Monopoly Quartet dan Pohon persahabatan

2549 Words
Catatan: Glosarium/Footnote ada di bagian akhir cerita. Tulisan bold sekaligus italic menandakan kata tersebut ada di Glosarium/Footnote. Contohnya: Monopoly Secret. Mall... Muka Joseph merah pekat, pancarkan api kecemburuan teramat sangat. Amarahnya meluap-luap, melihat pemuda dan pemudi yang melintas di hadapannya. Betapa tidak, posisi mereka membelakangi kami berdua. Tengah beringsar menuju bioskop, seperti hendak menonton bersama. Astaga, mungkinkah Park Nam dan Kellyn sudah menjalin tali kasih? Kuharap Kellyn tidak benar-benar menyukai Park Nam. Semoga ia melakukan itu karena harus membayar kekalahannya tempo lalu. "Sepertinya kau harus bersiap-siap. Ingat, kerjakan tugasku selama seminggu penuh ya!" ujarku malah memperkeruh suasana. Joseph menantang wajahku, "Tidak! Waktu berkencan mereka tinggal tiga hari. Berarti aku punya waktu seminggu sebelum taruhan kita berakhir. Aku pasti akan mengalahkanmu!" tegasnya berapi-api, tidak mau kalah melawan ucapan bermakna menyerang dariku. Asrama sekolah... Tarraa!!! sambut Park Nam pada Joseph, Kellyn dan juga aku, ketika kami telah memasuki kamar asramanya. Lantainya mengkilap, aroma kosmetiknya menyerbak. Ini benar-benar berbeda dari kebanyakan kamar laki-laki. Aku merasa terperangkap ke dalam kamar seorang gadis. Park Nam, aku rasa dia memang pria jadi-jadian. Namun setelah berpikir ribuan kali. Dia adalah sesosok nyata seorang pemuda. Nyatanya ia berani mengencani gadis yang aku sukai, Kellyn. Kamar Park Nam berdiri tegap di lantai tertinggi, dan ia tinggal sendiri di kamar ini. Padahal seharusnya setiap kamar dihuni oleh dua orang. Namun satu penghuni kamar sedang melaksanakan magang. Dia adalah kakak kelas, sama seperti Lin. Setelah itu, kami berempat duduk-duduk di bangku balkon. Melihat keluar, ke arah danau di ujung jangkauan mata. "Bagaimana jika kita beradu monopoli?" seru Joseph sekejap, tumpahkan siasat jitu untuk menumbangkan lawan-lawannya. Terlebih ingin buktikan bahwa ia mampu memenangkan taruhan saling menyerang ini. Seperti biasa, kami bentangkan hamparan lebar lahan monopoli. Namun ada yang janggal, Joseph melempar senyum tipis sebelum permainan dimulai. Kulirik kertas permintaan yang ia pegang. Tapi ia tariknya dariku, membuatku tidak sempat melihat keinginan miliknya itu. Astaga, jangan-jangan keinginannya adalah berkencan dengan Kellyn. Bila ia berniat begitu, aku harus mempersiapkan keuangan untuk mentraktirnya makan selama seminggu penuh. "Gotcha!" lengking Joseph saat menguasai lahan blok biru. Acapkali Joseph mengklaim lahan lawan, hatiku berdegup tak karuan. Bahkan, kini dia telah menguasai sebagian besar area perlagaan. Hingga pada akhir permainan, ia berhasil melibas habis kekayaan pesaing-pesaingnya. Kekalahan tempo lalu menjadi guru, memacunya untuk menjadi sang juara. Terlebih, kini aku menjadi juara terakhir. Dengan kata lain, aku harus membayar kekalahan ini dengan mengabulkan keinginan Joseph. Saat kertas permintaan Joseph dibuka, ternyata keinginannya adalah 'Galih, taruhan kita aku yang memenangkannya ya!" Jiwaku menciut. Kukira kemenangan Park Nam bisa menjadi s*****a utama untuk memenangkan taruhan itu. Namun keadaan malah berganti arah, kini akulah yang benar-benar kalah. "Taruhan? Memang kalian mempertaruhkan apa?" tanya Park Nam belum mengetahui situasi perjanjian itu, taruhan antara aku dan Joseph. Mata Joseph mendelik, "Oh, itu bukan apa-apa. Aku dan Galih hanya bertaruh kejuaraan bola." sangkal Joseph berdusta. Kenyataan itu tidak berani ia beberkan, karena akan menyinggung perasaan Kellyn. Bagaimana jika sewaktu-waktu Kellyn tahu bahwa ia telah menjadi objek taruhan? Akankah ia akan membenci kami? Aku gigit ujung jariku, mencari jalan terbaik untuk menyesarkan situasi ini. "Hmm, kurasa kita sama-sama menyukai monopoli. Mengapa tidak buat kelompoknya saja. Hanya kita berempat! Bagaimana?" sambarku kilat, sengaja mengalihkan benak Park Nam dan juga Kellyn. Kami semua berpikir, mencari satu nama yang pantas dipakai untuk kelompok kecil ini. Wajah Kellyn berbinar, tampaknya ia tahu harus memberi nama apa. "Karena kita berempat. Mengapa tidak Monopoly Quartet saja?" Park Nam benamkan tatapannya pada Kellyn, "Apapun namanya, akan aku terima jika kau yang mengusulkan." Kulihat tangan Joseph terkepal, menahan rasa sukanya pada Kellyn. Begitupun denganku, menerima perasaan yang sama dengan teman di sampingku. Jiwaku meletup-letup. Apakah perasaanku terhadap Kellyn hanyalah ilusi semata? Tidak, aku tidak boleh menyerah begitu saja. Karena kini, Kellyn sudah kusiapkan ruang spesial di hatiku. Namun sekali lagi, tidak semudah itu untuk mendapatkannya. Sebab aku harus berlari lebih kencang dari mereka berdua, Park Nam dan juga Joseph. Ya, mereka berdua adalah sainganku. Lawan untuk menggapai cinta Kellyn Staling. Kebun anggur nenek Kellyn, Napa Valley, California... Seperti biasa, hentakan kaki kami seirama, selalu melaju beriringan. Inilah kami, Monopoly Quartet, empat bidak yang menjunjung tinggi nilai-nilai persahabatan. Sepanjang jalan terbentang, mata kami menatap luas hamparan pohon-pohon anggur tiada berbatas. Segar yang kurasakan, semilir sang bayu mulai membelai tubuhku ini. Tiba-tiba, dari balik semak pepohonan, terdengar deru yang seperti hendak memangsa kami. Siapa itu? Apakah kami diincar hewan buas? Auuu!!! Raungnya kencang, hatiku terkejut setengah mati. Seorang anak kecil menyembul dari semak belukar, kemudian ia memburu kaki Kellyn. "Edward, jangan membuang sampah anggur di semak-semak!" seru Kellyn pada keponakannya. Baju bocah itu melembung, seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Simsalabim! Ibarat pesulap yang menyihir sesuatu, semua anggur berjatuhan dari dalam bajunya. Kellyn seret anak itu dengan tangannya, menariknya jauh ke sebuah rumah besar, meninggalkan semua anggur yang berserakan di tanah. Nenek Kellyn memasang gurat ramah ketika kami datang. Kami langsung digiring ke meja makan. Semua piring-piring berserakan, karena satu jam lalu para pegawai kebun sedang berpesta. Sudah tradisinya setiap makan siang harus minum-minum bir. Meski sekarang berada di negeri asing, bukan berarti kebiasaan ini harus aku anut juga. Aku punya prinsip, aku tidak akan meminum itu apapun alasannya. Buih-buih meletup di depanku, ketika Kellyn tumpahkan cairan bir ke dalam gelas. Semua orang mengambil satu gelas, namun aku tidak. "Maaf, aku tidak boleh minum-minuman keras, sebab akan memperparah penyakitku." ujarku berdusta, demi tidak melanggar prinsip abadi dalam hidupku. Semua orang melepas senyum kecil, mereka memaklumi kondisiku sekarang. Saat orang-orang sibuk bersulang, jari-jemariku tetap memetik pelan anggur-angur itu. Berulangkali aku masukan mereka ke lorong mulutku. Butiran lembutnya meresap, membuat lidahku berdansa bersamanya. Tampaknya pesta ini tidaklah terlalu buruk, aku masih bisa memeriahkannya dengan memakan bebuahan segar ini. Nenek Kellyn menatap lebar ke depan, ke arah aku, Joseph dan Park Nam. Matanya menyoroti kami cermat-cermat, lalu ia alihkan kembali pada cucu kesayangannya, Kellyn. "Jadi, siapa di antara mereka yang menjadi pasanganmu? Selama ini kau tidak pernah berhubungan dengan lelaki manapun, aku takut kau akan seperti bibimu, menjadi perawan tua." bebernya tidak terduga, sambil menatap sejenak wanita yang duduk di sudut meja makan. Bibi Kellyn tampilkan muka kusut, ucapan ibunya itu sudah menyinggung perasaannya. Ia adalah wanita karir, terlalu terobsesi dengan pekerjaannya. Kini usianya telah berpijak di kepala empat, namun ia belum juga menikah. "Tidak, mereka semua temanku. Lagi pula aku masih harus fokus belajar." balas Kellyn sedikit canggung, "Oh ya, kami harus jalan-jalan dulu sebelum matahari tenggelam." sambungnya mencoba belokan benak neneknya. Entah apa yang Kellyn lakukan, namun ia malah membawa tas dan sebuah cangkul keluar. Sebenarnya, untuk apa ya cangkul itu? Siapa pula yang hendak ia kubur? Mungkinkah aku, Joseph atau Park Nam? Di luar, kami terus melangkah lintasi rangkaian jalan setapak. Kellyn percepat langkahnya. Satu pohon besar di depan adalah destinasi utamanya sejak tadi. Satu-satunya pohon redwood yang berpijak di dekat anak sungai. Untung hari ini tidak hujan, bisa saja kami tergelincir karena licinnya lonjakan tanah. "Aku sudah lama merencanakan ini. Kita harus meresmikan Monopoly Quartet dan juga membuat prasasti persahabatan kita sendiri." ungkap Kellyn sambil mengeluarkan sebuah kotak besi. Kellyn adalah gadis tertutup, mendapatkan sahabat seperti kami adalah hadiah terbaik baginya. Sebuah kelompok kecil adalah medium yang cocok untuknya dalam bergaul. Kotak ini adalah kotak waktu, sebuah kotak dimana semua mimpi di masa depan harus ditetapkan dari sekarang. Kemudian di masa depan kelak akan kami gali lagi. Akan dipastikan apakah impian itu sudah terwujud atau belum. Masing-masing dari kami menulis harapan pada 'kertas impian'. Setelah menulis semua cita-cita, keempat kertas gulung itu dimasukan ke dalam kotak waktu, lalu dikubur di dekat pohon persahabatan. Seringkali Joseph melirik ke kertas impianku. Ia penasaran, sebenarnya apa ya impianku itu? Namun aku halangi tatapannya dengan tangan. Biarlah sementara waktu impianku ini menjadi rahasia hatiku. "Kapan kotak itu akan dibuka?" tanya Park Nam penasaran. Sambil menutup lagi kotak itu dengan tanah, menimbunnya lebih dalam. "Sehabis wisuda!" jawab Kellyn sigap. Tampaknya ia sudah merencanakan hal ini dengan matang. Tak hanya mengubur kotak waktu, kami juga akan membuat prasasti persahabatan. Kellyn julangkan belati miliknya, mengukir namanya di wajah pohon redwood. Tangannya beralih ke kanan, ia lampirkan goresan tanda tangan dan juga nama tanah airnya. "Uh, ternyata kau dari UK? Kukira kau sama denganku, USA" umbar Joseph saat melihat Kellyn menulis tempat kelahirannya. Sekejap, pohon itu dihiasi oleh nama-nama kami. 'Kellyn Staling - UK, Galih Santoso – Indonesia, Joseph Hall - USA, Park Nam Hae - South Korea. (the monopoly pawn friendship)' Sorot mata kami menerjang ke depan. Kami juluki redwood ini 'pohon persahabatan', sebuah prasasti yang menunjukan pada dunia bahwa kami pernah berteman. Terukir jelas satu persahabatan kekal, yang menjadi sejarah bagi kami berempat. Disini, di depan pohon persahabatan, semua kenangan itu telah tergores, tergurat nyata di bingkai hati kami semua. *** Selimut yang tertarik itu kembali kuseret ke atas, menghangatkan tubuhku sekejap. Hari ini udara dingin kian menusuk, aku tak tahan jika harus bepergian keluar. Meringkuk seharian di ranjang nampaknya menjadi hal yang tepat. Sekaligus melepas lelah akibat terkurasnya pikiran akibat ujian kemarin. Ponselku berdering pelan. Siapa pula yang mengirimiku sms pagi-pagi sekali? Dengan malasnya kujangkau ponsel di ujung meja. Uh, rupanya pesan yang masuk dikirim oleh Kellyn. Apa, Kellyn? Pandanganku terbeliak lebar, tubuhku lekas bangkit dari ranjang. Kuamati pesan itu kuat-kuat, ternyata ia mengajakku untuk jalan-jalan. Bahkan saking girangnya, aku melompat-lompat di atas ranjang karena terlalu bersemangat. "Kak, mau kemana? Bolehkah aku ikut?" tutur Grace menarik-narik celanaku ketika aku melintas ke ruang depan. "Aku harus kuliah!?" balasku berparas manis, bodohi gadis kecil itu. Sesaat, aku sampai ke tempat yang sudah dijanjikan, Lin's Bread & Coffee. Wajahku mengarah kesana-kemari, melacak keberadaan Kellyn. Wah, ia datang padaku dengan penampilan yang sangat anggun. Mengenakan dress merah, dan di atas bondunya dimahkotai sekuntum mawar merekah. Aku dan Kellyn duduk berhadapan. Sekali lagi, kupandangi candu wajahnya, tenggelam dalam parasnya yang merona. Kurasa ini bukan pertemuan biasa, ini seperti berkencan saja. "Maaf, ada acara apa ini?" ucapku gemetar, mencoba alihkan perasaanku. "Oh, ini acara terimakasihku. Maaf, kemarin kau harus mengerjakan sendiri tugas kelompok itu karena aku tidak datang." kata Kellyn berparas malu. Sembari menyelupkan potongan roti ke capucino, kami berdua hanyut dalam perbincangan hangat. Kusorot mata berkilaunya, mencoba menaklukan dia, karena selama ini pandangannya selalu meracuniku. Perlahan, kini aku mulai mampu menahan godaan itu. Bahkan dapat berbicara seperti semula. "Maukah lain kali kita berkencan lagi? Bulan depan Grace kenaikan kelas, jadi setelah mengambil rapotnya kita akan jalan-jalan." pintaku. "Oh, kencan?" sahutnya merasa canggung. Senyuman manisnya mencair, buat hatiku meleleh seketika. Ya, apapun yang terjadi dia harus menjadi milikku. Sebab ia telah merengkuh hatiku dengan amat erat. *** Terkadang tatap mata tajamku menilik keluar, menembus kilapan kaca gedung bisu, menatap ke hamparan cakrawala mendung tak bertepi. Kami terus menunggu, menanti deraian air hujan segera berhenti. Namun apa yang terjadi, gempuran peluru basah terus membasuh wajah bumi. Membuai kami berempat dalam iringan jejak demi jejak laju sebuah permainan. Satu permainan cantik, yang mengandalkan semua pemikiran, baik peluang, perhitungan, dan juga keberuntungan. Kujulangkan bidakku, mengguncang pertahanan lawan utama, yakni Joseph Hall. Apalagi setelah menapakkan kaki pionnya di komplek hijau, membuat Joseph terperangah untuk beberapa saat. Paras Joseph yang semula berbinar kini berganti raut, karena ambisi untuk menguasai satu komplek penuh itu harus lenyap. Kukedipkan alis runcingku, tanda berhasil menggagalkan rencana besar lawan bisnisku tersebut. Jarum jam dinding berdetak-detak. Begitu pula bibir-bibir jendela basah yang hembuskan nafas kedinginan. Kami bertiga terpenjara disini, disisi-sisi perspektif luar rangkaian ruangan sekolah. Disini hanya ada kami bertiga, karena mahasiswa lainnya rela mendobrak hujan yang membentuk benteng besar, sulit untuk ditembus. Akhirnya, gelar sang pemenang dilimpakan jua kepadaku. Namun permainan kali ini berbeda. Sesuai perjanjian, kedua belah pihak yang kalah harus membayar denda pada peraih mahkota kejuaraan. Wajah Park Nam terbeliak, tatapannya menerjang tajam tulisan di depan matanya. "Apa maksudnya ini? Apa kau mengincar Kellyn juga?" tanya Park Nam padaku, setelah ia simak kertas keinginan yang aku tulis. Aku pun angkat bicara, beberkan semuanya tentang Kellyn, "Ya, harus kuakui bahwa aku menyukai Kellyn." Sama seperti Park Nam, mata kokoh Joseph ikut menyorotku kuat-kuat. "Tidak bisa! Akulah yang sejak awal mengincarnya. Kenapa kau juga ikut-ikutan?" Park Nam tersulut perkataan Joseph, "Jadi kau juga mengukai Kellyn?" Kondisi yang semula tenang kini berganti ricuh. Kami saling bertikai, sambar menyambar dalam perhelatan kata. Perkataanku yang tulus mengenai Kellyn malah mengundang petaka. Bagaimakah ini? Mungkinkah persahabatan kami pecah akibat perebutan wanita? Waktu bergulir lambat. Asap emosi yang menyelimuti benak kami makin lama kian menguap. Disaat api amarah Joseph mulai padam, dikala itu jua benaknya mulai menggenggam secercah gagasan. Kompetisi, itulah jawabannya. Hal itu dapat memacu semangat, agar kami dapat bersaing secara sehat. Bukankah cinta adalah sesuatu yang perlu ditaklukan dan juga butuh pengorbanan? Tenang!! Tenang!! Lengking Joseph pada Park Nam dan aku yang masih berdebat. "Supaya adil, bagaimana jika kita adakan real monopoly? Bagi yang paling kaya dia berhak berkencan dengan Kellyn?" sentak Joseph melempar sebuah pernyataan. Wajahku merunduk ke bawah, berpikir mengenai usulannya tersebut. Sejujurnya, aku tidak yakin akan memenangkan kompetisi itu. Lalu, bagaimana pula jika aku yang kalah? Tidak, mana mungkin aku kalah sebelum berjuang. "Benar, kita bukan anak kecil lagi yang bisanya hanya bertengkar. Biasanya kita berbisnis hanya di atas kertas monopoli, namun kini saatnya berbisnis di kehidupan nyata." tambahku meyakinkan. Park Nam tersenyum sinis, "Baik, aku sepakat. Namun, bagaimana jika ada pria lain yang mengencani Kellyn? Bukankah itu ancaman bagi kita?" "Benar!", potongku singkat, "Tentu kita harus gagalkan pria luar yang menginginkan Kellyn. Kellyn sudah terikat dengan Monopoly Quartet. Dia adalah gadis pendiam, dan kurasa lingkup permainannya hanya seputar kita saja!" Tatapannya Park Nam mengarah pada Joseph, "Bagaimana jika kau berbuat curang? Bisa saja kau meminta bantuan ayahmu yang pengusaha itu." "Maka dari itu kita butuh aturan main!" tepis Joseph cepat. Kami berdiskusi sebentar. Setelah berkelit pendapat begitu lama, akhirnya aturan dan hukum-hukum permainan ditetapkan jua. Ada lima pasal yang menjadi konstitusi atau landasan permainan ini. Lima pasal ini kami juluki monopoly secret, rahasia permainan monopoli. Pertama, modal awal kami bertiga sama, yaitu 5000 dollar. Kedua, selama permainan berlangsung player tidak diperkenankan meminjam uang, meminta bantuan orang luar, termasuk bermitra dengan orang lain. Usaha kami harus mandiri, untuk menjaga kesucian agar tidak tercemari campur tangan orang lain. Ini permainan kita bertiga, bukan milik orang lain! Ketiga, sebelum permainan berakhir, monopoly secret tidak boleh terungkap kepada orang luar, apalagi Kellyn. Keempat, selama permainan berlangsung player tidak diperbolehkan berkencan atau pendekatan dengan Kellyn. Dan terakhir, jika player melanggar ketentuan di atas, atau bahkan berani membocorkan rahasia permainan, ia harus didenda dan dikeluarkan dari jalur permainan. Lensa mata Park Nam menangkap wajah kami berdua, lalu ia tuturkan masa tenggang permainan ini, "Kita adakan lagi meeting minggu depan, saat itu kita harus kumpulkan modal untuk pastikan apakah permainan sudah siap dimulai. Oh ya, sesuai yang disepakati, pemainan berakhir saat kita wisuda!" tambahnya lagi. Kini, detik guliran permainan hampir dimulai. Sebuah awal yang menentukan permainan panjang ketiga bidak monopoli. Lalu, siapakah pemenangnya? Apa orang yang banyak berusaha, ataukah faktor keberuntungan belaka? Namun yang kutahu, nasib itu seperti guliran dadu. Kadang beruntung kadang tidak, dan terkadang mengulang langkah yang sama. Glosarium/Footnote: The monopoly pawn friendship: persahabatan bidak monopoli. Real Monopoly: Kompetisi permainan monopoli nyata, bertarung secara bisnis dan yang terkaya akan memenangkan hadiah yang disepakati. Monopoly Secret: Rahasia semua aturan permainan yang tidak boleh bocor ke orang luar. Terdiri dari lima pasal seperti yang berbunyi di atas. Hanya kami bertiga yang boleh tahu.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD