bc

Di Depan Mataku

book_age16+
3
FOLLOW
1K
READ
fated
badboy
goodgirl
drama
tragedy
Girl Power Counterattack
Writing Challenge
first love
illness
lonely
like
intro-logo
Blurb

Kau di depan mataku

Tapi tak bisa kusentuh

Sakitnya hati menahan semua inj

Kau ada di hadapku

Tapi kau bukan milikku

Resahnya hati sadari nyatanya ini

chap-preview
Free preview
One
Kau di depan mataku…………… tapi  tak bisa ku sentuh…………..’’            Terdengar sayup-sayup suara lagu dari  sebuah hp. Berulang-ulang kali. Ternyata itu  adalah bunyi hp yang sedang di miscall terus-menerus. Mungkin sudah lewat  15 menit lamanya  handphone  itu  berbunyi terus tanpa ada yang mengangkat. Tak lama, terdengar bunyi pintu dibuka. ‘’Ah! Ada telp!’’ , kata seorang yeoja yang buru-buru mengambil hpnya. ‘’Yoboseyo/halo?’’, baru saja dia ngomong  sudah ada suara di sebrang telp yang berteriak, ‘’Yuri! Hari ini aku senaaang … banget! Kemarin aku kan  jalan sama anak-anak terus  ada Donghae! Bla, bla, bla…. ‘’          Yuri mendengarkan cerita panjang lebar sahabatnya itu. Sudah biasa  menurutnya ini terjadi. Kalaupun ada kesempatan bicara dia hanya bisa menjawab ‘oh’, ‘hmm’, ‘ya’ begitu seterusnya. Tidak ada celah sedikit pun untuk bisa bicara. ‘’A,ne  kenapa tadi lama banget angkat telpnya? Sudah  mau berjamur aku disini nungguin!’’ ‘’Oh, itu … aku… yah itu….kamu kan tau Sica..’’ ‘’Capek deh… kamu itu ya Yuri gak ada kemajuan yah! Itu-itu lagi. Gak bosan?’’    Yuri hanya diam berpikir. Baru saja dia mau bicara, Jessica mendahuluinya. ‘’Gini ya Yuri temanku yang baik, aku sebagai sahabatmu merasa prihatin atas keadaanmu ini. Sebagai sahabat, aku gak mau kamu sedih, aku mau yang terbaik untukmu. Kamu ngerti kan maksudku?’’ ‘’Gwaenchana, Sica. Kamu gak usah khawatir.’’ ‘’Gwaenchana, apanya? Sudahlah kamu gak bisa bohongin aku. Aku sudah gak tahan lihat keadaanmu, tau! Mau sampai kapan kamu mengharap orang gak mungkin bisa bersamamu? Kamu kan tau dia sudah ada yang punya!’’ ‘’Jessica, arasso/mengerti.. aku memang gak seharusnya suka sama dia. Aku tahu aku gak mungkin bisa bersamanya, tapi apa salah kalau aku suka?’’ ‘’Kamu gak salah. Sama sekali gak. Apalagi rasa sukamu. Tapi sebagai sahabat, aku gak mau kamu begini terus. Mengharap yang gak pasti. Yang gak mungkin. Tolong kamu ngerti…’’. Terdengar isak tangis Jessica di sebrang telp. ‘’Miane, Sica. Untuk saat ini aku masih belum bisa ngelupain dia. Aku gak bisa hilangin dia dari hidupku. Kamu tahu kan dia sangat berarti untukku’’, kata Yuri yang berusaha memberi pengertian kepada sahabatnya itu. ‘’Ah… susah ngomong sama kamu! Ya sudah terserah kamu aja. Tapi kalau ada apa-apa, aku gak mau tau!’’ ‘’Ne,  ne/ya.’’          Kemudian di akhirinya telp tersebut. Di lemparkan hpnya ke atas tempat tidur. Dia rebahkan tubuhnya yang lelah di tempat tidur. Sesaat dia melamun, memikirkan kata-kata Jessica tadi. Lalu dia berbalik tidur ke arah kanan. Sambil matanya terpejam, dia bergumam. ‘’Miane/maaf Sica… aku gak akan berubah sampai rasa ini hilang… ‘’ @@@@@@@@@@@@@@@@@@@          Di pagi yang cerah ini, sudah siap menyambut Yuri. Dia bersiap-siap berangkat ke sekolah. Segala hal yang akan dibawa sudah siap dan lengkap, tinggal dia berpamitan. Setelah berpamitan, baru saja dia melangkah mau membuka pintu, mamanya berlarian ke arahnya. ‘’Yuri, oemma bisa minta tolong gak?’’, tanya oemmanya yang masih terengah-engah. ‘’Begini, bisa gak kamu bilang ke Minho, oemma mengundangnya makan malam hari ini.’’          Deg! Rasanya baru saja jantungnya  terasa berhenti mendengar nama itu. Ya, Minho. Namja yang selama ini dia suka. Tetangga sekaligus teman sekelasnya. Selama ini dia jarang bahkan hampir tidak pernah mengobrol dengan Minho. Siapa bilang kalau jadi tetangga sekaligus teman sekelasnya bisa akrab? Gak hanya dia yang menganggumi Minho. Hampir semua yeoja di kelasnya. Tapi yah… mungkin mereka hanya bisa berangan-angan saja karena Minho yang appanya seorang direktur perusahaan besar telah menjodohkannya dengan rekan appanya.          Sebenarnya ketika  Minho baru pindah ke sekolahnya, Yuri tidak merasakan apapun. Tapi dia hanya merasa familiar melihat wajahnya. Semula dia pikir mungkin hanya kebetulan mirip, ternyata Minho  adalah orang yang selama ini dia cari. Dia tidak percaya bisa bertemu dengan Minho. Tapi, pupus sudah harapannya untuk bisa dekat dengan Minho. Gak mungkinlah dia dekat dengan orang yang sudah dijodohkan. Mereka memang tetangga sekaligus teman sekelas tapi rasanya ada dinding pemisah yang membuat mereka tidak mungkin bertemu. Sebenarnya bisa saja mereka akrab hanya sebagai teman, tapi dia merasa  tidak enak sama yang lain. Teman-teman yeoja/ceweknya kadang-kadang bilang mereka iri sama Yuri yang bisa jadi tetangganya Minho. Bisa ke rumahnya setiap hari dan mengobrol sepuasnya. Tapi, nyatanya tidak begitu. Mana bisa dia begitu kalau mobil tunangannya Minho hampir setiap hari nangkring di depan rumahnya. Yuri hanya bisa menatap  mereka lewat kamarnya. ‘’Yuri?  Kamu dengar oemma ngomong gak?’’, terdengar suara oemma yang membuyarkan lamunannya. ‘’Ah, ne oemma! Nanti Yuri sampaikan deh! Pokoknya beres! Yuri pergi dulu ya!’’ @@@@@@@@@@@@@@@@@@@ Di sekolah, Yuri hanya melamun. Di otaknya terus memikirkan bagaimana caranya dia menegur Minho. Rasanya aneh kan Yuri yang jarang mengobrol dengannya tiba-tiba datang dengan akrabnya ngajak makan malam di rumah. Meski pun yang mengundang itu mamanya. Tapi bisa saja kan Minho anggap itu alasan Yuri atau apalah. Kalau di pikir kenapa gak oemmanya sendiri yang bilang kan tetanggaan atau oemmanya sengaja? Yuri jadi tambah bingung mikirinnya. Karena sudah mumet alias pusing Yuri beranjak dari tempat duduknya. Keluar dari kelas sambil jalan-jalan cari udara segar. Saat berjalan-jalan Yuri masih saja memikirkan hal itu sampai tidak melihat siapa yang di depannya. Bruk! Yuri yang sejak tadi melamun tersadar saat dia menabrak seseorang yang membuatnya nyaris terpental jatuh. ‘’Aigu… miane,  miane/aduh maaf,maaf! Aku gak lihat-lihat!’’, kata Yuri. ‘’Yuri?   Gwaenchanayo/tidak apa-apa?’’, tanya namja itu. Segera Yuri mengangkat wajahnya, melihat siapa yang barusan dia tabrak. ‘’Taeyang!’’, kata Yuri yang berusaha berdiri dan Taeyang membantunya. ‘’Gwaenchanayo/tidak apa-apa? Kulihat dari tadi di kelas kamu melamun terus. Kamu sakit?’’, Tanya  Taeyang. ‘’Aku gak apa-apa kok! Jongmal!’’ Tapi Taeyang yang sedari dari tadi memperhatikan gelagat Yuri merasa tidak percaya. Dia bertanya lagi ke Yuri, ‘’Tapi… kalau dilihat kok sepertinya ada apa-apa ya? Beneran kamu gak sakit? Yakin?’’ ‘’Ne, beneran kok. Gak bohong! Kamu gak usah khawatir! Bye!’’, jawab Yuri sambil berjalan meninggalkan Taeyang. ‘’Eh… tapi…’’ Belum selesai Taeyang bicara Yuri sudah lenyap dari hadapannya. @@@@@@@@@@@@@@@@@@@ Bunyi bel pulang terdengar nyaring sampai ke ujung kelas-kelas di suatu SMA di Seoul tempat Yuri bersekolah. Begitu bel berbunyi, kelas-kelas ramai dengan celotehan anak-anak yang berhamburan ke luar kelas. Kelas Yuri juga termasuk salah satunya. ‘’Yuri, duluan ya!’’, kata  Taeyeon  dkk  sambil jalan keluar kelas melambaikan tangannya ke Yuri.          ‘’Ne! Daaah, semuanya!’’                    Hari ini sudah dilewati Yuri dengan baik. Dengan semangat dia melangkahkan kakinya untuk pulang ke rumah. Tapi tiba-tiba Yuri berhenti. Ada yang terlupakan olehnya. Yuri tiba-tiba ingat lagi dia kan tadi pagi disuruh oemmanya menyampaikan undangan makan malam untuk Minho. Tapi sepertinya Minho sudah pulang. Bolak-balik Yuri nyariin Mino tapi gak ketemu.                    Aigu, ottoke/aduh gimana? Bisa didamprat oemma kalau gini, pikir Yuri.          Selagi dia mencari-cari Minho dengan harapan ketemu dan bisa ngobrol, dia gak sadar langit yang tadinya cerah mendadak berubah mendung. @@@@@@@@@@@@@@@@@@@           Sudah lewat sekitar 15 menit Yuri mencari Minho kesana kemari. Tapi ya nasib gak ketemu-ketemu juga juga. Bisa aja sih Yuri ke rumahnya Minho  tapi kayaknya Yuri gak sanggup. Dia terlalu malu untuk mengunjungi tetangganya itu. Terlebih lagi dia gak mau tiba-tiba ketemu yeoja yang dia kira tunangan Minho datang. Sudah putus kali urat malunya kalau dia begitu. Akhirnya dia nyerah juga nyariin Minho. Gak tau seperti apa dia bakal dimarahin oemmanya. Dengan langkah gontai Yuri berjalan keluar sekolah. Baru beberapa menit dia berjalan ada air yang menetes di pipinya. Hujan turun deras membasahi semuanya termasuk Yuri.           Dengan gesit Yuri berlari mencari tempat berteduh sementara. Dia memilih berteduh di beranda sekolah. Tidak banyak orang yang berteduh disana karena masih ada yang di dalam sekolah atau sudah pulang dari tadi. Kok tiba-tiba hujan sih? Sudah gitu gak ketemu Minho lagi. Sial banget aku hari ini, gerutu Yuri dalam hati. Sambil menunggu hujan reda, Yuri gak sengaja menoleh ke arah namja yang datang berlarian ke arahnya. Mulanya Yuri gak perduli, tapi semakin dekat namja itu berlari wajahnya terasa gak asing buatnya. Dia picingkan matanya supaya yakin apa yang barusan dia lihat.           Betapa kagetnya Yuri, namja yang barusan itu adalah Minho yang dicarinya dari tadi. Sekarang Minho ada di sampingnya. Sama dengan Yuri berteduh menunggu hujan reda. Rasanya dia seperti bermimpi tiba-tiba Minho sudah ada di sampingnya. Sedekat ini lagi. Yuri merasa agak grogi dan salting tapi tetap menatap Minho. Lalu Yuri ingat apa yang mau dia katakan tapi rasanya susah untuk di omongkan. Tenggorokannya terasa tersekat benda aneh yang membuatnya sulit untuk berbicara. Baru saja Yuri mau menyapanya, Minho sudah mendahuluinya. ‘’Annyeong, namamu Yuri kan? Teman sekelasku kan?’’, tanya Minho.          Serasa di sambar petir Yuri jadi bengong sesaat. Cepat-cepat dia sadar karena ini kesempatan baginya bisa ngobrol dengan Minho. Jarang terjadi. Hampir tidak pernah mungkin. Rugi bandar dianya kalau dia sampai menyia-nyiakan kesempatan emas ini. ‘’N… ne!’’ ‘’Wah aku beruntung bisa ketemu temanku di sini. Kupikir cuma aku di sini sendirian. A,ne  kenapa gak pulang?’’, tanya Minho. ‘’Eng… tadi ada urusan sebentar. Penting. Hehehe’’, jawab Yuri.          Dalam hatinya, mana mungkinlah dia bilang kalau urusannya itu nyariin Minho. ‘’Kamu sendiri, kenapa gak pulang?’’ ‘’Oh, tadi baru aja aku ke kantin sama teman-teman. Terus habis itu teman-teman pulang duluan tapi aku ke perpus bentar. Tau-tau diluar sudah hujan. Jadi ya aku berteduh dulu.’’ ‘’Memangnya supirmu gak jemput? Biasanya kan kamu di jemput.’’ ‘’Anio. Hari ini aku malas naik mobil. Aku bawa motor kok.’’          Lamanya mereka mengobrol membuat mereka gak sadar hujannya telah berhenti. ‘’Kayaknya hujannya sudah berhenti. Gak terasa ya nungguin. Untung ya ada kamu di sini kalau gak aku bisa mati karena bete nungguin sendirian’’, kata Minho.         Deg! Gak sadar mukanya Yuri sudah jadi semerah tomat mendengar perkataan Minho tadi. Jantungnya juga terasa berbunyi mirip beduk. Dag! Dig! Dug! ‘’Yuri, kamu pulang sama siapa?’’ ‘’Aku biasanya pulang sendirian.’’ ‘’Mau bareng?’’          Mendengar itu Yuri rasanya gak percaya. Apa? Minho ngajakin dia pulang bareng? Apa aku ini lagi mimpi?, kata Yuri dalam hatinya. ‘’Yuri?’’ ‘’Eeh… enggak usah repot-repot. Aku bisa sendiri kok. Aku gak mau ngerepotin kamu.’’ ‘’Ngerepotin? Gak kok. Ayo sudah naik. Nih helmnya.’’ ‘’Tapi… ‘’ ‘’Apa lagi? Palli/cepat!’’           Yuri akhirnya nurut juga kata-katanya Minho. Sebenarnya dia malu tapi senang juga. ‘’Pegangan yang kuat ya.’’          Ragu-ragu Yuri mengulurkan tangannya untuk pegangan sama Minho. Tiba-tiba Minho menarik tangannya Yuri dan di taruhnya di pegangan. Apa Yuri gak tambah grogi. Mukanya terasa terbakar. Motor Minho mulai berjalan meninggalkan sekolah.           Di perjalanan, cukup lama mereka terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Tak lama, Minho mulai bicara. ‘’Yuri, aku mau tanya kenapa selama ini kita selama ini gak pernah ngobrol?’’ ‘’Aku mau aja ngobrol sama kamu tapi sepertinya kamu sudah cukup banyak teman. Jadi ya kupikir gak juga gak apa-apa.’’ ‘’Kamu juga temanku kok. Kamu bebas mau ngobrol sama aku. Gak ada yang berhak ngelarang.’’ ‘’Tapi apa gak apa-apa?’’ ‘’Memangnya kenapa? Sudahlah kamu biasa aja sama aku. Gak perlu merasa gak enak sama yang lain. Kalau mau ngobrol, ngobrol aja.’’           Yuri terdiam lagi. Sesaat dia memikirkan kata-kata Minho barusan. Teman. Ya, barusan Minho bilang Yuri temannya. Yuri senang dia bisa ngobrol banyak dengan Minho tapi di sudut hatinya dia merasa sedih. Mana mungkin Minho masih ingat sama dia. Ingat saja tidak bagaimana mungkin Minho suka sama dia. Di tambah lagi sudah punya tunangan. Mungkin ini takdir. Mereka hanya bisa berteman.           Karena lamanya Yuri melamun dia gak sadar kalau sudah sampai rumah. ‘’Yuri?’’, tanya Minho.          Berulang kali Minho memanggil-manggil Yuri tapi tak ada jawaban. Yuri masih juga belum sadar. Tiiiiiiiiiiiiiiiit! Yuri kaget sekali ada bunyi klakson motor terdengar nyaring di depannya. Dia gak sadar berteriak karena saking kagetnya. Terdengar suara Minho yang tertawa terbahak-bahak. Selesai tertawa atau yah masih bisa di bilang masih menahan tawa Minho  bertanya ke Yuri, ‘’Sudah sadar?’’          Yuri yang akhirnya sadar bahwa dia dari tadi melamun dan sampe nyuekin Minho jadi merasa malu. ‘’Mi... miane/maaf! Aku gak bermaksud nyuekin kamu… ‘’ ‘’Gwaenchanayo/tidak apa-apa. Tapi kamu tadi lucu banget! Hufh! Maaf aku tadi gak sengaja menertawakanmu. A,ne kita sudah sampe.’’         Dengan segera Yuri turun dari motor. ‘’Eeh… tapi aku benar-benar minta maaf…. ‘’ ‘’Gwaenchana. Gak usah dipikirkan.’’        Kruuuk! Sesaat mereka terdiam mendengar suara barusan. ‘’Aigu… lapar lagi’’, kata Minho malu menyadari perutnya berbunyi. ‘’Makan apa ya hari ini? Aku bosan makan di rumah’’, gumam Minho.          Yuri yang mendengar Minho berbicara begitu langsung teringat lagi apa tujuannya. Dalam hatinya ini kesempatan! Kesempatan!!!! ‘’Eeh… eeng.. kalau mau ya, tapi aku gak maksa ya! Kamu mau gak malam ini makan di rumahku? Eeh… ini karena aku di suruh oemmaku lho ya! Jangan salah paham dulu. Jangan berpikiran yang aneh-aneh ya! Tapi… kalau gak mau juga gak apa-apa kok! Jongma;!’’, kata Yuri salting, gak tahu mau ngomong apa lagi.          Melihat tingkah Yuri, Minho hanya tersenyum dan berkata,  ‘’Ternyata kamu lucu ya! Ok, nanti aku datang deh! Sudah ya.’’          Lalu Minho menyalakan mesin motornya lagi. Dia berjalan memasuki gerbang rumahnya. Baru berjalan sebentar Yuri menghentikannya. ‘’Miane…. Aku mau tanya lagi mungkin ini gak penting… eeng…. Dari mana kamu tahu rumahku? Eeh… aku gak bermaksud apa-apa kok.’’ ‘’Eng? Kita kan tetanggaan, masa aku gak tahu rumahmu?’’ ‘’Ooh… gitu ya? Eeng… udah ya!’’, kata Yuri berlari masuk ke rumahnya.          Yuri mengucapkan salam sambil berlari ke atas. Langsung saja dia naik tangga dan masuk ke kamarnya sambil menutup pintu dan menguncinya. Dia masih berdiri dan bersandar di pintu kamarnya sambil terengah-engah, berusaha mengatur napasnya. Tak lama badannya lemas dan dia perlahan menyosot ke bawah lantai. Matanya terpaku dan kembali dia teringat yang barusan terjadi. Mimpikah aku ini? Gak hanya tahu namaku, dia juga tahu rumahku dan nganterin aku. Dan yang paling penting dia tahu aku tetangganya!, gumamnya dalam hati. Dia menapar pipinya berulang kali, berusaha menyadarkan dirinya lagi. ‘’Apa iya tadi nyata ya? Kalau memang iya pasti nanti malam dia kesini, tapi kalau gak…?’’          Kalimatnya terputus dan kembali termenung. Di dalam hatinya Yuri juga berharap semoga tadi bukan mimpi.          ‘’Arggh… pokoknya aku harus semangat!  Hwaiting!’’, katanya sambil mengepalkan  kedua tangannya, memompa kembali semangatnya. Dengan segera dia bangkit, ganti baju lalu turun membantu mamanya di dapur. @@@@@@@@@@@@@@@@@@@ ‘’Yuri, mandi dulu sana. Sebentar lagi tamu kita kan mau datang’’, kata oemma sambil menata makan malam di meja. ‘’Ne’’, jawab Yuri.          Kemudian dia mandi dan tak lama dia sudah siap. Tinggal menunggu Minho datang. Dia sangat grogi sampai membuatnya gelisah tak keruan. Tidak tahan begitu terus, akhirnya dia berdiri mengambil remote tv dan mulai menyetel channel apa yang mau dia tonton. Ting, tong! Berulang kali terdengar bunyi bel rumahnya. Mendengar itu Yuri yang barusan sempat lupa dengan groginya malah jadi tambah grogi gara-gara bel rumahnya berbunyi terus. ‘’Yuri, tolong bukakan pintunya. Oemma masih sibuk’’, teriak oemma dari dapur.          Yuri terdiam sesaat, mengumpulkan keberaniannya. Pokoknya aku harus bisa!, gumamnya dalam hati. Yuri berjalan ke arah pintu, menatapnya sebentar lalu pelan-pelan mengulurkan tangannya yang gemetaran ke arah ganggang pintu dan membukanya. Yuri pelan-pelan membuka pintu sambil mengintip ke luar. Terlihat Minho berdiri menunggu di depan pintu. ‘’Annyeong ‘’, kata Minho sambil tersenyum menyapa Yuri. ‘’Annyeong’’, balas Yuri malu-malu.          Mereka terdiam lalu Minho mulai berbicara lagi, ‘’Aku gak di suruh masuk nih?’’ Yuri sadar dan cepat-cepat mempersilahkan Minho masuk. ‘’Wah, Minho selamat datang. Mari masuk.  Miane mendadak mengundangmu kemari. Silahkan duduk’’, kata oemma .          Kemudian keluarga  Yuri  yang lain seperti dongsaengnya,  Taemin dan appanya datang memasuki ruang makan. ‘’Minho apa kabar? Bagaimana kabar appamu?’’, tanya appa Yuri. ‘’Baik, ahjussi. Seperti biasa, sibuk dengan urusan kantor.’’           Sambil ngobrol, mereka mulai makan. ‘’Miane   Minho, tante cuma bisa menyajikan ini. Pasti beda ya sama yang ada di rumah.’’ ‘’Ah, anio  ahjumma/gak bibi. Masakan ahjumma enak kok.’’           Yuri yang duduk di sebelahnya dari tadi hanya diam melihat keluarganya ngobrol akrab dengan Minho. Istilahnya dia mati kutu, gak bisa berbuat apa-apa. Sekarang Minho sangat dekat dengannya, makan bersama keluarganya juga. Selama makan, dia banyak menatap Minho. Meyakinkan dirinya apa benar dia lagi berkhayal atau tidak. Berulang kali begitu. Dan ternyata dia memang tidak bermimpi. Selesai makan Minho berpamitan dengan keluarganya Yuri. Yuri mengantarnya sampai di depan pagar rumahnya. ‘’Gomawo Yuri sudah ngajak makan malam di sini. Sudah lama aku gak begini.’’ ‘’Eeh…. cheonma/sama-sama! Tapi yang sebenarnya ngundang kan oemma bukan aku.’’ ‘’Tapi aku benar-benar terima kasih. Eeng…. ’’ Kalimat Minho terputus sesaat lalu dia melanjutkan kembali. ‘’Kapan-kapan aku boleh ke sini lagi kan?’’ ‘’Ne…! Kamu kan tetanggaku masa gak boleh kemari?’’, jawab Yuri sambil malu-malu. Minho tersenyum. ‘’Ya udah, met malam.’’           Minho berjalan meninggalkan Yuri menuju rumahnya. Cepat-cepat Yuri menutup pagar, masuk ke rumah, naik ke tangga berjalan menuju kamarnya. Dia rebahkan tubuhnya ke tempat tidur. Merenung.Syukurlah aku gak mimpi, gumamnya. Dia bisa merasakan detak jantungnya cepat. Perlahan dia menutup matanya dan mulai bermimpi indah. TBC

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.8K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook