2. Pekerjaan Yang tepat

1173 Words
Zuna melangkahkan kakinya masuk kedalam sebuah rumah mewah. Ah, Bukan rumah. Ini lebih mirip istana kerajaan yang pernah Zuna lihat ditelevisi. "Ingat, Bersihkan dulu tubuhmu. Dan satu lagi, Pangeran kedua tidak menyukai seseorang yang bertindak lancang." Zuna menelan ludah gugup. Pasalnya, dia tidak tau sikap lancang itu yang bagaimana? Bukankah, Zuna pernah mengatakan pada Pria yang berdiri didepannya ini. Kalau Zuna, sudah lama tinggal dipanti dan tidak mengerti apa itu, Tata krama? "Kamu mendengarkan saya kan, Zuna?" Zuna mengangguk ragu. Ketika seorang pengawal mengantarnya masuk kedalam istana. Zuna terperangah, dan menatap takjub beberapa furniture mahal serta antik yang ada didalamnya. Kira-kira, kalau Zuna curi. Dia bisa tahan untuk dua bulan. "Lewat sini nona." Zuna mengangguk. Memasuki sebuah koridor yang tampak mewah dengan ukiran sulur didinding, sepanjang Zuna melangkah kakinya untuk masuk kedalam sana. Hingga akhirnya, mereka sampai disebuah kamar yang pintu depannya bercat merah. "Silahkan." Zuna membungkuk sebentar, Namun pengawal itu tampak tak setuju. "Pelayan!" Panggil pengawal yang tadi mengantarkannya sampai depan kamar. Tak lama wanita paruh baya datang, dengan mengenakan bajuu hitam putih yang sangat pas ditubuhnya. Zuna jadi insecure, melihat proporsi tubuh pelayan itu. "Urus nona ini." Pelayan itu tersenyum, kemudian membukakan Zuna pintu. Agar, Zuna dapat masuk kedalam sana. Zuna kembali menelan ludah, Melihat luas kamar dengan arsitektur indah. "Nona, Anda harus mandi terlebih dahulu." Suara pelayan itu seakan mengintrupsi, Zuna. Dengan segera, Zuna bangkit untuk masuk kedalam kamar mandi. Yang pada akhirnya kembali membuatnya bertingkah norak. "Silahkan." Ucap pelayan itu ramah, Zuna mengangguk kaku. Ingat, ini pertama kalinya dia menginjakkan kaki di istana. Zuna tidak tau, menerima pekerjaan ini akan terasa begitu sangat mudah. Kenapa dari kemarin dia tidak mencari pekerjaan seperti ini saja. Tersadar dari lamunannya, Pelayan tersebut segera membantu Zuna untuk berpakaian. Zuna disuruh memilih beberapa pakaian yang baru saja dibawakan. Betapa terkejutnya ia, pakaian-pakaian ini terlihat mewah dan Zuna merasa enggan untuk memakainya. "Anda bisa memilih salah satu, Nona." Ucap Pelayan yang sedaritadi menemani Zuna. Zuna tampak berpikir. Ada 7 gaun yang ada di atas ranjang. Zuna harus mencari gaun sederhana yang memang cocok untuk ia kenakan. For you information, setelah mandi. Tubuh, Zuna makin kinclong dan glowing. Biasanya, Zuna terlihat kucel, kumel dan bau. Tidak disangka kalau selama ini, Zuna aslinya punya kulit putih dan mulus. Pandangannya jatuh pada gaun berwarna peach. Dengan model sederhana, dan juga tidak terlalu pendek maupun panjang. Zuna rasa, gaun itu pasti pas bila ia kenakan. "Wah, sepertinya anda sangat berbakat dalam memilih pakaian yang tepat." Ucapan itu membuat pipi Zuna bersemu malu. "Terimakasih." Pelayan itu tampak tak suka, "Nona, lain kali jangan pernah anda mengucapkan terimakasih kepada kami." Peringat pelayan tersebut. Zuna mengangguk paham, dia lupa kalau sekarang, dia sedang bersandiwara menjadi nona besar. Zuna mengenakan pakaian itu dibantu pelayan. Setelahnya, para penata rias mulai memoles wajahnya dengan cantik. "Anda sangat cantik, Nona." Puji salah satu pelayan. Zuna hanya menarik senyum tipis. Dia tidak mau kejadian yang tadi terulang. Dimana, pelayan yang satunya menegur agar Zuna tidak mengucapkan kata-kata tersebut untuk bawahannya. Zuna memilih untuk mengingat kembali, apa-apa yang harus dia lakukan. Zuna mengigit bibir mengetahui berapa gajinya perbulan. Bukankah, hanya perlu sandiwara sebentar, dan kau akan menjadi kaya? Wah-wah, Zuna tidak habis pikir. Kenapa pekerjaan dari waktu ke waktu semakin mudah saja. "Sudah siap." Zuna mengerjabkan matanya, menatap kearah cermin besar dengan takjub. "Oh astaga! Ini benar-benar wajahku kan?" Ucapnya tak percaya. Pelayan yang tadi mengangguk samar dibelakang sana. Zuna tersenyum, tak lama sebuah ketukan pintu terdengar. Tok... tok... tok... Ceklek! "Pangeran menyuruh Nona untuk datang keruang kerja pangeran." Zuna segera bangkit. Sejujurnya, dia tidak tau bagaimana bentuk wajah pangeran kedua. Karena dia tidak terlalu mengikuti perkembangan politik kerajaan. Zuna dibawa melangkah masuk kedalam koridor yang memiliki arsitektur berbeda, dengan koridor sebelumnya. Hal itu sukses membuat, Zuna malah terheran sendiri. Sebenarnya, ada berapa banyak koridor yang ada di istana ini? Hingga akhirnya mereka sampai dan kini tengah berdiri didepan pintu kayu jati, yang dicat berwarna cokekat gelap. Zuna menarik nafas panjang sebelum akhirnya menghembuskannya dengan perlahan. Dia dilanda gugup, ketika pengawal itu hendak membuka pintu ruangan. Zuna berharap, semoga Pangeran kedua adalah orang yang ramah dan baik hati. Ceklek! Zuna dipersilahkan untuk masuk kedalam, dan betapa terkejutnya ia ketika melihat dua orang tampan disana. "Welcome to heaven." Suara itu, suara yang berhasil membuat bulu kuduk Zuna meremang. Zuna menatap kedua pria itu secara bergiliran. Zuna bahkan terperangah ketika kedua pria yang ada dihadapannya ini memiliki, visual yang luar biasa. Sekarang, biarkan Zuna berpikir. Mana yang menjadi pangeran kedua. Kalau dilihat-lihat, Seorang pria yang menyambutnya tadi memilki wibawa dan aura yang menakutkan. "Ada apa dengan pandanganmu." Zuna segera menunduk. Ketika suara berat itu terdengar sangat mengintimidasi. "Kei, inilah yang aku maksud tadi. Bukankah, begitu mudah mendapatkan apa yang menjadi kriteria terakhir?" Zuna diam. "Bagaimana, anda akan menyusun skenario ini?" Lelaki bernama Kei itu, menatap lurus kedepan. Dimana pangeran kedua dengan penuh karismanya, duduk dikursi kebesarannya. "Aku sudah menyusunnya. Kau tenang saja, sekarang bantu aku menjelaskan kepada Nona ini. Apa yang harus dia lakukan." Ucapnya tanpa ekspresi. Kei mengangguk, lalu mengajak Zuna untuk pergi dari ruangan ini. Hal itu membuat Zuna menjadi agak kesal, bukankah dia barusaja sampai disini? Zuna hanya bisa menahannya, dia tidak ingin di hari pertamanya bekerja. Dia sudah dikeluarkan. Kei mengajaknya keluar dari ruangan pangeran kedua. Zuna sudah seperti nona muda saja saat ini. Apalagi, ketika Kei mempersilahkannya untuk keluar dan mengajaknya keliling. "Saya tidak tau, bagaimana pangeran kedua berhasil menemukan anda, nona." Zuna tersenyum tipis mendengarnya. "Saya mewakili pangeran kedua, memintaa maaf kalau karena pekerjaan ini. Nona harus meninggalkan kebebasan Nona." Ucap Kei ramah. Zuna tersenyum, Setidaknya ada yang ramah dan terlihat bersahabat didalam istana megah ini. "Tidak apa-apa, aku justru berterimakasih pada pangeran kedua. Kalau dia tidak merekrutku, aku mungkin akan hidup menggelandang." Ujar Zuna. Kei mengangguk tanpa senyuman, "Seperti yang Nona ketahui, Pangeran kedua adalah orang yang bijaksana dan berkarisma. Tatapannya selalu tajam dan sangat tegas." Ucap Kei. Hal itu membuat, Zuna bergidik ngeri. Apa segitu perfectsionistnya seorang pangeran kedua. "Nona, Anda harus belajar memahami silsilah anggota kerajaan mulai saat ini." "Mulai dari kakek kerajaan?" Kei menggeleng, "Lebih tepatnya, dari awal mula kerajaan ini terbentuk." "Sial!" Gumam Zuna. *** Sementara itu, di istana lain bagian timur. Sekelompok orang tengah merayakan keberhasilan semu yang masih membutuhkan pencapaian, untuk meraihnya. "Bagaimana, apa kau melihat wajah ketakutan adikmu itu?" Suara wanita paruh baya dengan gaun elegan dan sanggulan khasnya yang cukup besar. Membuat, pria berperawakan tegas yang kini tengah duduk sembari menyesap dengan nikmat, secangkir teh. "Tidak." Jawabnya. Wanita paruh baya itu melipat tangan didada, "Benarkah? Wah dia memang tidak pernah berubah." Pria berperawakan tegad itu mengangguk samar, "Setidaknya, cepat atau lambat. Dia akan menyerah mengambil tahta." "Harus!" "Aku tidak ingin perbuatanku dimasa lalu, Sia-sia Aldrik!" Pria nerperawakan tegas itu, adalah Aldrik. Pangeran pertama yang seharusnya meraih tahta. Namun, karena dia lahir dari rahim seorang selir. Maka, Posisi yang seharusnya miliknya. Jatuh ketangan sang adik, yang tak lain adalah, Jake. "Tenang saja, aku tidak mungkin membuat semua perjuangan ibu, menjadi sia-sia. Pegang kata-kataku, Bu." ### Instagram : @im_yourput ###
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD