3 - Hilangnya keperjakaan Arya

1157 Words
Berhentilah menangis! Bukan kamu satu-satunya yang kehilangan aset berharga mu, tapi aku juga! . . . . Sinar mentari menyapa sepasang muda-mudi yang masih terlelap dalam tidurnya. Clara, wanita itu mengerjap-ngerjapkan matanya saat merasakan semburat cahaya mentari masuk, dan mengganggu tidur cantiknya. "Uhh ...." keluh wanita itu sambil memegangi kepalanya yang terasa sangat pusing. Kemudian matanya menatap langit-langit kamar yang sangat asing baginya. Merasa ada yang tak beres, dengan cepat Clara bangun dari tidurnya. Menatap sekelilingnya, dan mengerutkan keningnya. Heran, ini bukan kamarnya. Lalu, dimanakah di sekarang? Clara dibuat makin terkejut, saat mendapati tubuhnya hanya dibalut oleh bad cover. Belum cukup tenang, kini jantung Clara hampir dibuat loncat dari tempatnya. Saat melihat seorang lelaki tengah tertidur, sambil memunggungi dirinya. "Siapa? Siapa lelaki itu?" gumam Clara sambil menarik mundur tubuhnya, hingga hampir saja wanita itu terjungkal. Lagi-lagi Clara dibuat jantungan, saat melihat lelaki itu menggeliat, dan membuka matanya. Buru-buru menarik bad cover, dan menutupi bagian dadanya yang hampir kelihatan. "N - nona ...." Arya beringsut dari tidurnya, dan melakukan hal yang sama, seperti yang sedang dilakukan oleh Clara, menutup tubuhnya dengan bad cover. "Hu-hu-hu." Tiba-tiba saja Arya menangis. Clara dibuat heran, kenapa lelaki itu menangis? Ah, bukan-bukan! Yang lebih penting, kenapa lelaki itu ada di atas ranjangnya? Dan tanpa sehelai benang pula! "Kenapa kamu menangis, Ar?" tanya Clara sambil terus berusaha menutupi tubuhnya. "N - nona tidak tau! Jika semalam adalah pengalaman saya! Keperjakaan yang sudah saya jaga selama 29 tahun, kini hancur dalam semalam!" kata Arya sambil terus menangis. Clara tersenyum kecut. Bukankah Arya satu-satunya yang kehilangan keperjakaannya? Tetapi dia juga? Yang kehilangan keperawanannya? "Jangan menangis, Arya! Bukan kamu satu-satunya yang kehilangan keperjakaan, tetapi aku juga!" teriak Clara sambil menarik bad cover untuk menutupi tubuhnya yang hampir saja kelihatan. Arya menatap nanar ke arah Clara, mencari kebenaran apakah yang dikatakan oleh atasannya itu benar? "Apa? Kamu ga percaya kalo kejadian semalam itu hal yang pertama buat aku juga?" Clara menatap nyalang ke arah Arya. "Iya! Sudah pasti semalam adalah kegiatan ranjang Nona entah yang keberapa!" bentak Arya. Plak Satu tamparan mendarat dengan sempurna di pipi Arya. Clara tak menyangka jika Arya bisa mengatakan sesuatu yang sangat keji seperti itu! Apa katanya? Kegiatan ranjang yang keberapa? Bukankah mulut Arya itu sedikit keterlaluan? Ah, tanpa sadar Clara kembali menangis. Meratapi nasibnya yang sangat menyedihkan. Dikhianati pacar, lalu kehilangan keperawanan dengan cara yang sangat tidak terhormat, lalu mendapat tudingan yang seperti itu. "Kamu lihat ini, Arya? Lihat? Menurut kanu, ini darah apa? Hah? Ini adalah darah keperawanan aku! Jangan sembarang ketika berucap!" cecar Clara sambil bercucuran air mata. Arya menatap nanar pada bercak darah yang terlihat sangat kontras karena sprei yang mereka gunakan berwarna putih. "M — maaf, Nona," kata Arya tergagap. Lelaki itu tak menyangka jika semalam adalah pengalaman pertama untuk Clara. Ah, padahal semalam Clara sudah memberi tau dirinya, kenapa malah dirinya tak ingat? "Hu-hu-hu, kenapa hidupku seperti ini? Sudah dikhianati, lalu keperawanan yang aku jaga selama 30 tahun ini, malah direnggut paksa oleh sekretaris ku sendiri." Arya menatap tajam ke arah Clara. Apa katanya? Dia yang mengambil keperawanan Clara? Jangan bercanda! Bahkan lelaki itu yang diseret ke atas ranjang oleh Clara. "Jangan bercanda, Nona! Saya tidak mengambil keperawanan Nona! Tetapi Nona sendiri yang memaksanya!" "A - apa maksudmu, Arya?" tanya Clara di sela-sela tangisnya. "Coba ingat-ingat lagi kejadian semalam!" Dengan susah payah, Clara mengingat kejadian semalam. Bagai roll film, semua kejadian semalam berputar-putar di kepalanya. "T — tidak! I — itu tidak mungkin!" kata Clara sambil menggelengkan kepalanya dengan kuat. "Nona tidak lihat ini apa?" tanya Arya sambil menunjukkan tanda merah yang ditinggalkan oleh Clara di berbagai titik tubuhnya. "J — jangan bercanda, Arya! Ini tidak lucu!" bentak Clara, masih tidak bisa menerima kenyataan. "Tapi mau bagaimana pun juga, begitulah kejadiannya, Nona. Anda menyerang saya, dan menyeret saya hingga ke atas ranjang! Dan, Nona juga yang membuat saya mabuk, hingga akhirnya kejadian semalam pun terjadi." Clara masih termenung, menerima kenyataan yang sangat sulit ia terima. Ah, gara-gara alkohol sialan itu, Clara bahkan sampai kehilangan keperawanannya dengan cara yang tidak baik. Tidak-tidak! Jika saja Mike tidak mengkhianati dirinya, mungkin kejadian ini tidak akan terjadi. "Baiklah, aku minta maaf untuk kejadian semalam." Clara sedikit membungkuk, untuk meminta maaf. "Sudah saya maafkan." "Dan ... untuk kejadian panas semalam, kita lupakan saja. Toh kita sudah sama-sama dewasa, dan hal seperti one night stand seperti ini, adalah hal yang lumrah, bukan?" "Baik, saya setuju. Mari kita lupakan tentang kejadian panas semalam." Bukan karena apa-apa, Arya sepakat untuk melupakan kejadian semalam. Ia melakukannya, agar tidak menggangu pekerjannya. ****** Kini keduanya keluar dari hotel, sambil beriringan. Clara memakai kacamata hitam, untuk menutupi matanya yang sembab efek semalaman menangis. "Silakan, Nona." Arya membukakan pintu mobil untuk Clara, dan mempersilahkan atasannya itu untuk masuk. Clara masuk ke dalam mobil, lalu disusul oleh Arya yang kemudian duduk di belakang kemudi. Mobil mulai keluar dari hotel, dan mulai melaju menuju GW Group. ******* Clara dan Arya akhirnya tiba di GW Group, mereka masuk ke dalam lobby dan nunggu lift. Tak sedikit pula para karyawan yang bisik-bisik, karena atasan mereka yang hampir telat. Tidak biasanya seperti itu. Hingga akhirnya lift yang Clara tunggu tiba, dan membawa mereka berdua ke lantai di mana ruang kerja Clara berada. Di sana, sudah tangan kanan Arya - Anggi sudah menunggunya. Dia tersenyum, kemudian membisikkan sesuatu pada Arya. "Maaf, Pak. Di dalam Tuan Alex dan Nyonya Jessy sudah menunggu," bisik Anggi. Arya membulatkan matanya, terkejut. Sedangkan Clara, masih menunggu Arya yang masih berdiri di depan Anggi. "Ar, ayo masuk. Kamu sedang apa?" tanya Clara. Dengan cepat Arya mendekati Clara, yang masih mematung, menunggu dirinya. "Nona, di dalam Tuan Alex dan Nyonya Jessy sudah menunggu. Sepertinya mereka datang kemari, karena semalam Nona tidak pulang ke rumah." Clara mengangguk mengerti. Kemudian wanita cantik itu masuk ke dalam ruangannya, dan melihat orang tuanya sedang duduk bersama, sambil ditemani dengan secangkir teh hangat. "Ma, Pa, ada apa sampai kemari?" tanya Clara to the point. "Ah, dari mana saja, Sayang? Kenapa semalam tidak pulang ke rumah?" tanya Jessy sambil tersenyum simpul. "Ah, semalam, ya?" Clara tampak sedang mencari alasan. "Menginap di hotel?" tebak Alex. "Iya, semalam Clara menginap di hotel." "Dengan dia?" tanya Alex sambil melirik ke arah Arya, yang tepat berada di samping Clara. "Iya, dengan dia — " Clara menghentikan ucapannya. "Tidak, Clara menginap sendiri!" ralat wanita itu. "Oh, benarkah? Lalu, kamu bisa jelaskan, maksud dari foto-foto ini?" tanya Alex, sambil tersenyum puas. Clara dengan gemetar, mengambil foto yang diberikan oleh papanya, Alex. Mata wanita itu hampir saja keluar dari sarangnya, saat melihat foto-foto itu. "I — ini, dari mana, Papa dapat semua foto ini?" tanya Clara gugup. "Hey, ayolah, Sayang. Apa kamu lupa, siapa pemilik hotel di mana kamu menginap?" Clara berdecak kesal, saat tau siapa pemilik hotel tersebut. Siapa lagi jika bukan Barack, kakak laki-laki Clara? Dalam hati Clara mengumpat pada Arya, bagaimana bisa lelaki itu membawanya ke hotel milik kakaknya? Jika seperti itu, sama saja dengan bunuh diri, bukan?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD