empat jam di mobil dapat dimanfaatkan untuk beristirahat sebelum kembali berjibaku seharian di lapangan dan pasar-pasar.
Selama seminggu itu, Rara dengan baik hati menandatangani absen untuk Vega dalam mata kuliah gabungan yang siswanya ratusan. Sang dosen tidak mungkin bisa memeriksa satu persatu kehadiran mahasiswanya. Sementara untuk mata kuliah jurusan, mau tak mau Vega terpaksa bolos.
Saat ini ia sama sekali tidak punya pilihan untuk menolak pekerjaan ini. Selama ia belum memiliki cukup uang untuk ongkos ke kampus, ia tidak dapat berangkat kuliah. Lagipula, pekerjaan SPG ini memberinya makan gratis tiga kali sehari. Ia sama sekali tidak perlu menguatirkan apa pun selama sepuluh hari ini.
Pada hari kedelapan, Vega yang sedang asyik tidur di kursi belakang mobil yang sedang melaju menuju Garut seketika terbangun ketika mendengar bunyi ponselnya yang terus-menerus berdering tanpa henti.
Ia buru-buru mengangkat ponselnya agar tidak mengganggu penumpang lain. Ketika ia hendak memencet terima, Vega menjadi terkesiap. Ia sama sekali tidak mengenal nomor telepon ini. Ia paling malas mengangkat nomor telepon dari orang yang tidak dikenalnya.
"Kenapa tidak diterima?" tanya Lucy keheranan.
Vega menggeleng. "Uhm.. aku nggak kenal nomornya. Siapa tahu ini penipu, tukang hipnotis, atau orang iseng. Nanti juga kalau memang penting dia akan SMS."
Ia memutuskan untuk mensenyapkan ponselnya agar tidak berbunyi nyaring lagi kalau nomor itu menelepon lagi.
Ah, untung saja ia melakukannya. Ternyata nomor telepon itu dengan tidak kenal menyerah terus meneleponnya. Vega hanya memandangi layar ponselnya dan bertanya dalam hati siapa gerangan yang begitu gigih meneleponnya dan apa tujuannya?
Sampai deringan itu mati, ia tidak juga mengangkatnya. Untunglah ponselnya sudah disenyapkan sehingga tidak ada penumpang di mobil yang memperhatikannya lagi. Vega hendak menyimpan ponselnya ke dalam tas, ketika akhirnya di layar terlihat tanda ada SMS masuk.
[Kamu kenapa bolos lama sekali? Kamu ini kemana sih?]
Eh? Vega mengerutkan keningnya. Ini pasti orang dari kampus karena membahas tentang Vega bolos. Tetapi siapa yang begitu ingin tahu hingga meneleponnya seperti ini? Yang tahu dirinya bolos hanyalah Rara, yang menawarkan diri menandatangani absen untuknya.
Vega tidak memberi tahu Rara bahwa ia bekerja. Ia hanya mengatakan bahwa ia punya sedikit urusan dan akan bolos kuliah sepuluh hari. Mungkin ini temannya yang keheranan karena sudah seminggu Vega tidak masuk kuliah.
[Maaf, aku ada keperluan mendesak. Aku akan kembali ke kampus tiga hari lagi.] Akhirnya Vega memutuskan untuk membalas SMS itu. Ia tidak ingin orang itu terus-menerus menerornya dengan telepon ataupun SMS.
[SEPULUH HARI?? Kamu ngapain saja? Lama betul. Bagaimana dengan absenmu?]
[Masih aman, kok. Rara akan menandatangani absenku untuk mata kuliah umum. Mata kuliah jurusan hanya terancam untuk mata kuliah Miss Perfect dan Pak Rune saja. Kamu nggak usah kuatir.]
[Memangnya urusan kamu sangat mendesak hingga harus bolos?]
[Mendesak.]
Vega tidak ingin kembali meladeni protes orang tersebut dan memutuskan untuk mematikan ponselnya. Toh ia tidak sedang menunggu telepon dari siapa pun. Lebih baik ia mematikan ponselnya agar dapat berkonsentrasi pada pekerjaannya.
Hari itu mereka berkeliling ke dua pasar di Garut: Pasar Induk dan satu lagi pasar yang lebih kecil. Di mana pun mereka berada, pengunjung selalu ramai memadati konter mereka untuk membeli Shampoo Luxe dan mencoba peruntungan untuk mendapatkan hadiah undian.
Bisa dibilang kampanye dari pasar ke pasar ini cukup berhasil untuk langsung menjangkau konsumen di target pasar produk tersebut. Vega merasa sangat capek, tetapi ia juga bersyukur karena selalu belajar hal baru dari pekerjaan ini.
Tubuhnya sangat lelah dan ia kembali tertidur dalam perjalanan kembali ke Bandung. Ia sama sekali tidak memikirkan tentang SMS tadi. Ketika ia tiba kembali di kamar kosnya dan menyalakan ponsel, berturut-turut masuk banyak SMS dari Rara dan beberapa teman sekelasnya.
[Vega, kamu di mana sih? Pak Rune nyariin kamu, tuh. Tadi dia marahin gue karena menandatangani absen buat kamu di mata kuliah umum. Dia tahu dari mana sih?]
Pesan dari Rara sontak membuat sepasang mata Vega membulat.
Astaga.. Pak Rune tahu dari mana?
Aduh.. jangan-jangan...
Gadis itu menepuk keningnya sambil mendesah pendek. Berarti tadi SMS-SMS itu datangnya dari Pak Rune, dan Vega dengan sembarangan menyebutkan bahwa Rara menandatangani absen untuknya...
Ia merasa sangat menyesal. Pasti Rara akan dihukum karena dirinya. Aduh... payah sekali. Kenapa juga dosen satu itu terlalu ingin tahu tentang Vega hingga ia menelepon dan mengirim SMS segala?
Ia buru-buru memencet nomor telepon yang tadi siang mengirim belasan missed call ke ponselnya. Ia harus minta maaf dan meluruskan semuanya kepada Pak Rune. Ia merasa sangat bersalah jika Rara yang dihukum karena dirinya.
TUT
TUT
Setelah lima deringan, panggilan teleponnya diangkat seorang laki-laki di ujung sana. Suaranya terdengar sewot ketika ia bicara.
"Kamu tahu ini jam berapa?"
Astaga.. Vega rasanya ingin menepuk kepalanya sendiri. Karena panik ia langsung menelepon Rune dan tidak menyadari bahwa sekarang sudah hampir jam 12 malam. Ketika mendengar suara sewot di ujung sana, secara refleks ia langsung menutup teleponnya.
Tangannya gemetar saat memeluk ponselnya di d**a. Barusan ia pasti sudah membangunkan macan tidur!