~2

2059 Words
Pukul 02.00 Am Iqbal memasak mie instan didapur, matanya tidak bisa terpejam karena memikirkan Andini, jadilah ia bergadang dan sekarang ia lapar “Makan tengah malem itu resiko diabetes loh bang” ucap Tiara, adik Iqbal yang entah kapan datangnya. Iqbal menoleh kebelakang dan mendapati Tiara sedang duduk di salah satu kursi meja makan. “Gue laper, kenapa belum tidur?” “Gue kebangun” ucap Tiara lalu berjalan ke arah dispenser dan mengambil segelas air untuk di minumnya “Abang sendiri kenapa belum tidur?” Tanya Tiara membalikan pertanyaan Iqbal. Iqbal mengambi sebuah mangkok dan menuangkan mie instan tersebut kedalamnya sebelum menjawab pertanyaan Tiara. “Gak ngantuk” jawab Iqbal lalu mengaduk mie instan tersebut “Abang ada masalah? Kemarin-kemarin abang gak pulang, sekarang abang begadang. Kenapa?” Tanya Tiara, ia yakin abangnya itu mempunyai masalah. Entahlah, ia juga tidak tau kenapa bisa berpikiran seperti itu. Mungkin, firasat seorang adik. “Nope” Iqbal duduk dihadapan Tiara dengan semangkok mie instan nya Iqbal menyendok mi tersebut dan meniupnya sebentar sebelum memasukkannya kedalam mulut “Kalau ada apa apa cerita aja kali bang” ujar Tiara lalu menarik mangkok Iqbal dan menyuap sesendok mie milik Iqbal, Iqbal yang melihat itu hanya melihat dan menunggu sampai Tiara mengembalikan mangkok mie instan miliknya ke tempat semula. “Tumbenan lo gak marah makanan lo gue ambil” ujar Tiara lalu ia mendorong mangkok mi tersebut ke tempat semula, Iqbal langsung memakannya “Lagi males debat, tidur sono!” “Gak sebelum abang cerita sama gue!” “Kepo lo kayak dora!” “Haha Dora yang kayak gue bang! Cerita napa bang, daripada lo mumet sendiri” ucap Tiara memaksa Iqbal untuk bercerita “Gue cuman mumet sama pelajaran tambahan” ujar Iqbal berbohong, Tiara mengernyit bingung, tumben sekali abangnya ini mengingat masalah pelajaran “Demam lo bang? Biasanya sampai berbusa mulut mama buat nyuruh lo belajar juga lo ogah” Iqbal terkekeh, dan memakan kembali mie instan-nya “Yaudah lah kalau lo gak mau cerita, gue mau bikin mie juga ah” ujar Tiara lalu beranjak dari duduknya dan berjalan menuju kompor untuk memasak mie instan Hampir lima menit tak ada yang bersuara satupun, mie instan Tiara belum matang sedangkan mie instan Iqbal sudah sisa setengah “Lo sama kak Reta gimana?” Tanya Tiara yang ternyata mie instan-nya sudah matang dan siap disantap. Tiara duduk dihadapan Iqbal dan menanti jawaban abangnya itu. “We broke up” “Seriously?” Iqbal mengangguk sambil mengaduk-aduk isi mangkoknya yang sisa sedikit “Lo galau karena itu?” Tanya Tiara lagi, lalu meniup mie instannya sebelum masuk kedalam mulutnya “Kuker banget gue galau gegara cewek kayak dia!” Ujar Iqbal mengendikan bahunya “Dih jangan begitulah. Harusnya lo ingat,setidaknya dia dulu pernah jadi alasan lo senyum-senyum sendiri” Ucap Tiara menggurui dan kembali memakan mie nya. “Bocil kayak lo, tau apaan sih.” ucap Iqbal lalu berdiri dari duduknya setelah menenggak habis air minumnya. Setelah itu, Iqbal meninggalkan Tiara yang masih makan “Gak dihabisin bang?” “Males, gue ngantuk” ujar Iqbal dan melanjutkan jalan menuju kamarnya yang berada dilantai dua. Saat masuk kedalam kamar, Iqbal tidak langsung tidur. Ia mengambil buku tabungannya yang berada di dalam laci meja belajarnya. Iqbal melihat nominal yang tertera didalamnya. “5 juta” ucapnya pada dirinya sendiri, setelah itu Iqbal mengambil dompetnya dan mengeluarkan semua uangnya yang ternyata berjumlah 347.500 Iqbal menarik kursi meja belajarnya dan duduk disana, setelah itu ia mengambil pulpen dan sebuah kertas hvs dan menuliskan beberapa hal penting yang akan ia perlukan. Setelah selesai menulis, Iqbal melipat kertas tersebut dan menyelipkan buku tabungannya disana Iqbal menghela nafas beberapa kali, setelah itu ia berjalan ke arah balkon dan menopang badannya di balkon tersebut. Decakan dan hembusan nafas kasar terus-terusan keluar dari mulut Iqbal. Pikirannya melayang pada kejadian siang tadi, dimana Dini tampak sangat membencinya. Iqbal mengacak rambutnya frustasi dan mengambil rokok dari dalam laci meja belajar setelah itu, ia menyalakannya. Iqbal bukan orang yang aktif dalam merokok, hanya saja ia merokok kalau pikirannya sedang kacau saja. Seperti saat ini. Saat sedang dalam lamunannya, ponsel Iqbal berbunyi membuat dirinya harus masuk kedalam kamarnya dan mengambil ponselnya yang ter-charger Iqbal.Algian P P P Today ABIAN.bian Kenapa chat tengah malam? Iqbal. Algian Gue chat lo jam setengah dua belas, lo balasnya jam tiga ABIAN.bian wkwkwk, ngapa? Iqbal.Algion Masalah Dini, dia gak mau gue tanggung jawab! ABIAN.bian Lo udah ngomong baik baik sama dia? Iqbal.Algian Udah, kemaren gue ke rumahnya ABIAN.bian Gue ngantuk, besok pagi aja bahasnya Iqbal.Algian Ck Iqbal menutup Applikasi Line-nya dan meletakan kembali ponselnya. Ia merasa kepalanya akan meledak sebentar lagi karena memikirkan satu cewek yang ia perkosa namun tidak mau jika di tanggung jawabi. Iqbal menutup pintu menuju balkon dan merebahkan tubuhnya diatas kasur, besok ia akan mencoba lagi berbicara dengan Dini. *** Dini duduk dengan lemas dan mata sembab didalam ruang olahraga. Ia berada disini dikarenakan Bian yang menariknya dengan paksa ketika ia baru saja keluar dari kelas saat jam pulang sekolah. “Gue gak mau orang tua gue tau Bian, gue gak mau ngecewain mereka!” Ujar Dini menangis, Bian mengatakan kalau ia mengetahui permasalahannya dengan Iqbal. Dan Iqbal sangat ingin bertanggung jawab karena ia tidak mau hidup dikelilingi dan dihantui rasa bersalah. “Tapi, kalau lo ga nikah sama Iqbal terus gimana Dini?” Tanya Bian sedikit frustasi karena kekeras kepalaan Dini. Dini menangkup wajahnya dengan kedua tangan yang ia letakkan diatas lutut. Dini menangis kembali. “Kalau lo hamil gimana?” Tanya Bian lirih, Dini menggeleng dengan tangan yang masih menangkup wajahnya. “Apa lo ga mikir sampai kesana?” tanya Abian lagi. “Hamil gak hamil lo tetap harus nikah sama gue!” Ujar Iqbal yang tiba-tiba masuk kedalam ruangan. Dini menutup matanya, dan mengalihkan pandangannya dari Iqbal. Ia benci Iqbal, itu yang ia tahu sekarang. “Kemaren, gue belum sempat minta maaf sama lo-” ucapan Iqbal terhenti sebentar dan Iqbal berjongkok dihadapan Dini, berusaha mensejajarkan diri. “Gue bener bener minta maaf dan menyesal udah buat hidup lo hancur Din, gue sama sekali gak bermaksud. Malam itu gue mabuk” jelas Iqbal pada Dini yang tidak menatap Iqbal. Iqbal mengambil tangan Dini dan Dini melepaskannya. “Gue benci sama lo bal!” Desis Andini Abian yang merasa tidak tepat berada disanapun perlahan keluar dari ruangan tersebut “Iya, gue tau lo benci sama gue” ujar Iqbal “Nikah sama gue, gue memang gak bisa jamin kita bakal hidup enak tapi gue bakal usaha untuk itu. Biarin gue tanggung jawab Dini” Iqbal kembali menggenggam tangan Andini, kali ini Dini tak melepaskannya namun air matanya masih mengalir. Cukup lama mereka terdiam dengan pikiran mereka masing-masing sampai akhirnya Andini kembali bersuara. “Enggak bal, lo punya masa depan guepun juga gitu. Kita lupain aja, anggap diantara kita gak pernah terjadi apapun. Gue pastiin gue gak akan hamil” ujar Dini dengan suara pelan, Dini frustasi melihat Iqbal yang keras kepala “Lupain?!” Tanya Iqbal tak percaya, Iqbal menarik dagu Andini supaya Andini melihat dirinya namun Andini bersikeras untuk tidak menatap Iqbal “Se sepele itu masalah kita?” Tanya Iqbal lagi dengan kening yang berkerut “Gue gak pernah bilang kalau masalah ini sepele, gue cuman gak ingin orang tua gue malu!” Ucap Andini, kali ini ia menatap Iqbal “Lebih malu mana saat lo nikah sama laki-laki lain dan dia tau lo udah gak virgin ? Hm?” Iqbal mengeratkan genggamannya, Dini mendongak ke atas langt-langit ruangan karena sesak didadanya. “Lepasin bal” ucap Dini sambil berdiri dan berusaha melepaskan tangan Iqbal dan Iqbalpun melepaskannya. “Gue gak paham cara berpikir lo!” Ucap Iqbal yang masih berjongkok dan berpegangan pada kursi yang diduduki Andini tadi. “Gue cuman gak ingin ada masalah Iqbal” ujar Dini pelan lalu mengambil tas-nya dan berjalan menuju pintu ruangan. “Kalau lo hamil gimana?” Dini menghentikan langkahnya yang hanya tinggal 3 langkah menuju pintu “Gue pastiin gak akan hamil!” “Gue tanya, kalau lo hamil gimana?” Iqbal mengulang pertanyaannya dan berjalan menyusul Dini, Dini menunduk sampai akhirnya ia merasa Iqbal sudah berada didepannya. “Gue kayak gini karena gue punya adik perempuan Din. Gue percaya akan adanya karma, lo pikir gue mau nikah se-muda ini? Lo pikir gue gak punya masa depan? Lo pikir gue gak puyeng mikirin masalah ini dari malam itu?” Iqbal mempertipis jaraknya dengan Dini “Tolong jangan keras kepala” ucap Iqbal pelan. Iqbal menghela nafasnya “Atau gue akan lebih keras kepala dari lo” Iqbal kembali bersuara lalu ia membuka pintu yang berada dibelakangnya dan berjalan meninggalkan Dini yang masih diam memikirkan nasibnya *** “Pah udah cukup pa, kasian bang Iqbal” cegah Tiara saat papanya akan melayangkan lagi pukulannya pada Iqbal Iqbal sudah bercerita semuanya pada mama, papa juga adiknya. Dan sekarang mamanya sedang menahan tangan papa-nya supaya tidak memukul Iqbal yang sudah babak belur. Sedangkan Tiara, berusaha menenangkan Iqbal yang kini terduduk dilantai. “Kamu gak ingat kalau kamu punya adik perempuan hah?! Gimana kalau itu terjadi sama adik kamu?!!” Pak Dimas memijat pangkal hidungnya. Kepalanya sangat berat saat anak sulungnya yang paling ia banggakan melakukan hal tidak terpuji tersebut. “Makanya Iqbal ingin tanggung jawab pa!” Ucap Iqbal disertai ringisan, papanya menampar dan menonjoknya secara brutal tadi “Keluar kamu dari rumah ini!” Ucap pak Dimas pelan “Mas-” “Pa” Ujar Tiara dan bu Ghina terkejut mendengar penuturan pak Dimas. Sedangkan Iqbal, ia sudah memprediksi ini akan terjadi. Iqbal berdiri lalu mengeluarkan dompetnya dan berjalan mendekati pak Dimas yang menatap Ibal dengan kilatan emosi di matanya. “Oke, Iqbal bakal keluar dari rumah ini. Makasih pa, ma. Udah besarin Iqbal tapi Iqbal malah gak tau diuntung, bikin mama sama papa kecewa” ujar Iqbal, Iqbal mengeluarkan ATM belanja bulanannya, kartu debit dan kredit, kunci motor dan mobilnya. “Bang kenapa semuanya dikeluarin?” Tanya bu Ghina mendekati Iqbal, Iqbal mengusap ujung bibirnya dan tersenyum pada ibunya “Ini semua milik papa, ma” ucap Iqbal, lalu berjalan melewati pak Dimas menuju kamarnya Iqbal membawa beberapa pakaiannya dan tak lupa buku tabungannya yang tadi malam ia simpan dilaci bersama kertas HVS Saat iqbal sedang memasukan bajunya kedalam tas, tiba-tiba ada yang memeluknya dari belakang. Ia tau itu adalah Tiara “Lo ninggalin gue bang?” Iqbal tak menjawab pertanyaan Tiara. Tiara menahan tangan Iqbal yang memasukan lembaran baju kedalam tasnya “Kalau lo nikah, undang gue ya. Gue sama mama pasti datang!” Ucap Tiara berlinang airmata. Iqbal mengacak rambut Tiara “Iya” “Terus sekarang lo mau kemana?” tanya Tiara khawatir pada iqbal, Iqbal mengambil ponselnya yang berada di atas nakas “Nemuin orang tua Andini, gue harus jelasin sama orang tua dia” ujar Iqbal mendapat kalimat penolakan Tiara “Lo gila apa bosen hidup? Sekali tonjok lagi lo mati bang!” Ucap Tiara namun Iqbal tak memperdulikannya, ia tetap mempersiapkan keperluan yang akan ia bawa pergi dari rumah masa kecilnya ini. “Bang, nemuinnya besok aja. Abang jangan pergi” pinta Tiara, Iqbal menghela nafas lalu memeluk Tiara dengan erat. Ia pasti akan rindu dengan kelakuan manja adiknya ini. “Gue harus pergi, karena gue udah diusir” “Tapi, papa bilang gitu karena lagi emosi aja bang” ujar Tiara, namun lagi dan lagi tak di indahkan Iqbal. “Gue pergi, jangan lupa belajar” Iqbal turun kebawah dan mendapati mamanya yang memohon pada papanya “Ma, pa. Iqbal pergi. Maafin iqbal udah bikin mama papa kecewa” ucap Iqbal namun mamanya menahan Iqbal “Bang, kamu mau kemana? Itu di obatin dulu lukanya ya” ujar bu Ghina dengan sayang pada Iqbal, Iqbal menatap bu Ghina dengan perasaan bersalah. “Ma, Iqbal harus pergi” ucap Iqbal lalu berjalan meninggalkan orang tuanya “Kemana tujuan kamu?!” Tanya pak Dimas saat Iqbal akan melangkahkan kakinya keluar rumah. Tadi, pak Dimas hanya membentak tapi nyatanya Iqbal malah mengembalikan semua fasilitas yang ia berikan dan memang keluar dari rumah. “Keluar dari rumah ini, seperti yang papa inginkan” ucap Iqbal, ia tidak marah pada papanya karena ia tau ia telah membuat kedua orang tuanya kecewa berat. Iqbal berjalan keluar dari rumah tersebut dan memberhentikan taxi yang lewat, jam masih menunjukan pukul 07.00 wib itu artinya masih belum terlalu malam jika ia menemui Andini dan keluarganya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD