~3

2502 Words
Sama hal nya dengan pak Dimas, Pak Rega pun tak dapat menahan emosinya saat mendengar penuturan Iqbal. Andini yang melihat itu hanya menangis dan bersimpuh dikaki ayah dan ibunya. “Bunda Dini minta maaf” Ucap Andini dengan airmata yang mengalir deras, ia sama sekali tidak mengerti. Kenapa Iqbal se-nekad ini Pak Rega mencengkram kerah baju Iqbal, sedangkan bu Rini memeluk sayang anak sematawayangnya itu. Iqbal menatap pak Rega dengan wajah yang sudah tidak berbentuk lagi “Saya akan tanggung jawab pak” ucap Iqbal yang sedang berhadapan langsung dengan ayah Andini. Pak Rega melepaskan cengkaramannya dan mendorong Iqbal sampai hampir terjatuh “Saya ingin sekali memukul kamu, tapi saya gak sudi tangan saya kotor karena ngehabisin kamu” ucap Pak Rega menunjuk Iqbal “Kamu. Ayah kecewa sama kamu!” Tunjuk Pak Rega pada Dini, Dini menundukan kepalanya. Bu Rini yang melihat itu mengusap punggung Andini dengan sayang, meskipun ia sangat kecewa pada putrinya itu. “Dini benar benar minta maaf yah” ujar Dini lalu bersimpuh didepan kaki ayahnya. Iqbal yang melihat itu berdiri tegak meskipun menahan sakit lalu ikut bersimpuh didepan kaki pak Rega. Pak Rega mengeraskan rahangnya saat melihat Iqbal. Nafasnya memburu saking emosinya ia. Pak Rega menatap Dini dengan tatapan marah dan kecewa yang tidak pernah dilihat Dini sebelumnya. “Kamu obati luka dia, setelah itu suruh dia temui saya diruangan saya!” Ucap pak Rega pada Andini. Lalu beliau pergi meninggalkan mereka semua. Bu Rini membantu Dini dan Iqbal supaya berdiri dari bersimpuhnya tadi “Kamu obatin Iqbalnya, bunda mau bicara sama ayah” ujar Bu Rini pada Dini. Dini tak menjawab perkataan bu Rini karena bu Rini sudah berjalan meninggalkan Iqbal dan Dini berdua diruang tamu. “Sorry” ucap Iqbal tulus, Dini berdiri dihadapan Iqbal dan mengepalkan tangannya. Iqbal dapat melihat kilat amarah dalam mata berair Andini “Gue benci sama lo, Iqbal!. Gue benci” ujar Dini dengan tangisannya yang tidak dapat dihindarinya lagi, lalu Andini memukul Iqbal secara membabi buta dan Iqbal membiarkannya saja sampai akhirnya Dini meluruh kembali kelantai. Ia benar benar benci keadaan seperti ini. Iqbal mensejajarkan dirinya dengan Andini. Iqbal tidak tau harus berkata seperti apa, dan akhirnya sebuah pelukan hangatlah yang ia berikan. Andini tidak membalas maupun melepaskan pelukan itu. Andini menangis dalam dekapan Iqbal, sampai akhirnya Andini berdiri sehingga pelukan tersebut lepas dan pergi meninggalkan Iqbal di ruang tamu Lima menit berlalu, Andini kembali dengan sebaskom air dan kotak P3K “Kesini!” Perintah Andini pada Iqbal yang masih duduk dilantai. Iqbal menoleh dan berdiri dengan sempoyongan lalu berjalan mendekati Andini yang duduk diatas sofa Andini mengambil kain kompres dan mencelupkannya kedalam air yang berada didalam baskom setelah itu ia membersikan luka Iqbal perlahan. Iqbal menatap Andini dengan perasaan sangat bersalah Iqbal terkejut saat Andini sengaja menekan lukanya kuat dan membuat Iqbal menarik kepalanya kebelakang seraya meringis “Pelan dong!” Ucap Iqbal menahan sakit “Gue baru tau kalau lo gobloknya kebangetan!” Ujar Andini yang tampak sudah tenang daripada tadi “Maksud?” “Nope” Iqbal menghela nafas dan sesekali meringis karena Andini seperti sengaja menekan lukanya kuat kuat “Gue bakal nikah sama lo” ujar Andini yang kini membersihkan luka Iqbal dengan Alkohol. Iqbal menatap Andini sedikit lega disela ringisannya “Tapi kalau terbukti gue hamil, dan lo harus bilang itu sama ayah nanti. Atau, gak akan ada pernikahan diantara kita!” Kelegaan tersebut ternyata tidak berlangsung lama, Iqbal menahan tangan Dini yang sedang mengolesi obat merah di wajahnya dan menatap dalam mata Andini “Nunggu lo hamil? Terus berapa umur pernikahan kita saat anak kita lahir? Apa lo gak mikirin psikis anak kita nantinya pas tau kalau dia anak diluar nikah?” Tanya Iqbal tajam, Dini menelan ludahnya samar dan melepaskan tangannya saat Iqbal dengan gamblangnya mengucapkan kata kita pada kalimatnya “Lo mikirnya kejauhan” ucap Andini lalu iapun menempelkan plester dipelipis Iqbal. Setelah itu, Andini merapihkan kotak P3K dan berdiri lalu meninggalkan Iqbal untuk meletakan kembali kotak P3K tersebut “Gue hanya ingin bertanggung jawab” lagi lagi kalimat itu yang keluar dari mulut Iqbal, Andini yang baru saja kembali keruang tamu duduk berseberangan dengan Iqbal “Dan gue, ingin kita lanjutin hidup tanpa tanggung jawab itu. Lo bebas gue bebas, gue bisa yakinin orang tua gue!” “Sepele-kah masalah kita??” Dini menghela nafasnya, ini sudah kesekian kalinya Iqbal bertanya hal yang sama padanya “Gue gak pernah bilang kalau masalah ini sepele Iqbal” ucap Andini frustasi sendiri karenanya, alis Andini turun begitupula dengan bahunya “Gue belum bisa untuk jadi seorang istri dan gue belum bisa buat berkomitmen sangat serius kayak gini” ungkap Andini, Iqbal memejamkan matanya. Sungguh, perempuan dihadapannya ini sangat keras kepala dan susah diajak kerjasama “Lo gak sendiri, Lo punya gue nantinya. Lo masih punya orang tua lo” ujar Iqbal meyakinkan Andini “Kenapa sih lo ngotot banget buat nikah sama gue? Kenapa pikiran lo udah sangat jauh sampai ke psikis anak?” “Karena gue gak mau anak gue ngerasain apa yang gue rasain” *** “Kamu bersedia menikahi anak saya?” Tanya pak Rega pada Iqbal. Saat ini mereka sedang berada di ruangan pak Rega. Iqbal duduk dengan tegap dan menatap pak Rega mantap. “Iya pak” jawab Iqbal lugas “Kamu masih sekolahkan? Mau kamu kasih makan apa anak saya? Bagaimana kehidupan dia kedepannya nanti?” “Saya memang gak bisa pastikan anak bapak akan hidup dengan kekayaan. Tapi saya berusaha untuk itu pak” ujar Iqbal “Saya punya tabungan untuk membuka usaha kecil, saya harap bapak dan ibu juga bisa membantu saya dan Andini untuk sementara nantinya” lanjut Iqbal, pak Rega menghela nafas lalu berjalan menuju Iqbal “Saya hargai keberanian kamu untuk bertanggung jawab” Iqbal tersenyum tipis lalu Iqbal “Saya akan nikahkan kalian malam ini juga! Tolong kamu beritahu orang tua kamu” Ujar pak Rega membuat Iqbal membelalakan matanya, ia sama sekali tidak memprediksi ini. Ia pikir, bahwa ia akan menikahi Andini seminggu atau dua minggu lagi. Tapi pak Rega mengatakan akan menikahinya malam ini juga?! “Baik pak” ucap Iqbal sedikit ragu. Pak Rega menepuk pundak Iqbal dan berjalan keluar ruangan dibuntuti Iqbal. Mereka berjalan beriringan dan saat akan sampai diruang tamu,Iqbal memanggil pak Rega yang sudah berada satu langkah dihadapan Iqbal. Pak Rega menghentikan langkahnya dan berbalik lalu menatap Iqbal. “Saya benar-benar minta maaf” ucap Iqbal tulus, Pak Rega mengangguk “Sudah terjadi, sekarang tinggal kita melanjuti takdir ini” Iqbal mengangguk. Setidaknya, ia tidak mati malam ini ditangan calon ayah mertuanya. Iqbal dan pak Rega sampai diruang tamu, Iqbal duduk bersebrangan dengan Andini dan bu Rini sedangkan pak Rega duduk di single sofa sebelah kiri Iqbal “Kalian akan ayah nikahkan malam ini!” Pak Rega mengumumkan keputusannya, Andini membelalakan matanya “Tapi ayah, Andini masih sekolah, Andini belum bisa jadi istri. Andini belum mau ayah!” “Ini demi kebaikan bersama Andini, ayah gak mau nantinya kamu hamil sedangkan kamu belum bersuami” ujar pak Rega, Andini menangis dan dipeluk oleh bu Rini yang memang sudah tau keputusan suaminya itu. “Hubungi orang tua kamu Iqbal!” Perintah pak Rega, Iqbal mengangguk lalu beranjak dari duduknya “Saya permisi keluar pak” ujar Iqbal, lalu ia keluar dari rumah dan menelpon Abian “Ngapa?” “Gue butuh bantuan lo Bi” “To the point aja” “Gue minta tolong jemput orang tua gue. Bilang kalau gue bakal nikah malam ini juga, dan tolong lo anterin mereka kerumah Andini. Ntar gue sentloc.” “NIKAH?!” “iya, buruan ya Bi, gue tunggu” Iqbal mematikan ponselnya dan mengirim lokasi pada Abian. Setelah itu, ia kembali masuk kedalam rumah. Yang pertama kali ia lihat adalah Andini yang menatapnya nyalang, Iqbal membalas tatapan Andini dengan penuh penyesalan “Mereka sedang dalam perjalanan pak” ucap Iqbal lalu kembali duduk ditempatnya tadi “Bun, Andini belum mau nikah” ujar Andini tersedu, Iqbal menundukan kepalanya karena ia tidak tega melihat siapapun menangis. “Kamu harus tetap menikah sayang” ucap bu Rini. Andini berdiri dari duduknya dan berjalan menuju Iqbal lalu memukul Iqbal. “Gue udah bilang, lupain semuanya Iqbal. Lo gak harus bertanggung jawab. Kenapa lo malah hancurin masa depan gue!!” Andini terus memukul Iqbal, Iqbalpun tak tinggal diam dan langsung menggenggam tangan Andini menghentikan aksi Andini, bu Rini berdiri lalu menarik Andini supaya kembali terduduk disampingnya sedangkan pak Rega hanya memijat pangkal hidungnya. Ia sudah lelah karena emosi Andini menangkup wajahnya dengan kedua tangan diatas lutut, lalu menangis terisak-isak. Sesekali Andini menggeleng “Yah, Andini belum siap sama sekali. Lagian Andini gak yakin Andini akan hamil karena kami ngelakuinnya hanya sekali dan dia gak sadar ayah” Andini masih terus berbicara meskipun ia yakin, ayahnya itu tidak dapat dibantah “Justru karena dia gak sadar Andini, lebih baik antisipasinya kalian menikah. Jadi, kalaupun kamu hamil nantinya, kamu hamil dalam keadaan bersuami!” Jelas Pak Rega dengan nada tinggi “Mas!” Ucap bu Rini memperingati Pak Rega supaya tidak membentak Andini “Andini belum mau pisah sama ayah dan bunda” lirih Andini. Iqbal menghela nafas “Lo masih bisa tinggal sama orang tua lo” ucap Iqbal angkat bicara “Iya sayang, kamu bisa tinggal disini kapanpun kamu mau, gimana?” Tanya bu Rini, bu Rini menatap Iqbal dan pak Rega bergantian “Kalau kayak gitu, kenapa Andini harus dinikahin?” Tanya Andini membuat kedua pria yang ada diruangan tersebut ingin menghantukan kepala mereka ke batu “Kan ayah udah bilang tadi, kamu perempuan Andini. Kalau nunggu kamu hamil atau enggak nantinya pas kamu menikah dengan lelaki lain, apa kamu gak malu kalau dia tau kamu udah gak virgin lagi?” Andini sesegukan menatap bundanya yang menjelaskan itu, kenapa semua orang seakan satu pikiran dengan Iqbal. Andini menatap Iqbal yang tengah menatap Andini dengan teduh *** “Saya terima nikah dan kawinnya Andini Desira Febrian binti Rega aditama dengan maskawin uang senilai tiga ratus ribu rupiah diberikan tunai” Ucap Iqbal sekali nafas “Sah?” “Sah” ujar semuanya yang ada dirumah ini kecuali Andini “Alhamdulillah. Alfatihah” setelah itu Andini menyalimi tangan Iqbal seperti yang disuruh bundanya. Tak ada cincin nikah, tak ada seperangkat alat sholat sebagai mas kawinnya, tak ada gaun pengantin. Iqbal dan Andini menandatangani surat tanda menikah. Mereka tadi juga sudah dimediasi oleh penghulu apa hak dan kewajiban suami dan istri. Tentu saja penghulu bukan dari KUA. Alasannya, pertama mereka berdua masih dibawah umur. Kedua, ini sudah hampir tengah malam. “Nanti, jika sudah punya KTP. Kalian langsung urus surat-suratnya ke kantor KUA” ujar pak penghulu tersebut sebelum akhirnya pamit dari rumah tersebut Tiara mendekati Iqbal dan memeluk Iqbal erat, tangisannya pun pecah, ntah itu tangis haru atau tangis mengasihani Iqbal. Setelah itu, Tiara mendekati Andini yang notabenenya adalah kaka iparnya. Andini mengajak Tiara ke kamarnya. Sedangkan para orang tua, sedang berbicara diruang kerja pak Rega. Tinggallah Iqbal dan Abian. Abian menepuk pundak Iqbal dan Iqbal menoleh kesamping kanannya dan menyandarkan diri ke sofa “Selamat ya” Ujar Abian, Iqbal kembali menoleh lalu terkekeh miris “Lo ngejek atau gimana?” Tanya Iqbal, Abian tersenyum lalu ikut bersandar. Abian dapat melihat kelegaan dimata Iqbal meskipun itu hanya sedikit “Gue gak ngejek kali, gue salut sama lo. Kalau gue mungkin akan sangat bersyukur pas Andini bilang 'lupain'. Tapi lo? Lebih milih bonyok” ucap Abian sambil menekan memar dipipi Iqbal. Iqbal memukul tangan Bian “Lo ikut tidur disini aja” ucap Iqbal, “Ah, ntar ganggu lo malam pertama lagi” Iqbal menoyor kepala Bian “Malam pertama ndas mu!” “Hahahaha” Iqbal dan Abian menghabiskan waktu dengan berbincang-bincang. Sampai akhirnya para orang tua keluar dari ruang pak Rega dan duduk di sofa ruang tamu Abian beranjak dari duduknya dan mempersilahkan bu Ghina duduk disamping Iqbal. Bu Ghina menggenggam tangan Iqbal dan terus mengusapnya “Papa minta maaf tadi lost control” ujar pak Dimas pada Iqbal, Iqbal tersenyum “Enggak pa, Iqbal emang salah” ucap Iqbal, Iqbal menegakkan badannya lalu menatap semua orang tua “Iqbal mohon bantuan sama bapak, ibu, mama, papa” ujar Iqbal, Pak Rega membuka kacamatanya dan mengusap matanya “Kami pasti bantu kalian, kalian tenang aja” kini bu Rini yang angkat bicara “Iya sayang, mama sama papa pasti bantu. Mama bangga abang bertanggung jawab” ujar bu Ghina mengusap kepala Iqbal “Bal, kamu sudah jadi suami anak saya. Tolong jaga anak saya, tolong bimbing dia karena itu tugas kamu” ucap pak Rega, pak Dimas menghela nafas menatap anaknya “Karena kalian masih sekolah, kalian tinggal di rumah orang tua masing masing dahulu. Bagaimana?” Tanya pak Rega pada Iqbal Iqbal melepaskan genggaman tangan bu Ghina, lalu berdehem untuk melonggarkan tenggorokannya “Iqbal udah sewa rumah. Iqbal ada tabungan untuk buka usaha kecil-kecilan. Iqbal gak mau ngerepotin para orang tua lagi, yang Iqbal maksud membantu tadi adalah bantu kami menjalani tanggung jawab ini” jelas Iqbal. Abian mengernyitkan dahinya, ia belum pernah melihat Iqbal sangat serius seperti ini “Bu, panggil Andini” ucap pak Rega, Bu Rini pun berdiri dan memanggil Andini Tak lama kemudian, datanglah bu Rini dengan Andini yang sudah berbaju tidur dan Tiara. Tampak wajah Andini yang sangat tidak bersahabat “Besok, kamu sudah harus tinggal bersama Iqbal” ucap pak Rega pada Dini. Andini menatap pak Rega dengan wajah terkejut “Ayah ngusir Dini?” Tanya Andini dengan suara bergetar “Bukan, tapi memang sudah kewajiban kamu untuk ikut dengan suami” jawab pak Rega, Andini menatap tajam kearah Iqbal “Tapi, Andini belum mau pisah sama ayah dan bunda” rengek Andini lagi, Iqbal menghela nafas dan menutup matanya. Ia sedang berpikir “Gak bisa gitu Andini, kamu tetap harus-” perkataan pak Rega dipotong oleh Iqbal “Maaf saya potong perkataan bapak, tapi saya punya solusi. Biarin Andini tinggal sama bapak dan ibu, sampai dia terbukti hamil. Tapi kalau ternyata Andini gak hamil, Andini akan tinggal disini sampai tamat sekolah. Setelah itu, baru dia tinggal sama saya” jelas Iqbal, Andini berpikir dan mempertimbangkan kalimat Iqbal “Dan abang tinggal sama kita?” Tanya bu Ghina, Iqbal menggeleng sambil tersenyum “Iqbal akan tetap tinggal di rumah yang udah Iqbal sewa” ujar Iqbal mantap “Gimana Andini?” Tanya bu Rini, Andini menatap bu Rini meminta tolong berpikir, bu Rini hanya menganggukan kepalanya “Yaudah. Dini setuju sama usulan Iqbal” ucap Andini pelan Semua bernafas lega. Setelah itu, bu Rini mengantar orang tua Iqbal ke kamar tamu. Sedangkan Iqbal tidur di ruang TV dengan Abian “Bal?” Panggil Abian saat Iqbal baru saja akan tertidur “Hm?” “Feeling lo, Dini hamil gak?” “Hamil” “Kenapa lo yakin banget?” “Ntah, gue juga gak tau kenapa. Tapi feeling gue dia hamil” Mereka berdua kembali terdiam, dan saat Iqbal akan memejamkan matanya lagi, Abian kembali memanggilnya “Apalagi sih?” Tanya Iqbal kesal “Lo udah sunat kan?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD