Bab 6

1066 Words
Bumi masih diselimuti dengan gelap. Matahari masih enggan keluar dari peraduannya. Sepasang lelaki dan wanita yang tidur dengan ranjang yang sama itu pun masih terlelap. Tangan kekar sang lelaki begitu posesif melingkar dipinggang sang wanita. Terlihat enggan beranjak meski sesekali sang wanita terlihat berat menopangnya. Nico yang tidur diranjang Lili. Bahkan semalaman tak terjaga saat ada kehangatan yang ia rasakan setiap kali berada dikamar tersebut. Sejak Lili tahu ini salah dan ingin menolak. Tapi ia sudah berjanji bahwa akan selalu setia dan patuh pada tuannya itu. Seperti yang Nico katakan sebelumnya bahwa keinginan Nico adalah hal yang menjadi kewajibannya untuk dituruti. Dan sepagi ini, Lili lah yang terjaga terjaga terlebih dahulu. Bukan karena tempatnya yang tidak nyaman. Lili adalah tip orang yang bisa tidur dimana saja. Bisa dihitung berapa kali ia tak bisa terlelap hanya karena masalah tempat. Ini lebih kepada situasi yang membuat mata serta pikirannya tak diijinkan untuk beristirahat dengan nyaman. Padahal Lili sudah bangun lebih awal pula untuk bersiap datang ketempat itu kemarin. Ia ingin sekali kembali beristirahat, tapi tak kunjung bisa. Dalam pikirannya masih terbayang bagaimana Nico datang semalam dalam keadaan mabuk dan membuatnya harus berakhir satu ranjang dengan lelaki itu saat ini. Tak ada yang terjadi antara keduanya selalin terlelap tidur. Bahkan Lilipun mendengar suara dengkuran yang keluar dari mulut Nico yang sedikit terbuka. Senyum kecil terbir dari bibir mungil Lili. Untuk pertama kalinya bisa mendengar suara selucu itu. Selama ini, menjadi istri seorang Theo tak lantas menjadikan Lili merasakan hal selayaknya seorang istri. Setiap pagi menyapa Lili hanya melihati ranjang kosong disisinya karena memang keduanya tidur terpisah. Lili belum benar-benar seutuhnya jadi seorang manita yang sudah menikah. Saat tangan kekar Nico bergerak, Lili terkesiap saat merasakan tangan kekar itu ternyata melingkar dipinggangnya. Pelukannya mulai terasa menyusuri perut ratanya. Bahkan telapaknya mahpir saja menyentuh bagian depan yang begitu sensitif jika disentuh oleh orang lain. Segera Lili menangkap dengan gerakan cepat agar tangan Nico tak menyentuh buah dadanya. Mata Lili melirik kearah Nico yang masih tertidur pulas diatas ranjangnya yang empuk dengan wajah polos bak bayi. Tanpa sadar Lili mendengus. Ini tidak adil. Saat dirinya masih terjebak dalam pikiran, lelaki itu justru terlihat nyaman disana. ‘Ah, sungguh menyebalkan,’ maki Lili dengan kesal. Tangannya bberusaha untuk mengalihkan tangan Nico dari atas tubuhnya dan berhasil. Berharap dengan cara itu dirinya bisa tertidur kembali. Tapi tak ada perubahan setelah lebih dari setengah jam berlalu. Meski matanya terpejam tapi pikirannya masih saja terjaga. Lili kembali membenarkan posisi bantal kebelakang kepalanya. Ia melihat diluar sudah mulai terang. Akhirnya Lili memutuskan untuk bangun dari tidurnya dan berjalan menuju kamar mandi. Berharap hal itu bisa membuat tubuhnya lebih segar. Dilepasnya satu persatu piama yang melekat ditubuhnya. Diputarnya kran shower dan Lili menyesuaikan suhu air supaya ia bisa mandi dengan air hangat. Bagaimanapun juga ini masih terlalu pagi dan Lili belum sanggup untuk mandi dengan air dingin. Saat dirinya membilas bagian wajah, Lili menjamah bibirnya secara perlahan. Teringat kembali olehnya bagaimana semalam Nico merampas ciuman pertamanya. Ya, Nico adalah orang yang menyentuh bibirnya untuk pertama kali. Dengan kasar dan penuh dengan pemaksaan. Meski sudah menikah tapi Lili tak pernah memberikan bibir bahkan tubuhnya pada Theo. Lelaki itu pun sepertinya enggan menjamah Lili dengan seribu penolakan yang sudah dia hapal diluar kepala. Nico sungguh menggagalkan bayangan Lili tentang ciuman pertama yang lembut dan penuh dengan debaran. Nico justru menyentuh bibirnya dengan penuh penekanan seolah-olah ia begitu dendam dengan bagian tubuh Lili itu. Dimana selalu menjawabnya dengan ucapan pedas. Nico ingin memberikan pelajaran pada Lili agar tidak membantahnya lagi setelah ini. Pun posisi mereka benar-benar sangat rapat. Lili bisa merasakan gesekan d**a depannya ke bagian d**a keras nan bidang milik Nico. Sesaat Lili menahan napas merasai tubuhnya bersentuhan langsung dengan tubuh Nico. Tanpa sadar Lili menggigit bibir bawahnya. Ciuman pemaksaan yang begitu memabukkan. Kenapa pula ia baru merasakannya sekarang? Kenapa semalam ia tak membalas saja ciuman itu? Ciuman bos tampan yang akan membuatnya semakin terbuai. Segera digelengkannya kepala untuk menghalau bayangan Nico semalam. Lili buru-buru membilas seluruh tubuhnya dan kembali mengenakan bathdrope yang semalam ia pakai. Dengan tergesa, Lili membuka pintu dalam keadaan menunduk dan... Bruuukkk... Lili menubruk d**a bidang yang tadi sempat ia bayangkan didalam kamar mandi. Matanya membulat tak percaya melihat Nico yang sudah bertelanjang d**a itu. tanpa mengerjap Lili terus terpesona dengan pemandangan indah yang ada dihadapannya. Nico berdiri disana dengan dahi mengernyit. Sudah sejak beberapa menit yang lalu ia berdiri didepan pintu. Lelaki itu terjaga karena mendengar gemericik air dari kamar mandi. Saat ia ingin memastikan, ternyata pintu kamar mandi tak tertutup dengan sempurna. Nico ingin masuk kedalam. Namun saat melihat Lili dengan tubuh polosnya, lelaki itu hanya diam ditempat dan menikmati tubuh indah Lili dari kejauhan. Ah, sialan. Kenapa pula jantungnya harus berdebar hanya karena melihati tubuh polos itu? Ini bukan pertama kalinya ia melihat tubuh tanpa sehelai benangpun dari seorang wanita, tapi anehnya untuk pertama kalinya Nico merasa berdebar. Diusapnya pelan tempat dimana Lili menubruknya tadi. Dahinya mengernyit pula melihat respon Lili yang masih terpaku ditempatnya. “Lama sekali. Minggir!” ucap Nico sambil menggeser bahu Lili dengan telapak tangannya yang besar hingga wanita itu langsung keluar dari kamar mandi secara paksa. Kepalanya yang tertunduk menyeimbangkan tubuh yang hendak jatuh langsung berpaling kebelakang dan melihat Nico yang sedang menutup pintu kamar mandi. “Dia punya kamar kan? Kamarnya juga ada kamar mandinya, kenapa mandi dikamar mandiku?,” gumam Lili pada dirinya sendiri. Tersadar jika sedang tak mengenakan apapun didalam bathdropenya, Lili segera mencari pakaian yang bisa ia kenakan untuk menutupi tubuh polosnya. Merasa malu karena tak teliti jika ada laki-laki disana dan bisa-bisanya ia justru mandi disana. Pun tadi pintu kamar mandi tidak tertutup sempurna, bagaimana jika Nico mengintipnya mandi? Ah, dasar bodoh! “Cepat ambilkan pakaian gantiku dan buatkan sarapan. Aku lapar,” seru Nico dari kamar mandi. Gemericik air mulai terdengar setelahnya. Dan Lili hanya mengangguk patuh dengan wajah polos mendengar perintah Nico. Tangannya sibuk memakai pakaian. Ia segera melangkahkan kakinya kekamar Nico dan mengambil satu setel jas yang bisa lelaki itu kenakan hari ini. Meski baru belajar, tapi Lili bisa menyerap dengan baik pelajaran tersebut dan mengaplikasikannya hari ini. Setelan jas hitam yang menjadi favorite Nico sudah berada ditangan Lili dengan segala aksesorisnya. Ia segera kembali kekamar untuk meletakkan pakaian itu sebelum Nico menyelesaikan mandinya. Pun ia harus segera menyiapkan sarapan seperti yang diminta tuannya itu. sungguh pagi yang sibuk. Bahkan Lili belum sempat bersisir dan bermake up demi bisa menyelesaikan tugasnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD