~1

2407 Words
Duduk terdiam dengan pikiran yang melayang mungkin sudah menjadi rutinitas seorang Iqbal Algian dua minggu terakhir ini. Pikirannya hanya tertuju pada perempuan yang ia tiduri yang sampai saat ini belum ia ketahui identitasnya. “ck” decakan Iqbal kembali terdengar, sesekali juga terdengar helaan nafas kasar yang membuat dua sahabat Iqbal yang lain menjadi jengkel. “Lo ngapa dah? Risih gue denger nafaas lu dari tadi!” ujar Gio yang sedang memakan baksonya dengan lahap. Iqbal hanya menatap malas kearah Gio. “Ngapa lo?” Tanya Raka yang baru sampai dari memesan makanan dan duduk dengan minuman ditangannya. Sedangkan Abian yang tau persis kegelisahan sabahatnya hanya diam tidak tahu harus bertindak seperti apa. Iqbal menatap semuanya dengan malas, ia benar-benar malas berbicara dan tidak bersemangat melakukan apapun. “Nope” jawab Iqbal singkat, kemudian matanya terpejam dan kembali mengingat perempuan yang susah ia renggut kesuciannya. Namun,lagi-lagi ia tidak bisa mengingat dengan jelas wajah gadis tersebut. Ia hanya bisa berharap, keajaiban Tuhan segera datang dan mempertemukan ia dengan perempuan itu. “Yaelah Bal, masih aja rahasian sama kita-kita” ujar Raka yang memang sudah tidak bisa menahan keingintahuannya sejak seminggu lalu. Ia yakin ada yang tidak beres dengan Iqbal, namun ia masih ingin melihat sampai mana sahabatnya itu akan menyembunyikan masalah ini terhadap teman-temannya. Iqbal membuka matanya dan menatap Raka yang berada disamping kanannya, namun pandangannya teralihkan pada pintu kantin yang terletak tepat dibelakang Raka. Bukan pintu tersebut yang menjadi pusat perhatiannya. Melainkan, segerombolan siswi yang baru saja masuk kedalam kantin, sangat berisik menurut Iqbal, ingin rasanya Iqbal meyumpal mulut para gadis tersebut dengan kaos kaki Gio yang sudah 5 bulan tidak dicuci. Iqbal keambali mengalihkan panddangannya kedepan dan pandangannya terkunci pada sesosok gadis bertubuh mungil yang sedang membayar belanjaanya. Cukup lama iqbal menatap gadis tersebut sampai akhirnya ia meanyadari satu hal. “Dia” ucap Iqbal dan langsung berdiri dari tempat duduknya, ia ingat itu adalah gadis yang ia tiduri beberapa minggu lalu. Iqbal berjalan memutari beberapa meja dengan mata yang tidak lepas dari perempuan itu dan mengejarnya. Abian yang melihat itu, langsung mengikuti Iqbal. Sedangkan raka dan Gio hanya melongo menatap kepergian mereka berdua. “Mereka kenapa dah?” Tanya Raka pada Gio, Gio hanya mengangkat bahunya acuh dan kembali memakan baksonya. “Auk, bodoamat lah. Gue lapar” ujar Gio dengan mulut yang terisi dengan bakso. “Iqbal” panggil Abian yang ikut mengejar Iqbal,iqbal berhenti tiba-tiba dan menoleh ke kanan-kiri seperti orang linglung. Abian yang melihat Iqbal berhenti, ikut berhenti dengan nafas yang tidak teratur. “Cewek itu?” Tanya Abian menebak orang yang dicari oleh Iqbal. Iqbal menatap Abian dan mengangguk lemah. Iqbal menyenderkan tubuhnya pada dinding kelas dan menatap Abian. “ Gue udah inget wajah dia” ucap Iqbal dengan pasti. Bian menoleh pada Iqbal dan menatap Iqbal dengan tatapan bertanya. “Serius? Terus lo kenal gak sama dia?” Tanya Bian yang masih mengontrol pernafasannya “Kenal, anak beasiswa prestasi. Saingan lo!” Ujar Iqbal lalu berjalan menuju salah satu tempat duduk yang berada di dekatnya “Andini? “ lirih Bian lalu duduk dihadapan Iqbal dan mengguncang tubuh Iqbal supaya memperjelas “Iya. Andini. Siapa lagi saingan berat lo?!” Bian memijat pangkal hidungnya, ia merasa iba pada Andini. Pasalnya, Andini adalah siswi beprestasi dan sudah ada beberapa Universitas ternama yang menawarkan beasiswa padanya “Dia dikelas 11 IPS A” ujar Bian tiba tiba. Iqbal mengernyitkan dahinya menatap Bian “Gue tau” “Terus kalo lo tau, kenapa gak kesana