5 Akun Kejutan

1711 Words
Aku rasanya sudah tak sabar ingin menunjukkan kelakuan Nely kepada Mila. “Mil, kamu pingin tahu si Nely itu kek gimana? Nih!” Kuberikan gawaiku kepadanya. Tepat pada foto-foto yang dikirim Nely yang tersimpan di galeri. Termasuk foto di kamar hotel itu. “Astaghfirullaha‘adzim … Ya Allah, mimpi apa aku semalam?” Mila mengelus-elus dadanya. “Ini beneran Pak Wildan? Kok aku masih enggak percaya, ya. Ya Allah … kamu sabar banget, Say.” Mila masih mengamati foto itu satu persatu. Diklik terus di-zoom. “Ini ‘kan di Kawah Putih Bandung, Say. Kapan mereka ke sananya? Hm … gayanya Nely. Nempel terus. Pingin kujotos rasanya.” Mila masih terus memelototi foto-foto itu dan sesekali keluar kata-k********r dari mulutnya. “Maaf ya, Say. Aku jadi enggak ngefans lagi sama Pak Wildan kalo begini ceritanya. Padahal dulu aku itu kagum, loh. Orangnya pendiam. Bacaan al-Qur’annya fasih. Aku pas ikut layar dengerin Pak Wildan ngimami sholat rasane ayem atiku. Meski bacaan suamiku ya enak juga sih.” Mila terus mengenang saat masih kagum dengan sosok Mas Wildan. “Sudah, sudah nostalgianya,” potongku, “sekarang bantu aku gimana caranya bisa dapat informasi tentang Nely. Aku lagi judek ini enggak bisa mikir apa-apa. Semua serba tiba-tiba. Mana Mas Wildan tutup mulut lagi. Dia enggak mau buka identitasnya Nely sama sekali.” “Aduh Say, gitu saja kamu bingung. Sekarang ini ‘kan zamannya medsos. Ya kita cari saja di sana. Aku yakin orang senarsis Nely pasti lengkap akun medsosnya. Kamu cek di sss, aku cek di IG, ya.” Mila kemudian mengeluarkan ponselnya. “Oya, coba cek akun Pak Wildan juga. Siapa tahu Nely komentar di sana,” pintanya. Kami kemudian sama-sama berselancar di dunia maya. Sesuai arahan Mila, aku cek akun suamiku. Akun sss-nya sepi. Aku paham, ini karena suamiku bukan orang yang narsis. Dia tidak suka upload foto diri atau hal-hal yang menyangkut urusan pribadi. Paling cuma nge-share tulisan atau video tentang bacaan al-Qur’an. “Nihil, Mil. Enggak ada petunjuk di akun sss suamiku.” “Pak Wildan punya IG enggak?” “Enggak punya,” jawabku yakin. “Ya sudah, kamu fokus saja cari akunnya Nely di sss kalo gitu!” Tanpa menunggu lama, aku langsung mengetik nama Nely di pencarian. Ada banyak akun yang menggunakan nama Nely. Kami harus cek satu persatu untuk melihat gambar profilnya. Kata Mila, hampir dipastikan orang seperti Nely menggunakan gambar close up sebagai foto profilnya. Ini tentu lebih memudahkan kami melakukan pencarian. Kami hampir saja frustasi karena belum menemukan akun yang dimaksud. Hingga, “Alhamdulillah ketemu!” teriak Mila kegirangan hampir bersamaan denganku, sehingga Rheza terbangun dari tidurnya. “Bunda .…” panggil Rheza manja. “Iya sayang. Sudah bangun, ya? Duh pinter anak bunda. Yuk, baca doa dulu. Alhamdulillahilladzi ahyaanaa ba’damaa amaatanaa wa ilaihin nushur.” Sementara itu Rheza menirukan lafaz doa bangun tidur di bagian akhir kalimat saja. “Mimik!” pintanya. Segera kuambilkan minuman yang dia tunjuk, air mineral. Setelah itu dia menuding-nuding ke arah pintu. “Adik minta apa?” “Alan-alan.” “Oke, ayo kita jalan-jalan. Mau lihat ikan?” tawarku. Dia mengangguk. Lalu kuambil gendongan untuk menopang tubuhnya. Rheza paling suka melihat ikan. Di rumah juga dibuatkan kolam ikan mini sama Mas Wildan. Kesukaannya pada ikan tertular dari hobi kakaknya yang senang memelihara hewan yang hidup di air itu. Maklum, sama-sama anak cowok. “Mil, anakku minta keluar nih. Gimana?” “Enggak apa-apa. Turuti saja. Aku di sini saja ya. Biar aku kumpulin data tentang Nely dulu. Kok kebetulan temenku ada yang berteman dengan Nely ini. Tar kamu terima jadi aja, Say.” Mila masih serius membuka ponselnya. Bahkan dia menggunakan dua gawai sekaligus. Temanku yang satu ini memang encer otaknya. Dia selalu cepat dan tangkas jika bekerja. Makanya bisnis propertinya berkembang pesat, meski usianya masih 31 tahun. Aku tinggalkan Mila di kamar lalu menuruti keinginan Rheza melihat ikan di ruang lobi. Rheza kuajak dengan tetap membawa tiang infus tentunya. Sengaja kuminta tiang infus yang ada roda di bagian bawah agar memudahkan bergerak. Seperti saat ini ketika Rheza minta jalan-jalan. Pada detik ini hatiku merasa nelangsa, menggendong Rheza sekaligus menarik tiang infus. Aku yang biasanya tak pernah bersambat saat merawat anak, saat ini terbesit rasa sesak. Seolah ini menjadi pekerjaan yang berat. Padahal biasanya kulakoni dengan enteng. Ini efek dari status si Ulat Bulu yang aku lihat tadi. Ada rasa tak terima melihat Mas Wildan enak-enakkan pegangan tangan sama wanita lain, sementara aku di sini pegang tiang infus. Ngenes. Astaghfirullah, ikhlas Alya! Ikhlas merawat anak! Enggak usah iri sama lakimu yang lagi mabuk cinta itu! Hati kecilku mencoba menguatkan agar tetap tegar. Ponsel di saku kuambil. Aku ingin tahu apa yang dilakukan suamiku sekarang lewat panggilan video call. Meski aku tahu dia sedang bersama wanita itu. Kuniatkan biar dia ingat anaknya. Panggilan berdering. Berarti ponselnya aktif. Beberapa saat kemudian, panggilan diterima. “Ya, Dik. Ada apa?” Aku tak menjawab. Kamera gawai kuarahkan pada wajah Rheza. “Hai Rheza sayang, sudah bangun, ya? Ayah kerja dulu, maaf tadi belum sempat pamit.” “Eh … eh … ikan … ikan …,” ucap Rheza sambil mengarahkan telunjuknya ke akuarium. Lalu kamera ponsel kuarahkan pada wadah berisi ikan hias itu. “Ya, Sayang. Nanti ayah telepon ya kalo sudah nyampe. Ini masih di jalan. Dadah …” Mas Wildan melambaikan tangan kirinya. Kukira video akan dimatikan, ternyata kameranya beralih ke wajah perempuan itu. Dia tersenyum sinis kepadaku. Lirikan matanya terlihat licik. Meski tak bicara, ekspresinya sangat kentara mengejekku. Baru setelah itu video dimatikan. Lalu kukirimkan pesan. [Kok kamu enak, Mas. Jalan bareng perempuan itu. Sementara aku jagain Rheza di sini. Apa Rheza aku tinggal saja biar dijaga pembantu? Terus aku jalan juga sama teman kantorku?] Jelas aku tak akan tega meninggalkan Rheza dalam kondisi seperti ini. Pesan itu hanya gertakan untuk Mas Wildan. Biar dia sedikit saja pakai otaknya. Pesan itu centang dua biru, dibaca saja, tetapi tidak dibalas. Setelah puas melihat ikan, Rheza minta naik turun lift. Mungkin dipikirnya lift itu mainan baru. Dia tersenyum saat liftnya jalan. Memang saat lift bergerak ada sensasi enco kata orang Jawa. Aku sampai sungkan sama perawat yang ada di meja jaga. Dikiranya ngapain aku keluar masuk lift. Untungnya si perawat hanya tersenyum saat pandangan kami saling bertaut. Mungkin mereka sudah paham kalau ini permintaan anakku. Setelah bosan naik turun lift, akhirnya Rheza minta balik ke kamar. Kulihat Mila sudah membuat beberapa catatan di aplikasi note-nya. “Ini datanya si Nely. Nama akun sss-nya Nely Cantik. Akun IG-nya juga sama. Status janda dua anak. Resmi bercerai setahun yang lalu. Dia posting surat cerai dari pengadilan. Ini akun mantan suaminya. Mantan suaminya sudah nikah lagi. Satu bulan setelah surat cerai dari pengadilan terbit.” Mila melaporkan hasil pencariannya layaknya detektif profesional. Kuulaskan senyum melihat keseriusannya. "Oh, jadi dia baru setahun menjanda!” seruku, “kok kamu tahu akun mantan suaminya, dari mana?” tanyaku kagum dengan kinerja Mila. “Aku tadi search nama akunnya si Nely. Kebetulan ada orang yang nge-tag dia tiga tahun lalu. Di postingan itu juga ada akun lain yang di-tag, Muhammad Rifki. Aku curiga itu mantan suami Nely. Karena di postingan itu mereka seperti dua pasang keluarga yang sedang liburan. Setelah kucek, benar. Di postingan laki-laki itu, ada gambar anak yang juga ada di wall-nya Nely.” “Oh …” Mulutku membentuk huruf O saking salutnya. “Di akun Muhammad Rifki itu tertera keterangan dia menikah dengan Imelda Putri. Tugasmu sekarang, silakan gali informasi lebih dari suami istri itu. Kamu sudah paham ‘kan, Say?” “Ya, ngerti. Habis ini ku-inbox mereka.” “Oya, ada satu kejutan lagi,” tambah Mila sambil membuka kembali aplikasi sss. “Apa?” tanyaku penasaran. “Pantes saja akun Pak Wildan sepi. Lah, dia buat akun baru.” “Masak, sih?” tanyaku tak percaya. Tanpa banyak omong Mila langsung menunjukkan akun sss-nya si Nely. Tertera jelas di sana statusnya menikah dengan akun bernama Wildan Wildan. Aku langsung membuang muka ke tembok. Ternyata suamiku tak sepolos bayanganku soal media sosial. Di akun barunya itu dia begitu aktif membuat postingan pribadi. Mas Wildan dan Nely saling berkirim komentar di postingan mereka. Aku seperti tak mengenal suamiku sekarang. Akun mereka di-setting publik. Sehingga, meski tak berteman pun aku tetap bisa melihat semua isinya. Bisa jadi itu dilakukan agar aku leluasa melihatnya. Termasuk postingan si Nely saat memegang buket bunga dengan senyum mengembang, hingga menampakkan gigi dan gusinya. Keterangan di foto itu, ‘Thanks for the flower. A happy day.’ Kemudian teman-temannya mengomentari. “Sah dan basah, selamat ya ….” dan komentar senada lainnya. Kuduga itu adalah hari pernikahan mereka, meski tak di-upload foto akad pernikahan di sana. Diksi ‘sah’ dan ‘basah’ sudah mewakili prosesi akad nikah dan malam pertama. “Say, aku mau pamit dulu ya. Tetep semangat!” ucap Mila disertai seulas senyum. Mila pasti paham hatiku sangat sakit saat ini. “Aku akan support apa pun langkah yang kamu pilih.” Sekali lagi Mila memberiku dukungan. Dalam detik ini benakku berusaha mengumpulkan penggalan peristiwa dua bulan silam. Bertepatan pada tanggal yang sama saat Nely mengunggah foto memegang bunga itu. Sedang apakah aku kala itu hingga tak menyadari suamiku kawin lagi? “Oke, makasih untuk semuanya. Hati-hati di jalan, Mil!” ucapku saat Mila sudah menenteng tasnya. Kami bersalaman lalu berpelukan erat. “Oya, nanti fotonya Nely aku bawa ke Pak Kiai. Biar dilihat dia itu orangnya kek gimana.” Mila meminta izin kepadaku. “Terserah kamu, deh. Mau kamu buat nakut-nakutin tikus juga enggak apa-apa fotonya Ulat Bulu itu.” Aku sempat tertawa saat mengucapkannya. Kucoba sedikit rileks menyikapi masalah ini. Biar tidak terlalu tegang. Setelah Mila pergi, segera ku-inbox pesan untuk mantan suaminya Nely–Muhammad Rifki dan istrinya. Assalamu’alaikum. Pak Rifki, sebelumnya saya mohon maaf telah menyita waktunya. Mohon izin, perkenalkan saya Alya Az-Zahra. Saya membutuhkan informasi tentang Bu Nely karena dia telah menikah diam-diam dengan suami saya. Demikian, saya ucapkan terima kasih atas kerjasamanya. Semoga Bapak sekeluarga senantiasa dalam rahmat Allah subhanahu wa ta’ala.. Wassalam. Alya Az-Zahra Pesan yang sama kukirim melalui Messenger kepada istrinya Pak Rifki, hanya mengganti subjek penerima suratnya menjadi Imelda. Semoga mendapat balasan secepatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD