2 - Hancur

1476 Words
Aku kira, kamu tidak akan pernah membuatku terluka. Ternyata aku salah ~ . . . . Clara berjalan menuju mobil yang terparkir di basement. Ah, sialnya dia lupa jika mobilnya dikunci dan kuncinya ada di tangan Arya. Wanita itu berjongkok di samping mobilnya, sambil terus menangis. Tak percaya dengan apa yang baru saja dilihat oleh mata kepalanya sendiri. Kekasih yang selama ini percaya, bahkan semua keinginan lelaki itu dituruti oleh Clara. Masih dengan posisinya, berjongkok dan menenggelamkan wajahnya pada lengan yang ia tumpukan di atas lutut. Arya melihat atasannya yang sedang berjongkok di samping mobil, dengan cepat menghampiri Clara. Mengusap pundak wanita itu yang terlihat bergetar hebat. "Sudah, jangan menangis, Nona," kata Arya lembut. "Kamu nggak tau rasanya dikhianati!" teriak Clara sambil bercucuran air mata. "Nona lupa, wanita yang ada di dalam kamar Mike itu siapa?" tanya Arya pada Clara. Clara tau, siapa yang ada di dalam kamar Mike tadi. Bella, kekasih Arya. Bukan dia satu-satunya korban di sini, tetapi Arya juga! Tapi kenapa, hanya dia yang terlihat hancur? Arya bahkan terlihat sangat baik-baik saja, setelah melihat kekasihnya yang sedang b******u dengan laki-laki lain. "Ah, aku benci! Kenapa dia tega melakukan hal seperti ini di belakangku?" Tangis Clara semakin pecah. Arya tak tau apa yang harus ia lakukan. Karena Arya sudah benar-benar lupa, bagaimana cara menenangkan wanita yang sedang menangis. Jika kalian bertanya, bagaimana Arya dan Bella bisa berpacaran? Tentu saja, Bella duluan yang mengajak lelaki kaku itu untuk pacaran. Bahkan hubungan mereka pun tak bisa dianggap benar-benar pacaran. Karena yang dilakukan oleh Arya hanyalah bekerja dan bekerja. Untuk sekedar memberikan kabar pada Bella saja, dia tak pernah mengawalinya. Ya, untuk urusan perempuan, Arya memang sangat payah! "Sudah, Nona jangan menangis." Hanya kalimat itu yang keluar dari mulut lelaki itu. Setelah cukup lama menangis, Clara akhirnya sedikit lebih tenang. Wanita itu hendak bangkit dari jongkoknya, tetapi malah hampir terjatuh karena sakit akibat terlalu berjongkok. Jika Arya tidak sigap menangkap tubuh Clara, wanita itu sudah terduduk di tanah. "Ayo, saya bantu," kata Arya sambil membantu Clara bangkit. Membuka mobil, membawa Clara masuk lalu setelah itu dia pun langsung duduk di belakang kemudi. Menjalankan mobil, keluar dari basement. Sepanjang perjalanan, Clara hanya diam. Wanita itu hanya menatap jalanan yang kini diterangi oleh lampu. Pikirannya benar-benar kacau, dan hatinya terasa sesak. Jika ingat bagaimana teganya Mike mengkhianati dirinya. Mengingat kebersamaan mereka yang selama satu tahun ini, membuat d**a Clara semakin sesak. "Night klub." "Ya, Nona?" tanya Arya karena takut jika ia salah dengar. "Kita ke Night klub!" "T — tapi, Nona ...." "Tidak ada bantahan!" "Baik, Nona." Arya hanya menurut, melajukan mobilnya menuju Night klub. Ada rasa khawatir memenuhi hatinya. Menerka-nerka, apa yang akan dilakukan oleh nona nya itu di klub malam? Untuk minum? Jangan bercanda! Atasannya itu paling payah dalam soal minum-minuman keras seperti itu. Untuk menghabiskan malam bersama lelaki lain? Sebagai ajang balas dendam? Oh, tidak. Clara bukan tipe pendendam seperti itu. Mobil akhirnya tiba di Night klub, Clara langsung turun dari mobil dan masuk ke dalam. Sambil disusul oleh Arya, dengan mulut terus komat-kamit, berharap atasannya itu tidak melakukan hal-hal aneh. Clara masuk duduk di salah satu kursi yang ada di hadapan bartender. "Apa yang ingin anda minum, Nona manis?" tanya bartender itu dengan sikap yang ramah. "Berikan aku minuman dengan kadar alkohol yang paling tinggi!" pinta Clara. Bartender itu terkesiap, tak yakin dengan apa yang baru saja dipinta oleh Clara. Sedangkan Arya, lelaki itu sedang mencari Clara di setiap penjuru ruanga, karena dia ketinggalan jejak Clara. Banyaknya pengunjung, membuat lelaki itu kesusahan mencari atasannya itu. "Aku ragu, jika kamu adalah peminum yang handal," sindir bartender itu. "Jadi, kamu mau memberikan aku minuman atau tidak?" bentak Clara sambil menatap nyalang pada bartender itu. "Oke, oke. Tunggu sebentar." Kemudian Clara menunggu meminumnya selesai dibuat, sambil menatap orang-orang yang sedang asik meliak-liukkan tubuh mereka, di bawah lampu yang kelap-kelip, sambil diiringi lagu yang dapat memecahkan gendang telinga. "Nona!" panggil Arya sambil menelusuri setiap jengkal dari tempat itu. Akhirnya mata lelaki itu menemukan keberadaan Clara, sedang duduk masih di depan seorang bartender, sambil memegang sebuah gelas yang sudah dipastikan, jika itu adalah minuman beralkohol. "Tidak!" gumam Arya sambil berlari mendekat ke arah Clara. "Kenapa tidak diminum? Kamu tak bisa minumannya, bukan?" tebak bartender itu sambil tersenyum. "Jangan sok tau ya kalo jadi orang!" sanggah Clara tak terima. Clara tersenyum, kemudian mendekatkan gelas yang berisikan alkohol itu pada bibirnya lalu meneguknya. Clara menghabiskan minuman itu dengan sekali teguk. Dan pada saat itu pula Arya datang untuk mencegahnya, tetapi terlambat. Karena minuman itu sudah masuk ke dalam mulut Clara. "Nona? Kenapa minum-minuman seperti ini? Bukannya Nona sendiri sudah tau, kalau Nona itu paling payah soal minum alkohol?" Arya terus mengoceh. Sedangkan kesadaran Clara sudah mulai menghilang akibat minuman tadi. Samar-samar dia mendengar suara Arya yang sedang memarahi dirinya. Matanya menatap ke arah Arya yang masih terus mengoceh. Clara menyipitkan matanya, membenarkan penglihatannya. "Mike?" "Apa? Nona bilang apa barusan?" "Mike? Kenapa? Kenapa kamu tega? Apa yang kurang dari aku? Kenapa kamu tega khianatin aku? Apa gara-gara aku nggak mau dicium? Apa karena aku nggak mau ngelakuin hubungan intim? Kenapa?" cecar Clara pada Arya, yang ia kira adalah Mike. Arya menatap heran pada atasannya itu. Ah, sepertinya efek alkoholnya sudah mulai. Tak ingin masalah semakin runyam, Arya bergegas membawa Clara keluar dari klub malam. Memapah Clara masuk ke dalam mobil. Lalu membawa mobil meninggalkan klub malam itu. Arya berpikir keras, kemana ia harus membawa atasannya itu? Pulang ke rumahnya? Oh tidak! Yang ada nanti Alex dan Jessy akan mengamuk, melihat anak bungsu mereka pulang dalam keadaan mabuk. Villa? Tidak-tidak! Jaraknya terlalu jauh jika ditempuh dari tempatnya sekarang berada. Apartemen? Tidak, sekarang apartemen itu sudah dihuni oleh Barack, kakak laki-laki Clara. Akhirnya Arya memutuskan untuk membawa Clara ke hotel, ini adalah satu-satunya yang bisa ia lakukan. Memapah Clara menuju kamar presidential suite yang sudah ia pesan tadi. Membawa atasannya itu untuk merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Saat Arya sedang membantu melepaskan sepatu milik Clara, tiba-tiba saja wanita itu memuntahkan isi perutnya. Dan sialnya malah mengenai pakaian Arya yang sedang digunakan lelaki itu. "Ah, Nona!" keluh Arya sambil menatap bajunya yang kotor. Setelah membantu Clara melepaskan sepatu dan blazer yang digunakan atasannya itu, Arya memilih untuk membersihkan tubuhnya dari perbuatan Clara tadi. Sebelum membersihkan tubuhnya, Arya sudah meminta seseorang untuk mengirimkan pakaian untuknya. Masuk ke dalam kamar mandi, lalu mengguyur tubuhnya dengan air yang keluar dari shower. Arya keluar setelah lelaki itu selesai mandi, dan sialnya saat dirinya keluar. Dia mendapati Clara sedang sedang meneguk sebotol wine, yang sepertinya ia pesan dari hotel. "Nona! Apa yang Anda lakukan?" tanya Arya sambil merebut botol wine yang sedang digenggam oleh Clara. "Kembalikan!" pinta Clara sambil berusaha mengambil wine yang direbut oleh Arya. "Sudah berhenti, Nona! Masih banyak lelaki di luar sana, yang lebih baik dari lelaki berengsek itu!" bentak Arya. Sepertinya lelaki itu sudah hilang kesabarannya, saat menghadapi Clara. Sampai tak sadar dirinya jika sudah membentak Clara. "Kenapa? Apa yang kurang dari aku, Ar? Coba, kasih tau aku, biar aku bisa perbaiki semuanya. Apa karna aku nggak mau di ajak berhubungan intim? Apa karna aku ga mau di ajak ciuman? Apakah dalam sebuah hubungan, melakukan itu semua adalah hal yang wajib? Kasih tau aku, Ar ...." Tangis Clara kembali pecah. Arya hanya bisa menghela napas, ini pertama kalinya ia melihat Clara menangis sampai seperti itu. Wajar saja, karena Mike adalah lelaki pertama yang menyentuh kehidupan Clara. Lelaki pertama yang mengenalkan apa itu cinta, pada wanita yang selalu sibuk dengan setumpuk dokumen. "Nggak, dalam sebuah hubungan, hal seperti itu bukan sesuatu yang wajib dilakukan. Bahkan setelah menikah sekali pun, kita tak bisa memaksa pasangan kita agar dia mau melakukan apa yang kita inginkan. Jangan menyalahkan diri Anda sendiri, Nona. Nona tida salah apa-apa." Arya menepuk-nepuk punggung Clara, guna menenangkan gadis itu. Clara mengangkat wajahnya, menatap Arya yang sedang berusaha menenangkan dirinya. Tanpa Arya sadari, Clara mengambil botol wine yang tadi ia simpan di atas meja, lalu kembali meneguknya. "Nona!" Arya kalang kabut, kembali mengambil botol wine dari tangan Clara. Clara menarik jubah mandi yang dikenakan oleh Arya, menarik lelaki itu dan mendekatkan bibirnya pada bibir lelaki itu. Memaksa Arya agar meminum wine langsung dari mulutnya. Mau tak mau Arya harus meneguk minuman beralkohol itu. "Uhuk ... uhuk ... N - nona, Anda keterlaluan!" kata Arya sambil menyeka wine dari mulutnya. Tubuh Arya terasa panas, kepalanya mulai terasa berat. Sial, padahal Arya adalah seorang peminum yang payah! Bahkan saat minum bir dengan kadar alkohol 1% pun, lelaki itu sudah dibuat mabuk. "Aku harus segera pergi!" kata Arya sambil mencoba bangkit. Tetapi tangannya ditahan oleh Clara, dengan sekali tarikan Arya sudah berada di atas kasur. Ya, Clara memang memiliki tenaga yang cukup kuat, untuk seukuran wanita. "N - nona?" Arya dibuat gugup, saat Clara menindih tubuhnya. "Women on top! Cukup nikmati permainan yang aku buat!" kata Clara sambil melucuti pakaiannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD