Malam sudah semakin larut, Nico baru saja selesai berbinHanag dengan salah satu pamannya. Wajahnya tampak muram. Seperti ada sesuatu hal yang sangat sulit ia pecahkan. Baru beberapa langkah menuruni tangga, Nico mendengar sebuah tawa yang sangat renyah, yang sangat ia hafal nadanya meski baru beberapa hari bertemu. “Lili,” gumamnya. Kemudian ia bergegas menuruni tangga dan menghampiri sumber suara. Benar saja. Lili sedang berdiri didapur bersama beberapa asisten rumah tangga ibunya sambil sesekali menutup mulutnya dengan tangan karena tertawa terlalu lebar. “Sudah, sudah. Jangan membuatku tambah sakit perut dengan mengatakan kekonyolan Tuan Nico dulu. Sungguh aku tidak bisa membayangkan jika aku berada disana saat itu,” ujar Lili sembari memegangi perutnya yang mulai terasa sakit. “Lili