sekarang g****k?!” “Kok jadi lo yang nyolot sih?!” “Lo jelasin kedia sekarang!” Ujar Bian berapi api, entah kenapa rasa iba Bian sangat besar pada Andini Melihat Iqbal yang tak kunjung beranjak, Bian berdiri lalu menyeret Iqbal keluar kantin. Kejadian itu menjadi tontonan singkat oleh pengunjung kantin tidak terkecuali Gio dan Raka “Sebenernya apa yang gak kita tau?” Tanya Raka sambil melihat kepergian kedua sahabatnya itu. Gio hanya mengangkat bahunya. Sedangkan Abian terus menggeret Iqbal sampai di depan kelas Andini. “Lo ajak buat ngomong berdua sama dia” ujar Bian lalu menepuk pundak Iqbal sebanyak dua kali “Gue balik ke kantin, ntu dua curut pasti ngabisin makanan gue” lanjut Bian dan meninggalkan Iqbal sendiri. Iqbal menutup matanya dan menghela nafas supaya fikirannya sedikit tenang setelah itu iapun mulai mengetuk pintu. Mata Iqbal langsung menjelajahi seluruh kelas ini, tapi tidak menemukan Andini. “Eh elo bal, tumbenan lo kesini ada apa. Manggil anggota OSIS?” Tanya Lintang, ketua kelas di kelas 11 IPS A ini. Andini menahan nafas saat tau bahwa Iqbal memasuki kelasnya. Ia tidak mau bertemu dengan lelaki b***t itu. Ia tidak mau berurusan dengan manusia yang bernama Iqbal Algian lagi. “Gak kok, gue ada perlu bentar sama Andini” Degh Rasanya lutut Andini sungguh lemas dibuatnya. Andini semakin menelusupkan kepalanya. Ia tidak mau melihat wajah itu, ia tidak mau jika harus berinteraksi langsung dengan Iqbal “Oh, tuh anaknya. Kayaknya lagi gak enak badan gitu. Disuruh ke UKS gak mau” bukan Lintang yang menjawab melainkan Tika. Iqbal tersenyum pada Tika lalu berjalan menuju Andini. Andini yang mendengar suara langkah sepatu yang semakin dekat itupun semakin berdoa supaya Iqbal tak menghampirinya. YaAllah, buat iqbal kepeleset menjelang dia ke tempat duduk Dini YaAllah, buat Iqbal hilang ingatan tentang tujuan dia ke kelas Dini Namun sepertinya do'a Andini tak dikabulkan saat ia merasakan sentuhan tangan menepuk pundaknya Andini menolehkan kepalanya ke kiri, dan menepis tangan Iqbal “Dini? We need to talk” ujar Iqbal pada Andini, semua murid yang ada di kelas melihat kejadian itu. Mereka sedikit heran, pasalnya Iqbal adalah orang yang tidak pernah terdengar dekat dengan perempuan manapun, kecuali dulunya Areta. Namun, disini mereka melihat sendiri Iqbal seperti sedang membujuk Andini dan di tolak mentah-mentah oleh Andini. Iqbal menelan ludahnya samar, lalu berjongkok di depan Andini yang dihalangin oleh sebuah meja. Iqbal mengambil tangan Andini untuk digenggam. Entah apa yang membuat Iqbal bisa berlaku seperti itu, ia sendiri juga tidak paham dan lagi-lagi Andini menepisnya. Iqbal kehabisan cara, iapun menunduk dan mencoba mencari celah untuk melihat wajah Andini, mulanya ia menyingkirkan rambut Andini dan ditepis oleh Andini. Sampai akhirnya Andini habis kesabaran dan langsung berdiri, Andini menatap Iqbal yang masih berada di dalam posisi jongkok, ia bisa melihat penyesalan yang teramat dalam di mata Iqbal. “Lo siapa sih? Ganggu banget!” Sungut Andini lalu merapihkan kembali rambutnya. Beberapa orang yang dari tadi memperhatikan sedikit terkejut melihat respon Andini pada Iqbal, tak terkecuali Iqbal Iqbal berdiri dari jongkoknya dan menatap Andini lalu menggenggam tangan Andini dan menariknya keluar kelas “Lepasin!” Andini terus meronta, meminta untuk dilepas namun iqbal tidak juga melepasnya. Kesal, Andini menampar Iqbal di hadapan seluruh temannya. Jujur, ini adalah kali pertamanya Andini bermain tangan pada seseorang. Iqbal membeku dan kesempatan itu digunakannya untuk keluar kelas menuju toilet. Iqbal langsung mengejar Andini “Kita perlu bicara Andini!” Ucap Iqbal lagi, Andini menghentikan langkahnya lalu menatap Iqbal. Rasanya ia ingin menangis dan memukul lelaki dihadapannya ini namun itu tidak mungkin di lakukannya, ini masih area sekolah. oleh sebab itu, ia hanya menghela nafas dalam dan menahan airmatanya. Andini menghela nafas sekali lagi sambil menutup matanya “Anggap aja itu semua gak pernah terjadi, kita jalanin hidup masing-masing dengan normal kayak sebelum sebelumnya. Kita gak saling kenal” Iqbal menatap Andini tidak percaya dengan ucapan Andini beberapa detik yang lalu Iqbal menahan lengan Andini supaya Andini tidak kabur keman mana lalu Iqbal berjalan mendekat ke arah Andini “Gue. Habis. Perkosa lo. Dan lo bilang lupain gitu aja?” Tanya Iqbal pelan yang hanya bisa didengar oleh mereka berdua Andini melepaskan tangan Iqbal dari lengannya dan balik menatap tajam pada Iqbal “Ya, anggap aja gak ada yang terjadi diantara kita” ujar Andini tegas. Iqbal mengeraskan rahangnya “Terus kalau lo hamil gimana?” Tanya Iqbal sedikit kesal karena Andini menyepelekan permasalahan ini “Gue pastiin gue gak akan hamil!” Iqbal benar benar tidak habis fikir dengan Andini. Sepele kah masalah mereka? Sampai-sampai Andini sangat gampang mengucapkan kalimat tadi? Cukup lama mereka berada didalam pikiran masing masing sampai akhirnya suara bel tanda masuknya jam pelajaran mengembalikan mereka ke alam sadar. “Gue bakal nikahin lo. Secepatnya!” Ujar Iqbal lalu meninggalkan Andini yang terkejut atas ucapan Iqbal. *** “Assalamualaikum” salam Dini saat memasuki rumahnya “Waalaikumsalam” jawab bu Rini, langsung saja Dini menyalimi tangan orang tuanya itu dan berjalan menuju kamarnya “Gak makan dulu kamu?” Tanya bu Rini saat Andini akan membuka pintu rumahnya “Entar aja bun, Dini tadi udah makan” “Yaudah kalau gitu” Andini mengangguk lalu iapun berjalan memasuki kamarnya dan menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Pikirannya melayang pada ucapan Iqbal yang akan menikahinya. Berulang kali Andini berdecak gelisah “Kamu nanti minta maaf sama ayah kamu gih, ayah kayak gitu kan karena sayang sama kamu” ucap bu Rini yang masuk kedalam kamar Dini tiba- tiba “Ih, bunda main masuk masuk aja!” Ujar Dini mengerucutkan bibirnya kesal “Kamu ada masalah, bunda perhatiin kamu ga banyak ngomong sejak pulang dari ngurusinnperpisahan sekolah kamu?” Tanya bu Rini dan duduk diatas kasur yang sedang diduduki oleh Andini. Andini menatap Bu Rini dengan pandangan bersalah. “Enggak kok bun, Dini cuma banyak tugas aja, jadi capek deh” ujar Andini berbohong. Bu Rini tersenyum dan mengangguk. “Yaudah, nanti abis maghrib minta maaf lagi sama ayah kamu karena kamu ga pulang malam itu” Dini tersenyum sambil mengangkat kedua jempolnya ke udara, mengisyaratkan bahwa iya memahami perintah ibunya. Bu Rini memutar knop pintu, namun saat pintu belum terbuka utuh Dini memanggil bu Rini “Bun?” “Iya? Kenapa?” Tanya bu Rini dengan tangan yang berada di knop pintu “Maafin Dini ya bun” ucap Dini tulus “Maafin Dini karena Dini gak bisa jaga diri untuk tiket masuk surga ayah sama bunda” lanjut Dini dalam hati “Iya sayang, pokoknya kamu gak boleh lagi bikin orang tua khawatir” ujar bu Rini, Dini mengangguk. Setelah itu bu Rini keluar dari kamar Dini. Dini turun dari ranjangnya dan segera mengunci pintu kamarnya. Air matanya kembali keluar dan membasahi pipinya “Maafin Dini bun” ucapnya lalu duduk di lantai dan memeluk lututnya. Ia terus menangis tanpa suara sampai tak berapa lama terdengar suara ketukan pintu dan suara ibunya. “Dini, cepat keluar. Ada teman kamu” ucap bu Rini. Dini mengernyitkan dahinya bingung, pasalnya, sahabatnya Tiva tidak sekolah tadi dikarenakan Tiva di rawat dirumah sakit. Lalu, siapa yang datang? Tidak ada orang lain selain Tiva yang mengetahui rumahnya “Iya bun, sebentar” ucap Dini, lalu iapun mengganti baju sekolahnya dengan baju rumahan. Dini keluar dari kamarnya dan menuju ruang tamu, betapa terkejutnya ia saat melihat Iqbal lah teman yang dimaksud oleh bundanya. Dini langsung bergegas ke sofa dimana Iqbal duduk dan menarik tangan Iqbal keluar rumahnya. Iqbal sedikit terkejut ditarik seperti ini, namun ia juga tidak menahan dirinya. “Ngapain lo kerumah gue?” Tanya Dini tidak santai “Gue mau ngajak lo ngomong” “Mau ngomong apalagi sih? Gue tuh muak liat muka lo” Dini melipat kedua tangannya dan menatap nyalang kearah Iqbal. Iqbal memejamkan matanya, ia tidak mau emosi meskipun ia sudah hampir terpancing karena mulut pedas Dini. “Gue-” perkataan Iqbal terhenti karena bu Rini menginterupsinya “Loh kalian disini, kenapa gak didalam aja Ni?” Tanya bu Rini pada Dini “Iqbal, katanya mau langsung pulang bun. Cuman mau ngantar flashdisk” jawab Dini berbohong “Oh gitu, padahal bunda udah nyiapin teh” ucap bu Rini, Iqbal tersenyum hangat “Yaudah kalau gitu, Iqbal minum dulu deh bu” ujar Iqbal dan langsung memasuki rumah lagi meninggalkan Dini yang sudah mengumpat. Dini memasuki rumah dan duduk diseberang Iqbal yang sedang meminum teh buatan bundanya “Jadi, kalian satu kelas?” Tanya bu Rini sambil membukakan beberapa tutup toples untuk di unjukan pada Iqbal “Enggak bu, kita satu organisasi. OSIS” jawab Iqbal, Dini melipat kedua tangannya didepan d**a. Lalu ia membuka ponselnya untuk menghilangkan rasa jenuh dan kesalnya. “Dini, kok kamu diam aja? Temannya di ajak ngomong dong” ucap bu Rini lalu berdiri dari duduknya, Dini hanya mengangguk dan tersenyum “Bunda ke dapur sebentar ya” izin bu Rini meninggalkan Dini dan Iqbal berdua di ruang tamu “Abisin teh, abis itu pulang dan jangan pernah balik lagi kesini!” Ucap Dini dengan emosi yang menggebu, Iqbal menatap Dini lumayan lama lalu iapun akhirnya bersuara. “Lo ngusir gue?” “Astaga, lo g****k apa oon sih? Otak lo ga bisa mikir apa kalau daritadi kalimat gue itu kalimat pengusiran?!” Dini menggaruk telinganya yang panas karena emosi. “Mulut lo pedes ya ternyata” ucap Iqbal memutar bola matanya malas lalu kembali meminum tehnya sekali teguk sampai habis “Huh, orang kayak lo ga pantes dimanisin!” Iqbal berdiri lalu berjalan kearah Dini yang masih duduk, Dini tak mendongakkan kepalanya namun matanya menatap sinis pada Iqbal yang berada dihadapannya “Hari ini gue pulang. Tapi lo harus inget, secepatnya orang tua lo bakal tau tentang kita!” Peringat Iqbal pada Dini, Dini berdiri dan terkekeh sinis dengan matanya menatap sepele pada iqbal. “Coba aja lo lakuin! Itu sama aja lo hancurin masa depan gue untuk yang kedua kalinya!” Desis Dini lalu berjalan ke kamar meninggalkan Iqbal disaat yang bersamaan bu Rini datang dari dapur dengan sekaleng kue kering. “Loh, udah mau pulang? Dininya kemana?” Tanya bu Rini sembari meletakan kaleng kue tersebut diatas meja depan Iqbal. “Udah bu, Dini kayaknya ke kamar tadi. Kalau gitu, Iqbal pulang dulu ya bu, salam sama Dini” ujar Iqbal dan menyalimi tangan bu Rini. “Gak mau makan kuenya dulu bal?” tanya bu Rini, Iqbl tersenyum sungkan dan mengambil satu kue dari kaleng tersebut. “Iqbal pamit ya bu, besok-besok Iqbal kesini lagi buat makan kuenya hehe. Makasih Bu” “Janji ya, kesini lagi.” Ujar bu Rini sembari mengantar Iqbal sampai ke motornya. Iqbal tersenyum mengiyakan lalu menghidupkan motornya. “Assalamualaikum” salam Iqbal lalu menekan klakson motornya dua kali “Waalaikumsalam, hati-hati” ucap bu Rini. Setelah tak melihat Iqbal lagi, bu Rinipun kembali ke dalam rumahnya. Dini melihat Iqbal dari sudah pergi dari rumahnya, perkataan Iqbal tadi terus terngiang dikepalanya. Iqbal akan menikahinya secepatnya itu artinya Iqbal akan memberitahu kedua orang tuanya juga. Dini tidak bisa melihat kedua orang tuanya kecewa “b******k lo bal” 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD